Aksi
Solidaritas Salim kancil
Oleh Nur’aeni
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Semester 3
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Cirebon,7 oktober 2015 HMJ
PMI mengadakan suatu aksi solidaritas berupa diskusi film tentang Salim Kancil. Ini merupakan kali kedua diadakannya
diskusi film yang sebelumnya mengangkat masalah Urut Sewu yang permasalahannya
bisa dikatakan sama, yaitu mengenai penuntutan hak dan keadilan. Selaku aktivis
mahasiswa yang peduli akan fenomena sosial disekitarnya pasti akan peka
terhadap apa yang terjadi pada masyarakatnya terutama mengenai konflik agraria
yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Mahasiswa yang notabene nya mengambil
jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, naïf sekali jika seorang mahasiswa
jurusan Pengembangan Masyarakat Islam tidak mengetahui permasalahan sosial yang
ada. Acara ini tidak hanya ditujukan untuk mahasiswa PMI saja, melainkan HMJ
PMI mengundang mahasiswa jurusan lain untuk menghadiri atau ikut berkontribusi
dalam acara, agar mereka tahu dan peka terhadap kondisi sosial atau permasalahan yang saat ini sedang menimpa
Negara kita, lebih khususnya di daerah
Lumajang, Jawa Timur. Oleh karena itu, perlulah adanya diskusi film ini untuk
mengangkat permasalahan yang ada di daerah Lumajang Jawa Timur yang telah
menimpa Salim Kancil. Tidak hanya diskusi film saja, namun dalam kegiatan ini
mengadakan juga bentuk kepedulian kita terhadap Salim Kancil berupa
penggalangan dana dan tahlilan.
Di dalam kertas pengumuman
yang ditempel di tembok-tembok dan papan pengumuman tertuliskan sebuah synopsis
mengenai Salim Kancil, mungkin dengan synopsis ini bisa memahamkan pembaca yang
sebelumnya tidak mengetahui permasalahan Salim Kancil sedikitnya dapat
mengetahuinya. Sinopsis itu tertuliskan demikian :
Pasir
Berdarah di Tanah Lumajang…
Sekali lagi kekerasan terhadap pejuang pembela
keselamatan lingkungan kembali terjadi. Sabtu, 25 September 2015, dua orang
warga desa Selok Awar-Awar yang dikenal sebagai aktivis penolak tambang pasir
yang tergabung dalam Forum Komunitas Masyarakat peduli Desa Selok Awar-Awar,
kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang diambil paksa dari rumahnya, kemudian
dianiaya oleh kurang lebih 40 orang hingga mengakibatkan satu orang meninggal
dan satu orang terluka parah.
“Ini mengenai masalah humanisme atau kemanusiaan, yang
dimana kejadian seperti itu bisa saja terjadi di daerah kita sendiri. Jika
dibiarkan begitu saja maka kekerasan dan pembunuhan akan dianggap biasa kalau
tidak ada seorang pun yang menuntut atau memperdulikan masalah tersebut”, tutur
Arif Abdul wahid selaku Kosma Jurusan PMI Semester 3 sekaligus peserta diskusi
film Salim Kancil.
Seperti yang telah diketahui
oleh khalayak umum, bahwa di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur tepatnya di kampung
Salim Kancil merupakan penghasil tambang pasir besi terbanyak dan terbaik di
Indonesia. Tidak heran jika banyak orang yang ingin memanfaatkan sumber daya
alam tersebut. Karena dilatar belakangi oleh banyaknya pembangunan-pembangunan
yang dilakukan, tempat itulah yang menjadi salah satu incaran para investor
untuk mengambil alih sumber daya yang ada di kampung Salim Kancil secara
illegal dan tentunya sangat merugikan masyarakat setempat.
Dengan adanya undang-undang
desa yang memperbolehkan desa mengelola kekayaan desanya dan boleh mendirikan
BUMD (Badan Usaha Milik Desa) kepala desa di daerah Lumajang menyalahgunakan
undang-undang tersebut, dia menggunaan otoritasnya untuk mempertebal kantongnya
sendiri, dengan dalih mau membuat tempat pariwisata di daerah sekitar pantai
yang ada di daerah Lumajang itu, dia mendatangkan alat-alat berat seperti beko,
mobil pengangkut barang dan alat berat lainnya yang katanya itu untuk meratakan
tempat tersebut, sehingga nantinya gampang untuk menata tempat wisata itu, tapi
nyatanya apa? tempat itu malah dikeruk, pasirnya dibawa keluar sehingga banyak
sekali pantai-pantai yang kehilangan pasir sebagai penangkal abrasi.
Mengapa
salim dkk melawan?
Menurut pemamparan Pak Faiz
selaku ketua Jurusan PMI, bahwasannya pasir di daerah Lumajang itu memiliki 2
jenis pasir, pasir yang pertama yang berada di pantai Lumajang itu bukan pasir
biasa yaitu pasir yang sangat bagus untuk bahan material bangunan sehingga banyak peminatnya, dan pasir
yang ke dua yaitu pasir yang ada di daerah salim Kancil, Desa selok Awar Awar,
yaitu pasir yang memiliki kandungan besi yang besar, kisaran kurang lebih 60%,
dan pasir ini tidak cocok untuk bahan bangunan karena memiliki kadar garam yang
tinggi. Namun, harganya lumayan menggiurkan, oleh karena itu banyak para
investor baik daerah maupun asing mengincar daerah tersebut.
Sebelumnya, pada saat ada pemilihan kepala desa, diantara calon
kepala desanya, yaitu pak Haryono. Pada waktu itu dia mempunyai tim sukses yang
dinamakan dengan tim 12, mereka bertugas berkampanye kepada masyarakat desanya
supaya memilih pak Haryono. Dan akhirnya pak Haryono pun berhasil terpilih
menjadi kepala Desa Selok Awar-Awar.
Tugas Tim 12 itu pun tidak
berhenti pada saat pemilihan kepala desa saja, namun mereka berlanjut menjadi tim
khusus untuk mengawal pertambangan pasir itu. Yang dimana dengan dikawal oleh
mereka, tidak ada masyarakat yang berani melawan mereka. Mereka dikenal sebagai
preman utusan kepala Desa. Ketika para preman itu melakukan suatu penindasan
terhadap orang-orang yang menolak penambangan tersebut, warga hanya bisa diam
saja meskipun penindasan itu terjadi di depan mata mereka. Masyarakat hanya
bisa menyaksikan begitu saja tanpa ada perlawanan. Tradisi daerah disana sama
dengan di sampit yang apabila ada masalah, mereka tidak segan segan untuk
membunuh, bahkan ketika aksi (demo) pun mereka membawa cerulit.
Salim Kancil adalah salah
seorang petani yang berani melawan untuk menolak penambangan yang terjadi di
desanya, karena ini menyangkut lahan pertaniannya. Jika terus menerus dibiarkan
begitu saja maka sawah yang mereka punya bisa menjadi rusak dan sangat
mengganggu aktivitas kelangsungan bertani mereka. Ketika adanya penambangan di
wilayah itu, petani pun resah karena air laut yang sebelumnya jauh itu semakin
mendekat ke lahan pertanian warga dan mengakibatkan ketika pasang air laut masuk ke lahan
pertanian warga. Hal itulah yang membuat Salim terus berjuang keras hingga
nyawa taruhannya ia tak peduli, asalkan keadilan itu kembali ia dapatkan demi
keselamatan lahan pertaniannya dari pencemaran penambangan yang ada. Namun, ia
sudah tidak bisa berjuang lagi, karena ia berhasil terbunuh oleh para
sekelompok orang yang pro terhadap pertambangan itu dengan cara yang tidak
berperi kemanusiaan. Tragedi Salim adalah satu dari sedikit contoh betapa
Negara absen dalam melindungi rakyatnya. Penindasan terus terjadi dibeberapa
wilayah, namun belum ada tindakan nyata dari Negara dalam menyelesaikannya.
Oleh sebab itulah, tragedy yang menimpa Salim ini menggugah masyarakat sekitar
untuk melanjutkan perjuangan Salim Kancil dalam menuntut keadilan tersebut.
Sehingga sampailah diadakannya suatu aksi solidaritas di berbagai wilayah
berupa apapun agar kejadian yang seperti demikian tidak terulang lagi di daerah lainnya. Dan semoga kasus ini bisa
diproses dengan sebaiknya oleh aparat hukum Negara.
Subur Tirani Di Tanah Kami.
Di Tanah Kami Nyawa Tak Semahal Tambang.
Salim Kancil!!! "Kami Tetap Ada dan Berlipat Ganda".
1 komentar:
Mantab Solidaritas kemanusiaan Islam
aksi solidaritas
Posting Komentar