Oleh
Nur’aeni
Jurusan PMI Smester 3
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Sudah banyak tahu tentang
apa itu globalisasi. Jadi sudah tidak asing lagi ketika kita mendengar kata
globalisasi. Lalu, bayangan apa yang ada dibenak kita ketika kata globalisasi
itu disebutkan. Saya sendiri ketika mendengar kata globalisasi yang terbayang
yaitu teknologi, orang asing, kemewahan, persaingan, keributan dan
ketidakadilan. Banyak sekali hal-hal yang dipengaruhi dari adanya globalisasi.
Dari berubahnya nilai-nilai yang sudah ada, seolah-olah nilai itu bergeser
begitu saja ketika munculnya globalisasi ditengah-tengah kehidupan, terutama di
Negara kita, Indonesia. Apakah globalisasi itu sebuah ancaman buat kita?
Ataukah sebuah tantangan? Globalisasi bisa menjadi sebuah ancaman buat kita,
ketika kita tidak mampu memegang prinsip hidup bernegara dalam tata nilai yang
sudah terbentuk, berupa nilai positif. Dan bisa juga menjadi sebuah tantangan
bagi kita, karena dengan adanya globalisasi ini kita akan terus berpikir
kreatif dan berinovasi untuk berpikir bagaimana agar kita maju dan tidak
tertinggal oleh yang lainnya.
Globalisasi tidak mengenal
batas wilayah, batas wilayah sudah bukan menjadi penghalang lagi. Dengan demikian,
pergaulan antar bangsa begitu sangat mudah dan tentunya bisa menjadi peluang
buat kita untuk selalu berinovasi dalam segala aspek kehidupan yang kita hadapi
saat ini. Namun, dengan adanya pergaulan antar bangsa tersebut, munculah suatu
percampuran budaya yang biasa kita sebut dengan akulturasi budaya. akulturasi
bisa dikatakan sebagai produk dari globalisasi itu sendiri. Yang dimana dalam
akulturasi tersebut saling memperngaruhi antara budaya yang satu dengan budaya
yang lainnya. Kita bisa meniru budaya yang lain, dan begitu pula sebaliknya.
Lalu, apakah kita bisa mempertahankan budaya yang sudah ada agar tidak luntur
begitu saja ketika munculnya akulturasi ini, ataukah sebaliknya? Seharusnya
kita tetap mepertahankan tata nilai yang ada, yang dimana tata nilai itu
merupakan jati diri kita sebagai bangsa Indonesia.
Sikap ramah tamah dan gotong
royong merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Namun, pengaruh adanya globalisasi
sikap gotong royong semakin kesini semakin terkikis oleh masa. Dibuktikan
dengan apa? Dengan banyaknya berkembang sikap individualistis, yang dimana
sikap individualistis itu lebih mengutamakan kepentingan diri sendiri dibanding
kepentingan orang lain. Coba kita lihat salah satu contoh saja yaitu Hp, dengan
banyaknya perkembangan teknologi yang kita alami saat ini, Hp semakin
bervariatif model dan bentuknya. Hp yang dulunya bersifat biasa atau klasik
yang hanya bisa buat nelfon dan sms saja. Namun, ketika teknologi itu semakin canggih,
beralihlah Hp tersebut menjadi Hp android yang saat ini sudah kita nikmati
dalam keseharian kita, kita sudah merasakan kelebihan dari Hp tersebut. Segala
apapun bisa diakses dari Hp itu. Hanya sekedar memegang Hp kita sudah bisa
mengenal dunia. Sehingga terkadang kita lupa akan sekeliling kita. Kita lebih
asik memainkan Hp tanpa menghiraukan urusan lainnya. Tanpa kita sadari, dari
situlah sikap individualistis tumbuh dalam diri kita. Selain individualistis,
sifat materialistis pun hadir disini, dimana kita akan lebih condong kepada
sifat kebendaan, sehingga kekayaan dijadikan prioritas utama agar kita bisa menikmati
semua kemajuan teknologi dengan mudah. Hanya karena ingin memiliki sesuatu yang
diinginkan, segala usaha dilakukan, meskipun terkadang ada yang mendapatkannya
dengan cara yang salah yang semestisnya tidak pantas untuk dilakukan. Itulah
akibat dari adanya globalisasi dalam hal kemajuan teknologi. Baik buruknya
sudah pasti ada.
Tulisan ini masih dalam
proses pembelajaran, jika ada suatu kesalahan kata ataupun kalimat yang tidak
tepat, silahkan komentar dan berikan pula masukan, agar bisa membantu saya
untuk terus belajar menulis. Terima Kasih
^^
Ditulis tanggal 29 Oktober 2015, 11.47

Tidak ada komentar:
Posting Komentar