“Perwujudan Masyarakat
Khairu Ummah”
Oleh
Nur’aeni
Mahasiswa
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Semester 2
IAIN
Syekh Nurjati Cirebon
Saya
setuju dengan pendapat Muhammad Ali yang menyatakan bahwa umat pilihan itu
adalah umat islam. Karena di dalam Q.S Ali-Imron : 110 itu yang berbunyi :
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
makruf, dan mencegah kepada yang munkar, dan beriman kepada Allah”. Secara
tidak langsung ayat tersebut menguatkan pendapat Muhammad Ali. Karena disitu
disebutkan dibagian terakhir ayat yang beriman kepada Allah, otomatis
orang-orang yang beriman kepada Allah yaitu orang islam yang biasa disebut
dengan kaum muslim. Kenapa Allah
memilihumatislamsebagaiumatpiliahan, karena Allah
lebihmengistimewakanumatislamdibandingumatlainnya.
Seperti yang telah
dijelaskan, bahwa perwujudan masyarakat khairu ummah itu mempunyai pengertian
umat terbaik ataupun umat yang unggul. Disini saya akan memberikan pengertian
yang lebih jelas lagi mengenai hal itu. Benar sekali khairu ummah itu merupakan
sebutan untuk umat terbaik, karena didalam konsep masyarakat menurut al-qur’an
telah digambarkan bahwa Allah Swt telah menciptakan manusia itu bersuku-suku
dan berbangsa-bangsa untuk saling kenal mengenal, sehingga manusia pun disebut
sebagai makhluk sosial.
Oleh karena itu, untuk
mempertahankan eksistensi sebagai makhluk sosial diperlukannya upaya untuk mewujudkan
masyarakat ideal yang dimana Allah ridho didalamnya. Masyarakat yang ideal
menurut al-qur’an yang telah dijelaskan oleh Muhammad Kosim dan juga terdapat
dalam buku yang berjudul Qur’anic Society karangan Ali Nurdin (2006)
macam-macamnya seperti ummah wahidah, ummah wasathan, ummah muqtasidah, khairu
ummah, dan baldatun thayyibah. Itu semua merupakan term al-qur’an yang menunjuk
arti masyarakat ideal.
Jadi,
khairu ummah merupakan salah satu upaya dari perwujudan untuk bisa mencapai
masyarakat yang ideal yang sehingga bisa dikatakan unggul atau terbaik. Jika
masyarakat bisa menerapkan upaya tersebut maka masyarakat bisa dikatakan
sebagai masyarakat madani. Sebagaimana masyarakat madani tersebut pernah
terwujud pada masa Nabi Muhammad Saw saat memimpin Madinah Al-Munawaroh.
Masyarakat madani membangun negeri dengan dasar keimanan dan ketakwaan,
sehingga berkah Allah Swt senantiasa dilimpahkan, seperti tercantum didalam Q.S Al-A’raf/7 : 96.
Masyarakat ideal akan terbentuk
jika telah diupayakannya suatu praktik sosial yang sesuai dengan ajaran Allah
Swt. Yang pertama, benar-benar memahami makna bahwa setiap mukmin adalah saudara,
tanpa saudara mustahil sekali masyarakat yang berkualitas dapat ditegakkan,
dengan menyadari hal itu maka segala bentuk permusuhan harus dihindari. Jika
diantara masyarakat ada pertikaian masyarakat yang lain harus bisa menjadi
penengah untuk mendamaikan pertikaian itu. Al-qur’an juga memerintahkan kepada
kita untuk tidak saling menghina dan mencari-cari kesalahan orang lain seperti
dalam Q.S Al-Hujurat/49 : 10-12.
Kedua,setiap anggota masyarakat bertanggung jawab dalam mewujudkan masyarakat
yang berperadaban, seperti dalam QS.
Ar-Ra’du/13 : 11. Dengan seperti itu
maka perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik akan terwujud. Ketiga,
masyarakat secara kolektif harus bertanggung
jawab terhadap perilaku anggota masyarakat yang telah bersikap dzalim,
karena azab itu akan dilimpahkan kepada masyarakat secara kolektif, seperti
dalam Q.S Al-Anfal/8:25. Yang keempat, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar.
Konsep amar ma’ruf nahi munkar disini adalah nilai-nilai universal yang
dibentuk dan diyakini oleh kelompok masyarakat tertentu dimana keberadaannya
tidak bertentangan dengan ayat-ayat Allah Swt.
Amar ma’ruf nahi munkar
bukanlah suatu aktivitas yang anarkis, akan tetapi sebagai upaya untuk
menegakkan kebenaran yang pada dasarnya amat dibutuhkan oleh manusia. Kelima,
saling menasihati dan tolong menolong yang tercantum dalam Q.S Al-Ashr ayat 1-3 dan
Q.S Al-Maidah/15 : 2.
Keenam, prinsip musyawarah sebagai upaya pemecahan masalah, tercantum dalam Q.S Ali-Imron/3:159.
Musyawarah yang dilakukan tidaklah mengutamakan suara terbanyak semata, akan
tetapi musyawarah dilaksanakan dengan hati yang ikhlas serta berlandaskan
kepada ajaran islam.
Disinilah
perbedaan konsep demokrasi sekuler dengan konsep demokrasi musyawarah dalam
islam. Dalam sekuler, persoalan apapun dapat dibahas dan diputuskan. Akan
tetapi dalam syura yang diajarkan dalam islam tidak dibenarkan memusyawarahkan
segala sesuatu yang telah ada ketetapannya dari Tuhan secara tegas dan pasti,
dan tidak pula dibenarkan menetapkan hal-hal yang bertentangan dengan
prinsip-prinsip ajaran ilahi. Prinsip toleransi yang telah tercantum dalam Q.S
An-Nisa/4:1 telah dijelaskan bahwa sesama manusia, meski berbeda suku, bangsa
dan agama harus senantiasa saling menghargai dan menyayangi, karena semua
manusia adalah ciptaan Allah Swt yang penciptannya itu sama.
Dengan
demikian, konsep persaudaraan yang diatur dalam islam bukan hanya sesama umat
islam, tetapi juga dengan agama lain. Namun, perlu diingat untuk kerja sama
dalam hal aqidah tidak boleh ada toleransi sebagaimana telah dijelaskan dalam
surat Al-Kafirun. Sementara, kerja sama dibidang kemasyarakatan harus
dilaksanakan dengan prinsip toleransi tersebut.
Begitupun
sama dengan apa yang ada pada buku yang berjudul “Qur’anic Society” karangan
Ali Nurdin (2006) menjelaskan bahwa ciri-ciri khusus masyarakat ideal
diantaranya musyawarah, keadilan, persaudaraan, dan toleransi.
Beberapa
pandangan yang terdapat dalam Al-qur’an yang berkaitan dengan masyarakat telah
dijelaskan secara lebih jelas. Sehingga setelah kita semua mengetahui itu semua
maka harus terus dikaji dan diaplikasikan dalam kehidupan kita. Dengan
demikian, tujuan manusia untuk membentuk masyarakat yang berperadaban tinggi
sehingga sesuai dengan pengertian masyarakat khairu ummah yang tidak terlepas
dari ridho Allah Swt akan terwujud.
Akan
tetapi, coba kita tengok kembali, apakah kehidupan masyarakat telah sesuai
dengan firman Allah surat Ali-Imron ayat 110, yakni yang berbunyi “Kuntu khaira
ummatin ukhrijat linnasi ta’muruna bil ma’rufi wa tanhauna ‘anil munkari wa
tu’minuna billah”. Ayat ini pada dasranya sebagai penegas posisi sekaligus
pengarah bagi umat Nabi Muhammad Saw yang disebut-sebut sebagai umat terbaik di
muka bumi. Pada kenyataannya ummat saat ini justru kehilangan jati diri yang
sebenarnya yang telah dicontohkan oleh suri tauladan Nabi Muhammad Saw sebagai
insan termulia sepanjang sejarah kehidupan manusia. Beliaulah Nabi yang juga
pemimpin ummat dengan karakter tegas, dipercaya, amanah, tabligh dan fathanah,
beliau yang cinta pada masyarakat, rakyat dan ummatnya.
Menjadikan
al-qur’an sebagai pedoman hidup adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi,
karena bagi orang yang mengaku Allah sebagai Tuhannya, dan Nabi Muhammad Saw
sebagai Rasulnya, maka mempercayai Al-qur’an sebagai kitab suci yang menjadi
mukjizat terbesar baginda Nabi menjadi satu keniscayaan dan wajib hukumnya.
“Negara
dan Masyarakat”
Saya
kutip dari buku yang berjudul qur’anic society karangan Ali nurdin (2006),
Al-qur’an merupakan kitab suci umat islam yang merupakan kumpulan firman-firman
Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Diantara tujuan utama
diturunkannya Al-qur’an adalah untuk menjadi pedoman manusia dalam menata
kehidupan mereka supaya memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Agar
tujuan itu direalisasikan oleh manusia maka Al-qur’an datang dengan
petunjuk-petunjuk dan konsep-konsep, baik yang bersifat global maupun
terperinci, yang tersurat ataupun yang tersirat dalam berbagai persoalan dan
bidang kehidupan.
Salah
satu persoalan pokok yang seringdibicarakan
oleh Al-qur’an adalah tentang masyarakat. Walaupun Al-qur’an bukan kitab
ilmiah, namun didalamnya banyak sekali dibicarakan tentang masyarakat. Ini
disebabkan karena fungsi utamanya adalah mendorong lahirnya perubahan-perubahan
positif dalam masyarakat. Dapat dipahami ketika Al-qur’an ini memperkenalkan
sekian banyak hukum-hukum yang berkaitan dengan tegak runtuhnya masyarakat.
Maka bisa dikatakan bahwa Al-qur’an itu merupakan buku pertama yang
memperkenalkan hukum-hukum kemasyarakatan.
Atas
dasar seperti itu, saya setuju dengan apa yang telah dijelaskan tentang
pembagian masyarakat tersebut, karena tidak ada yang ragu jika hal itu sudah
dijelaskan oleh Al-qur’an. Sayapun satu pendapat dengan teori yang
diperkenalkan oleh seorang ilmuwan Ciccro yang mengenai civil society, karena
teori tersebut berkaitan sekali dengan masyarakat sosial yang telah dijelaskan
oleh al-qur’an tersebut. Jika permasalahan ini berkaitan dengan masyarakat,
tentunya ada hubungannya dengan negara karena dimana didalam suatu negara itu
terdapat salah satu unsur
berdirinya negara yang salah satunya itu adalah adanya masyarakat. Selain
Ciccro, Adam Ferguson pun menjelaskan beberapa ciri civil society, diantaranya
:
Ø Masyarakat yang
hidup di kota dan cara hidup orang kota.
Ø Memiliki kode hukum
atau perundang-undangan sebagai dasar pergaulan sosial, ekonomi dan politik.
Ø Memiliki perilaku
yang berdasarkan kesopanan.
Ø Melakukan kerja
sama antara sesama warga masyarakat berdasarkan aturan-aturan dan
pranata-pranata yang disepakati.
Dengan
adanya ciri-ciri tersebut, yang didalamnya menunjukkan bahwa masyarakat
tersebut hidup dalam keteraturan sehingga bisa dikatakan sebagai masyarakat
madani yang memiliki pengertian berkeadaban atau berbudaya.
“Negara
dan Lembaga”
Saya setuju juga dengan apa yang
disimpulkan oleh Hegel bahwa civil society itu suatu saat akan runtuh. karena memang benar sekali, civil society ini hanya dikuasai oleh kelompok tertentu saja dan termasuk kelompok
yang minoritas. Sehingga sifat civil society yang sesungguhnya tidak bermakna,
hanya sebagai batas teori dan samba lalu saja. Jika didalam suatu Negara
atau lembaga dapat mengaplikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam civil society
dengan baik. Maka semua jenis konflik yang
ada akan bisa dengan mudah diatasi dan terselesaikan dengan baik pula.
Dimateri ini juga menjelaskan bahwa
Negara yang disebut Negara
sosialis itu mengemban misi untuk menghilangkan kelas atau perbedaan social.
Dengan seperti itu, kemakmuran dan kesejahteraan sudah pasti didapat sesuai dengan misi
Negara tersebut. Akan tetapi, jika dilihat dari bentuk ketidak sesuainya dengan
civil society yang sesungguhnya, konflik- konflik yang
muncul saat ini semakin kompleks dan bervariasi. Untuk itu, sangat dibutuhkan adanya suatu lembaga mekanisme
yang dapat mengatasi konflik-konflik tersebut.
Saya tidak setuju dengan pendapat bahwa sebab
civil society adalah sebuah masyarakat yang penuh dengan kemunkaran.
Karena jika kita kembali melihat ciri-ciri yang disampaikan oleh Adam Ferguson, maka hal itu sangat bertolak belakang dengan ciri-ciri
civil society tersebut. Menurut pandangan lain pun berpendapat bahwa Negara
adalah sebuah institusi yang penting yang menegakkan amar ma’ruf dalam masyarakat.
Jadi saya tarik kesimpulan, jika Negara itu benar-benar menegakkan amar ma’ruf maka tidak akan ada kemunkaran-kemunkaran
yang dilakukan oleh masyarakat, apalagi jika masyarakatnya mempunyai kesadaran yang
tinggi dan bertanggung jawab atas dirinya.
Itulah komentar-komentar yang
dapat saya berikan, jika ada yang tidak sependapat dengan saya, itu hal yang wajar,
karena setiap orang meskipun orang kembar pasti mempunyai pendapat yang berbeda.
Dan itu semua harus dihargai, karena di dalam Negara
kita berlaku kebebasan untuk menyampaikan pendapat. :D
Terima Kasih
Semoga
Bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar