Rieview Ilmu Budaya Dasar
Bab
II
Unsur-unsur
Kebudayaan
Oleh
Nur’aeni
Jurusan
PMI Semester 3
Sebelumnya telah dijelaskan mengenai apa itu kebudayaan. Dan banyak
berbagai jawaban dan pengertian yang bervariatif dalam memaknai kebudayaan itu
sendiri. Di dalam kebudayaan tentunya terdapat unsur-unsur yang mendukung
munculnya kebudayaan tersebut. Kebudayaan sebagai penciptaan dan perkembangan
nilai meliputi segala apa yang ada dalam alam fisik, personal dan sosial yang
disempurnakan untuk realisasi tenaga manusia dan masyarakat. Dan perlu kita
ketahui juga bahwa bukan jumlah kuantitatif atau mutu kualitatif nilai-nilai
tersendiri mengandung kemajuan kebudayaan. Yang menentukan adalah kesatuan,
sintesis atau konfigurasi nilai-nilai yang wajar.
Di dalam unsur-unsur kebudayaan terdapat kebudayaan subjektif,
kebudayaan objektif, perbandingan pendapat, partisipasi dalam kebudayaan, dan
sentralisasi kebudayaan. Hal itu merupakan
yang mendukung adanya suatu kebudayaan.
Dipandang dari aspirasi fundamental yang ada pada manusia, nilai-nilai
batin dalam kebudayaan subjektif terdapat dalam perkembangan kebenaran,
kebajikan, dan keindahan. Dalam hierarki nilai perwujudannya tampak dalam
kesehatan badan, penghalusan perasaan, kecerdasan budi bersama dengan kecakapan
untuk mengkomunikasikan hasil pemakaian budi
kepada lain-lain, serta kerohanian.. kesehatan, gaya indah, kebajikan
dan kebijaksanaan merupakan puncak-puncak bakat (ultimum potentiae) dari badan, rasa, kemauan dan akal. Itulah
dikonkretisasikan lebih lagi dalam ketrampilan, kecekatan, keadilan,
kedermawanan elokuensi dan fungsi-fungsi lain yang diperkembangkan dalam tabiat
manusia oleh pengalaman dan pendidikan.[1]
Nilai-nilai imanen dalam kebudayaan subjektif harus menyatakan diri
dalam tata lahir sebagai materialisasi dan institusionalisasi. Disana
terbentanglah dunia kebudayaan objektif yang amat luas dan serbaguna yang
dihasilkan oleh usaha raksasa ratusan angkatan sepanjang sejarah. Sedikit demi
sedikit dibina dengan “trial and error”,
dengan maju mundur, dengan pinjam meminjam antar kebudayaan[2].
Nilai-nilai objektif itu, yang disebut hasil kebudayaan, alat
(instruments), aspek-aspek, universals dan unsur-unsur kebudayaan itu dapat
disistematisasikan menurut beberapa prinsip pembagian[3],
diantaranya adalah ilmu pengetahuan,
teknologi, kesosialan, ekonomi, kesenian, dan agama.
Ilmu pengetahuan bertujuan untuk mengonseptualisasikan fenomen-fenomen
alam dalam sebab-sebabnya, dalam urutan sebab akibat dan mencari asas-asas
umum. Seluruh proses Ilmu pengetahuan dari 3000 tahun terakhir berkembang ke
arah kepastian. Sebab-sebab simbolis atau mitologis makin lama makin diganti
oleh sebab-sebab yang pasti yang dapat diverifikasi. Gerakan kebatinan Timutr
dan kontestasi para hippies berprotes
melawan intelektualisme yang mengasingkan manusia dari tabiat asli.
Jelaslah, bahwa ilmu pengetahuan hanya dapat mempertahankan kedudukan
sewajarnya di dalam kebudayaan, jika terus-menerus dipikirkan kembali dan
diusahakan integrasinya dalam tuntutan-tuntutan hidup.[4]
Teknologi terhitung antara sikap dan hasil budaya yang penting.
Berdasarkan pengetahuan alam, teknik bertujuan untuk memfaedahkan sumber-sumber
alam agar terjaminlah makanan, perumahan, komunikasi, dan lain-lain hal yang
perlu untuk derajat hidup yang layak. Pemikiran tentang alam semata-mata, dan
kemungkinan menguasai tenaga alam tidak dengan sendirinya menghasilkan teknik.
Dalam kebudayaan primitive batas-batas antara kekuasaan manusia dan tenaga alam
belum disadari dan manusia mencoba menguasai alam dengan magi, dengan mantera,
dan ritual.[5]
Kesosialan sebagai sifat, unsur, asas, dan alat demikian erat
berhubungan dengan kebudayaan, sehingga hanya dapat dibedakan secara konseptual
saja. Ini berlaku baik dalam pandangan statis maupun dinamis. Secara statis kesosialan meliputi fungsi dalam
institusi-institusi asasi sebagai keluarga monogam, masyarakat adil dan makmur,
desa dan kota, bangsa dan Negara.
Ekonomi, dalam rangka kebudayaan meliputi pola kelakuan dan
lembaga-lembaga yang melaksanakannya dalam bidang produksi dan konsumsi
keperluan-keperluan hidup serta pelayanannya.
Lapangan ekonomi lazimnya dibagi dalam tiga sector yaitu sector primer,
sector sekunder, dan sector tersier.
Kesenian, keindahan, estetika, mewujudkan nilai rasa dalam arti luas dan
wajib diwakili dalam kebudayaan lengkap. Kedwisatuan manusia yang terdiri atas
budi dan badan tak dapat mengungkapkan pengalamannya secara memadai dengan akal
murni saja.
Agama didaftarkan oleh sosiologi dan antropologi deskriptif diantara
unsur –unsur kebudayaan dan dipelajarinya sebuah kategori insani semata-mata.
Pendapat itu tidak dibenarkan oleh filsafat kebudayaan. Agama sebagai keyakinan
hidup rohani pemeluknya, baik perseorangan maupun sebagai jemaat, adalah jawab
manusia kepada pangilan ilahi di dalam alam dan rahmat. Keyakinan itu memuat
iman , sikap, sembah, rasa hormat, rasa tobat dan syukur yang dianugerahkan
Tuhan kepada manusia[6].
Setelah saya membaca semua bacaan yang ada pada lembar poto copi ini,
jujur saya masih belum benar-benar memahami inti dari bacaan yang saya baca,
meskipun saya sudah mencoba membacanya berulang. Mungkin dikarenakan banyak
istilah-istilah baru yang saya temui. Mungkin nanti setelah adanya penjelasan
dari diskusi bersama antara mahasiswa dengan dosen saya akan lebih paham mengenai
isi dari buku ini. Akan tetapi, setidaknya saya sedikit mengerti mengenai
teori-teori yang disampaikan pada bab 2 ini.
Dalam buku ini terdapat beberapa teori-teori mengenai kebudayaan yang
disampaikan oleh beberapa tokoh yang berpengaruh dalam teori ini. Seperti
halnya teori F. Bacon yang menyatakan “Knowledge is power” menjadi pedoman
untuk menciptakan dunia ilmu pengetahuan yang semakin bercabang-cabang. Bila
ilmu yang mengikuti dinamikanya tersendiri terlepas dari kesadaran akan
kebutuhan masyarakat atau terlepas dari moral, itu sudah bukan mewakili nilai
positif lagi. Arah baik penelitian ilmiah dijamin oleh hubungannya yang tetap
dengan nilai-nilai asasi kebudayaan. Tetapi, menurut saya ilmu tidak mungkin
mengikuti dinamikanya tersendiri, ilmu memang bersifat dinamis, namun selalu
beriringan dengan kesadaran masyarakat yang selalu mengikuti nilai-nilai asasi
kebudayaan.
Sosiologi ilmu pengetahuan adalah cabang ilmu baru yang mempertimbangkan
nilai relative serta fungsi pelengkap masing-masing ilmu[7].
Itu artinya bahwa setiap individu itu mempunyai pandangan/paradigma/pemikiran
yang berbeda satu sama lainnya, dalam
menilai sesuatu yang ia lihat dan yang ia rasa.
Kebudayaan diuji menurut nilai sosial dan solider[8].
Ketika nilai sosial itu tidak diterapkan dengan baik oleh masyarakat maka
kebudayaan itu lama kelamaan akan pudar dan mengikis dengan sendirinya. Oleh
karena itu, perlulah adanya kesetiaan dalam melestarikan kebudayaan yang sudah
terbentuk untuk tercapainya tujuan universal. Kenapa demikian, karena disini
kita selaku tokoh yang dimana berperan penting dalam keberadaan suatu
kebudayaan.Yang semestinya mengetahui kelebihan dan kekurangan dari kebudayaan
yang sudah membudaya di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar