Start

Jumat, 09 Oktober 2015

Aksi Solidaritas Salim Kancil



Aksi Solidaritas Salim kancil
Oleh Nur’aeni
Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Semester 3
IAIN Syekh Nurjati Cirebon

Cirebon,7 oktober 2015 HMJ PMI mengadakan suatu aksi solidaritas berupa diskusi film tentang  Salim Kancil. Ini merupakan kali kedua diadakannya diskusi film yang sebelumnya mengangkat masalah Urut Sewu yang permasalahannya bisa dikatakan sama, yaitu mengenai penuntutan hak dan keadilan. Selaku aktivis mahasiswa yang peduli akan fenomena sosial disekitarnya pasti akan peka terhadap apa yang terjadi pada masyarakatnya terutama mengenai konflik agraria yang terjadi di Indonesia belakangan ini. Mahasiswa yang notabene nya mengambil jurusan Pengembangan Masyarakat Islam, naïf sekali jika seorang mahasiswa jurusan Pengembangan Masyarakat Islam tidak mengetahui permasalahan sosial yang ada. Acara ini tidak hanya ditujukan untuk mahasiswa PMI saja, melainkan HMJ PMI mengundang mahasiswa jurusan lain untuk menghadiri atau ikut berkontribusi dalam acara, agar mereka tahu dan peka terhadap kondisi sosial atau  permasalahan yang saat ini sedang menimpa Negara  kita, lebih khususnya di daerah Lumajang, Jawa Timur. Oleh karena itu, perlulah adanya diskusi film ini untuk mengangkat permasalahan yang ada di daerah Lumajang Jawa Timur yang telah menimpa Salim Kancil. Tidak hanya diskusi film saja, namun dalam kegiatan ini mengadakan juga bentuk kepedulian kita terhadap Salim Kancil berupa penggalangan dana dan tahlilan.
Di dalam kertas pengumuman yang ditempel di tembok-tembok dan papan pengumuman tertuliskan sebuah synopsis mengenai Salim Kancil, mungkin dengan synopsis ini bisa memahamkan pembaca yang sebelumnya tidak mengetahui permasalahan Salim Kancil sedikitnya dapat mengetahuinya. Sinopsis itu tertuliskan demikian :
Pasir Berdarah di Tanah Lumajang…
Sekali lagi kekerasan terhadap pejuang pembela keselamatan lingkungan kembali terjadi. Sabtu, 25 September 2015, dua orang warga desa Selok Awar-Awar yang dikenal sebagai aktivis penolak tambang pasir yang tergabung dalam Forum Komunitas Masyarakat peduli Desa Selok Awar-Awar, kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang diambil paksa dari rumahnya, kemudian dianiaya oleh kurang lebih 40 orang hingga mengakibatkan satu orang meninggal dan satu orang terluka parah.
“Ini mengenai masalah humanisme atau kemanusiaan, yang dimana kejadian seperti itu bisa saja terjadi di daerah kita sendiri. Jika dibiarkan begitu saja maka kekerasan dan pembunuhan akan dianggap biasa kalau tidak ada seorang  pun yang menuntut  atau memperdulikan masalah tersebut”, tutur Arif Abdul wahid selaku Kosma Jurusan PMI Semester 3 sekaligus peserta diskusi film Salim Kancil.
Seperti yang telah diketahui oleh khalayak umum, bahwa di Kabupaten Lumajang, Jawa Timur tepatnya di kampung Salim Kancil merupakan penghasil tambang pasir besi terbanyak dan terbaik di Indonesia. Tidak heran jika banyak orang yang ingin memanfaatkan sumber daya alam tersebut. Karena dilatar belakangi oleh banyaknya pembangunan-pembangunan yang dilakukan, tempat itulah yang menjadi salah satu incaran para investor untuk mengambil alih sumber daya yang ada di kampung Salim Kancil secara illegal dan tentunya sangat merugikan masyarakat setempat.
Dengan adanya undang-undang desa yang memperbolehkan desa mengelola kekayaan desanya dan boleh mendirikan BUMD (Badan Usaha Milik Desa) kepala desa di daerah Lumajang menyalahgunakan undang-undang tersebut, dia menggunaan otoritasnya untuk mempertebal kantongnya sendiri, dengan dalih mau membuat tempat pariwisata di daerah sekitar pantai yang ada di daerah Lumajang itu, dia mendatangkan alat-alat berat seperti beko, mobil pengangkut barang dan alat berat lainnya yang katanya itu untuk meratakan tempat tersebut, sehingga nantinya gampang untuk menata tempat wisata itu, tapi nyatanya apa? tempat itu malah dikeruk, pasirnya dibawa keluar sehingga banyak sekali pantai-pantai yang kehilangan pasir sebagai penangkal abrasi.
Mengapa salim dkk melawan?
Menurut pemamparan Pak Faiz selaku ketua Jurusan PMI, bahwasannya pasir di daerah Lumajang itu memiliki 2 jenis pasir, pasir yang pertama yang berada di pantai Lumajang itu bukan pasir biasa yaitu pasir yang sangat bagus untuk bahan material  bangunan sehingga banyak peminatnya, dan pasir yang ke dua yaitu pasir yang ada di daerah salim Kancil, Desa selok Awar Awar, yaitu pasir yang memiliki kandungan besi yang besar, kisaran kurang lebih 60%, dan pasir ini tidak cocok untuk bahan bangunan karena memiliki kadar garam yang tinggi. Namun, harganya lumayan menggiurkan, oleh karena itu banyak para investor baik daerah maupun asing mengincar daerah tersebut.
Sebelumnya, pada  saat ada pemilihan kepala desa, diantara calon kepala desanya, yaitu pak Haryono. Pada waktu itu dia mempunyai tim sukses yang dinamakan dengan tim 12, mereka bertugas berkampanye kepada masyarakat desanya supaya memilih pak Haryono. Dan akhirnya pak Haryono pun berhasil terpilih menjadi kepala Desa Selok Awar-Awar.
Tugas Tim 12 itu pun tidak berhenti pada saat pemilihan kepala desa saja, namun mereka berlanjut menjadi tim khusus untuk mengawal pertambangan pasir itu. Yang dimana dengan dikawal oleh mereka, tidak ada masyarakat yang berani melawan mereka. Mereka dikenal sebagai preman utusan kepala Desa. Ketika para preman itu melakukan suatu penindasan terhadap orang-orang yang menolak penambangan tersebut, warga hanya bisa diam saja meskipun penindasan itu terjadi di depan mata mereka. Masyarakat hanya bisa menyaksikan begitu saja tanpa ada perlawanan. Tradisi daerah disana sama dengan di sampit yang apabila ada masalah, mereka tidak segan segan untuk membunuh, bahkan ketika aksi (demo) pun mereka membawa cerulit.
Salim Kancil adalah salah seorang petani yang berani melawan untuk menolak penambangan yang terjadi di desanya, karena ini menyangkut lahan pertaniannya. Jika terus menerus dibiarkan begitu saja maka sawah yang mereka punya bisa menjadi rusak dan sangat mengganggu aktivitas kelangsungan bertani mereka. Ketika adanya penambangan di wilayah itu, petani pun resah karena air laut yang sebelumnya jauh itu semakin mendekat ke lahan pertanian warga dan mengakibatkan  ketika pasang air laut masuk ke lahan pertanian warga. Hal itulah yang membuat Salim terus berjuang keras hingga nyawa taruhannya ia tak peduli, asalkan keadilan itu kembali ia dapatkan demi keselamatan lahan pertaniannya dari pencemaran penambangan yang ada. Namun, ia sudah tidak bisa berjuang lagi, karena ia berhasil terbunuh oleh para sekelompok orang yang pro terhadap pertambangan itu dengan cara yang tidak berperi kemanusiaan. Tragedi Salim adalah satu dari sedikit contoh betapa Negara absen dalam melindungi rakyatnya. Penindasan terus terjadi dibeberapa wilayah, namun belum ada tindakan nyata dari Negara dalam menyelesaikannya. Oleh sebab itulah, tragedy yang menimpa Salim ini menggugah masyarakat sekitar untuk melanjutkan perjuangan Salim Kancil dalam menuntut keadilan tersebut. Sehingga sampailah diadakannya suatu aksi solidaritas di berbagai wilayah berupa apapun agar kejadian yang seperti demikian tidak terulang lagi di  daerah lainnya. Dan semoga kasus ini bisa diproses dengan sebaiknya oleh aparat hukum Negara. 

Subur Tirani Di Tanah Kami.
Di Tanah Kami Nyawa Tak Semahal Tambang.
Salim Kancil!!! "Kami Tetap Ada dan Berlipat Ganda".


1 komentar:

Unknown mengatakan...

Mantab Solidaritas kemanusiaan Islam

aksi solidaritas