Start

Kamis, 12 Februari 2015

Perwujudan Masyarakat Khairu Ummah



“Perwujudan Masyarakat Khairu Ummah”
Oleh
Nur’aeni
Mahasiswa Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Semester 2
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
            Saya setuju dengan pendapat Muhammad Ali yang menyatakan bahwa umat pilihan itu adalah umat islam. Karena di dalam Q.S Ali-Imron : 110 itu yang berbunyi : “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah kepada yang munkar, dan beriman kepada Allah”. Secara tidak langsung ayat tersebut menguatkan pendapat Muhammad Ali. Karena disitu disebutkan dibagian terakhir ayat yang beriman kepada Allah, otomatis orang-orang yang beriman kepada Allah yaitu orang islam yang biasa disebut dengan kaum muslim. Kenapa Allah memilihumatislamsebagaiumatpiliahan, karena Allah lebihmengistimewakanumatislamdibandingumatlainnya.
Seperti yang telah dijelaskan, bahwa perwujudan masyarakat khairu ummah itu mempunyai pengertian umat terbaik ataupun umat yang unggul. Disini saya akan memberikan pengertian yang lebih jelas lagi mengenai hal itu. Benar sekali khairu ummah itu merupakan sebutan untuk umat terbaik, karena didalam konsep masyarakat menurut al-qur’an telah digambarkan bahwa Allah Swt telah menciptakan manusia itu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling kenal mengenal, sehingga manusia pun disebut sebagai makhluk sosial.
Oleh karena itu, untuk mempertahankan eksistensi sebagai makhluk sosial diperlukannya upaya untuk mewujudkan masyarakat ideal yang dimana Allah ridho didalamnya. Masyarakat yang ideal menurut al-qur’an yang telah dijelaskan oleh Muhammad Kosim dan juga terdapat dalam buku yang berjudul Qur’anic Society karangan Ali Nurdin (2006) macam-macamnya seperti ummah wahidah, ummah wasathan, ummah muqtasidah, khairu ummah, dan baldatun thayyibah. Itu semua merupakan term al-qur’an yang menunjuk arti masyarakat ideal.
            Jadi, khairu ummah merupakan salah satu upaya dari perwujudan untuk bisa mencapai masyarakat yang ideal yang sehingga bisa dikatakan unggul atau terbaik. Jika masyarakat bisa menerapkan upaya tersebut maka masyarakat bisa dikatakan sebagai masyarakat madani. Sebagaimana masyarakat madani tersebut pernah terwujud pada masa Nabi Muhammad Saw saat memimpin Madinah Al-Munawaroh. Masyarakat madani membangun negeri dengan dasar keimanan dan ketakwaan, sehingga berkah Allah Swt senantiasa dilimpahkan, seperti tercantum didalam Q.S Al-A’raf/7 : 96.
            Masyarakat ideal akan terbentuk jika telah diupayakannya suatu praktik sosial yang sesuai dengan ajaran Allah Swt. Yang pertama, benar-benar memahami makna bahwa setiap mukmin adalah saudara, tanpa saudara mustahil sekali masyarakat yang berkualitas dapat ditegakkan, dengan menyadari hal itu maka segala bentuk permusuhan harus dihindari. Jika diantara masyarakat ada pertikaian masyarakat yang lain harus bisa menjadi penengah untuk mendamaikan pertikaian itu. Al-qur’an juga memerintahkan kepada kita untuk tidak saling menghina dan mencari-cari kesalahan orang lain seperti dalam Q.S Al-Hujurat/49 : 10-12. Kedua,setiap anggota masyarakat bertanggung jawab dalam mewujudkan masyarakat yang berperadaban, seperti dalam QS. Ar-Ra’du/13 : 11.  Dengan seperti itu maka perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik akan terwujud. Ketiga, masyarakat secara kolektif harus bertanggung  jawab terhadap perilaku anggota masyarakat yang telah bersikap dzalim, karena azab itu akan dilimpahkan kepada masyarakat secara kolektif, seperti dalam Q.S Al-Anfal/8:25. Yang keempat, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar. Konsep amar ma’ruf nahi munkar disini adalah nilai-nilai universal yang dibentuk dan diyakini oleh kelompok masyarakat tertentu dimana keberadaannya tidak bertentangan dengan ayat-ayat Allah Swt.
Amar ma’ruf nahi munkar bukanlah suatu aktivitas yang anarkis, akan tetapi sebagai upaya untuk menegakkan kebenaran yang pada dasarnya amat dibutuhkan oleh manusia. Kelima, saling menasihati dan tolong menolong yang tercantum dalam Q.S Al-Ashr ayat 1-3 dan Q.S Al-Maidah/15 : 2. Keenam, prinsip musyawarah sebagai upaya pemecahan masalah, tercantum dalam Q.S Ali-Imron/3:159. Musyawarah yang dilakukan tidaklah mengutamakan suara terbanyak semata, akan tetapi musyawarah dilaksanakan dengan hati yang ikhlas serta berlandaskan kepada ajaran islam.
            Disinilah perbedaan konsep demokrasi sekuler dengan konsep demokrasi musyawarah dalam islam. Dalam sekuler, persoalan apapun dapat dibahas dan diputuskan. Akan tetapi dalam syura yang diajarkan dalam islam tidak dibenarkan memusyawarahkan segala sesuatu yang telah ada ketetapannya dari Tuhan secara tegas dan pasti, dan tidak pula dibenarkan menetapkan hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran ilahi. Prinsip toleransi yang telah tercantum dalam Q.S An-Nisa/4:1 telah dijelaskan bahwa sesama manusia, meski berbeda suku, bangsa dan agama harus senantiasa saling menghargai dan menyayangi, karena semua manusia adalah ciptaan Allah Swt yang penciptannya itu sama.
            Dengan demikian, konsep persaudaraan yang diatur dalam islam bukan hanya sesama umat islam, tetapi juga dengan agama lain. Namun, perlu diingat untuk kerja sama dalam hal aqidah tidak boleh ada toleransi sebagaimana telah dijelaskan dalam surat Al-Kafirun. Sementara, kerja sama dibidang kemasyarakatan harus dilaksanakan dengan prinsip toleransi tersebut.
            Begitupun sama dengan apa yang ada pada buku yang berjudul “Qur’anic Society” karangan Ali Nurdin (2006) menjelaskan bahwa ciri-ciri khusus masyarakat ideal diantaranya musyawarah, keadilan, persaudaraan, dan toleransi.
            Beberapa pandangan yang terdapat dalam Al-qur’an yang berkaitan dengan masyarakat telah dijelaskan secara lebih jelas. Sehingga setelah kita semua mengetahui itu semua maka harus terus dikaji dan diaplikasikan dalam kehidupan kita. Dengan demikian, tujuan manusia untuk membentuk masyarakat yang berperadaban tinggi sehingga sesuai dengan pengertian masyarakat khairu ummah yang tidak terlepas dari ridho Allah Swt akan terwujud.
            Akan tetapi, coba kita tengok kembali, apakah kehidupan masyarakat telah sesuai dengan firman Allah surat Ali-Imron ayat 110, yakni yang berbunyi “Kuntu khaira ummatin ukhrijat linnasi ta’muruna bil ma’rufi wa tanhauna ‘anil munkari wa tu’minuna billah”. Ayat ini pada dasranya sebagai penegas posisi sekaligus pengarah bagi umat Nabi Muhammad Saw yang disebut-sebut sebagai umat terbaik di muka bumi. Pada kenyataannya ummat saat ini justru kehilangan jati diri yang sebenarnya yang telah dicontohkan oleh suri tauladan Nabi Muhammad Saw sebagai insan termulia sepanjang sejarah kehidupan manusia. Beliaulah Nabi yang juga pemimpin ummat dengan karakter tegas, dipercaya, amanah, tabligh dan fathanah, beliau yang cinta pada masyarakat, rakyat dan ummatnya.
            Menjadikan al-qur’an sebagai pedoman hidup adalah hal yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, karena bagi orang yang mengaku Allah sebagai Tuhannya, dan Nabi Muhammad Saw sebagai Rasulnya, maka mempercayai Al-qur’an sebagai kitab suci yang menjadi mukjizat terbesar baginda Nabi menjadi satu keniscayaan dan wajib hukumnya.


“Negara dan Masyarakat”
            Saya kutip dari buku yang berjudul qur’anic society karangan Ali nurdin (2006), Al-qur’an merupakan kitab suci umat islam yang merupakan kumpulan firman-firman Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Diantara tujuan utama diturunkannya Al-qur’an adalah untuk menjadi pedoman manusia dalam menata kehidupan mereka supaya memperoleh kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Agar tujuan itu direalisasikan oleh manusia maka Al-qur’an datang dengan petunjuk-petunjuk dan konsep-konsep, baik yang bersifat global maupun terperinci, yang tersurat ataupun yang tersirat dalam berbagai persoalan dan bidang kehidupan.
            Salah satu persoalan pokok yang seringdibicarakan oleh Al-qur’an adalah tentang masyarakat. Walaupun Al-qur’an bukan kitab ilmiah, namun didalamnya banyak sekali dibicarakan tentang masyarakat. Ini disebabkan karena fungsi utamanya adalah mendorong lahirnya perubahan-perubahan positif dalam masyarakat. Dapat dipahami ketika Al-qur’an ini memperkenalkan sekian banyak hukum-hukum yang berkaitan dengan tegak runtuhnya masyarakat. Maka bisa dikatakan bahwa Al-qur’an itu merupakan buku pertama yang memperkenalkan hukum-hukum kemasyarakatan.
            Atas dasar seperti itu, saya setuju dengan apa yang telah dijelaskan tentang pembagian masyarakat tersebut, karena tidak ada yang ragu jika hal itu sudah dijelaskan oleh Al-qur’an. Sayapun satu pendapat dengan teori yang diperkenalkan oleh seorang ilmuwan Ciccro yang mengenai civil society, karena teori tersebut berkaitan sekali dengan masyarakat sosial yang telah dijelaskan oleh al-qur’an tersebut. Jika permasalahan ini berkaitan dengan masyarakat, tentunya ada hubungannya dengan negara karena dimana didalam suatu negara itu terdapat salah satu unsur berdirinya negara yang salah satunya itu adalah adanya masyarakat. Selain Ciccro, Adam Ferguson pun menjelaskan beberapa ciri civil society, diantaranya :
Ø  Masyarakat yang hidup di kota dan cara hidup orang kota.
Ø  Memiliki kode hukum atau perundang-undangan sebagai dasar pergaulan sosial, ekonomi dan politik.
Ø  Memiliki perilaku yang berdasarkan kesopanan.
Ø  Melakukan kerja sama antara sesama warga masyarakat berdasarkan aturan-aturan dan pranata-pranata yang disepakati.
            Dengan adanya ciri-ciri tersebut, yang didalamnya menunjukkan bahwa masyarakat tersebut hidup dalam keteraturan sehingga bisa dikatakan sebagai masyarakat madani yang memiliki pengertian berkeadaban atau berbudaya.

“Negara dan Lembaga”
            Saya setuju juga dengan apa yang disimpulkan oleh Hegel bahwa civil society itu suatu saat akan runtuh. karena memang benar sekali, civil society ini hanya dikuasai oleh kelompok tertentu saja dan termasuk kelompok yang minoritas. Sehingga sifat civil society yang sesungguhnya tidak bermakna, hanya sebagai batas teori dan samba lalu saja. Jika didalam suatu Negara atau lembaga dapat mengaplikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam civil society dengan baik. Maka semua jenis konflik yang ada akan bisa dengan mudah diatasi dan terselesaikan dengan baik pula.
            Dimateri ini juga menjelaskan bahwa Negara yang disebut Negara sosialis itu mengemban misi untuk menghilangkan kelas atau perbedaan social. Dengan seperti itu, kemakmuran dan kesejahteraan sudah pasti didapat sesuai dengan misi Negara tersebut. Akan tetapi, jika dilihat dari bentuk ketidak sesuainya dengan civil society yang sesungguhnya, konflik- konflik yang muncul saat ini semakin kompleks dan bervariasi. Untuk itu, sangat dibutuhkan adanya suatu lembaga mekanisme yang dapat mengatasi konflik-konflik tersebut.
            Saya tidak setuju dengan pendapat bahwa sebab civil society adalah sebuah masyarakat yang penuh dengan kemunkaran. Karena jika kita kembali melihat ciri-ciri yang disampaikan oleh Adam Ferguson, maka hal itu sangat bertolak belakang dengan ciri-ciri civil society tersebut. Menurut pandangan lain pun berpendapat bahwa Negara adalah sebuah institusi yang penting yang menegakkan amar ma’ruf dalam masyarakat. Jadi saya tarik kesimpulan, jika Negara itu benar-benar menegakkan amar ma’ruf maka tidak akan ada kemunkaran-kemunkaran yang dilakukan oleh masyarakat, apalagi jika masyarakatnya mempunyai kesadaran yang tinggi dan bertanggung jawab atas dirinya.
            Itulah komentar-komentar yang dapat saya berikan, jika ada yang tidak sependapat dengan saya, itu hal yang wajar, karena setiap orang meskipun orang kembar pasti mempunyai pendapat yang berbeda. Dan itu semua harus dihargai, karena di dalam Negara kita berlaku kebebasan untuk menyampaikan pendapat. :D
Terima Kasih
Semoga Bermanfaat

Tidak ada komentar: