I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Sejarah
filsafat adalah sejarah pertarungan akal dan hati (iman) dalam berebut dominasi
mengendalikan jalan hidup manusia. Kadang-kadang akal menang mutlak,
kadang-kadang iman yang menang mutlak. Kedua-duanya membahayakan hidup manusia.
Yang menguntungkan hidup manusia ialah bila akal dan iman mendominasi hidup
manusia secara seimbang.
Dilihat dari
jurusan ini sekurang-kurangnya ada tiga filosof besar. Socrates yang berhasil
menghentikan pemikiran sofisme dan mendudukkan akal dan iman pada posisinya,
Descrates yang berhasil menghentikan dominasi iman (Kristen) ddan menghargai
akal, serta Kant yang berhasil menghentikan sofisme modern untuk mendudukkan
kembali akal dan iman pada kedudukan masing-masing. Dalam kerangka inilah
agaknya Kant mendapat tempat yang lebih dari lumayan di dalam sejarah filsafat.
Situasi
pemikiran yang dihadapi Kant sekalipun sama dengan situasi pemikiran yang
dihadapi oleh Socrates, pada esensinya benar-benar sudah mencapai titik kritis.
Argumen-argumen Kant dimuat didalam bukunya, Critique of Pure Reason dan
Critique of Practical Reason dan critique of Judgment.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan suatu
permasalahan, yaitu: Apakah kritisisme itu? Dan bagaimana isi dari buku
Immanuel Kant yang berjudul Critique of Pure Reason, Critique
of Practical Reason, dan critique of Judgment.
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui, mendeskripsikan dan bisa mengaplikasikan bagaimana kritisisme Immanuel Kant dalam
bukunya yang berjudul Critique of Pure Reason, Critique of
Practical Reason, dan critique of Judgment.
II. Pembahasan
A. Kritisisme
Secara harfiah, kata kritik berarti
pemisahan. Filsafat Kant berusaha membeda-bedakan antara pengenalan yang murni
dan yang tidak murni, yang tiada kepastiannya. Ia ingin membersihkan pengenalan
dari keterikatan kepada segala penampakan yang bersifat sementara. Jadi,
filsafatnya dimaksud sebagai penyadaran atas kemampuan-kemampuan rasio secara
obyektif dan menentukan batas-batas kemampuannya untuk memberi tempat iman dan
kepercayaan.[1]
Filsafat Kant merupakan titik tolak
periode baru bagi filsafat barat. Ia menyimpulkan dan mengatasi aliran
rasionalisme dan empirisme.[2]
Pada awalnya, Kant mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian tepengaruh oleh
empirisnya (Hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah
menerimanya karena ia mengetahui bahwa empirisme terkadang skep-tisisme. Untuk
itu, ia tetap mengakui kebenaran ilmu, dan dengan akal manusia akan dapat
mencapai kebenaran.[3]
Pendirian aliran Rasionalisme dan Empirisme sangat bertolak
belakang. Keduanya fanatik pada pandangan masing-masing. Rasionalisme berpendirian
bahwa rasio merupakan sumber pengenalan atau pengetahuan, sementara Empirisme berpendirian bahwa pengalaman
yang menjadi sumber pengetahuan. Immanuel Kant (1724-1804) berusaha mengadakan
perdamaian atas perbedaan antara keduanya dengan filsafatnya yang dinamakan Kriticisme (aliran yang kritis).[4]Untuk
itulah, ia menulis tiga bukunya berjudul : Kritik der Reinen Vernunft (kritik
atas rasio murni), Kritik der Urteilskraft (kritik daya pertimbangan).
Kritisisme adalah aliran yang lahir dari pemikiran Immanuel Kant yang terbentuk
sebagai ketidakpuasan atas aliran rasionalisme dan empirisme.
Akhirnya Kant mengakui peranan akal
dan keharusan empiris, kemudian dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun
pengetahuan bersumber dari akal (rasionalisme), tetapi adanya pengertian timbul
dari benda (empirisme). Ibarat burung terbang harus mempunyai sayap (rasio) dan
udara (empiri).
Jadi, metode berpikirnya disebut
kritis. Walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi
ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehingga
akal mengenal batas-batasnya. Karena itu aspek irrasionalitas dari kehidupan
dapat diterima kenyataanya.[5]
Adapun ciri-ciri Kritisisme adalah sebagai berikut:
a. Menganggap obyek pengenalan berpusat
pada subyek dan bukan pada obyek.
b.
Menegaskan
keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk mengetahui realitas atau hakikat
sesuatu, rasio hanya mampu menjangkau gejalanya atau fenomenanya saja.
Joko
Siswanto membagi pemikiran Kant menjadi empat periode[6]:
1. Periode
pertama, ketika ia masih berada dibawah bayang-bayang Leibniz-Wolff sampai
tahun 1760. Periode pertama biasa disebut sebagai periode rasionalistik.
2. Periode
kedua, berlangsung antara tahun 1760-1770 yang ditandai dengan semangat
skeptimisme, yang dikenal dengan periode empiristik karena dominasi pemikiran
empirisme Hume. Karya yang muncul adalah Dream of a Spirit Seer.
3. Periode
ketiga, Dimulai dari tahun 1770 yang dikenal dengan periode kritis. Karya yang
muncul diantaranya:
a. The Critique
of Pure Reason (1781)
b. Prolegomena
to any Future Methaphysics ( 1787 )
c. Metaphysical
Foundation of Rational Science ( 1786 )
d. Critique of
Practical Reason ( 1788 )
e. Critique of
Judgment ( 1790 )
4. Periode keempat, Berlangsung antara tahun 1790 sampai
akhir hayatnya, 1804. Pada periode ini perhatian Kant lebih pada
persoalan-persoalan agama dan social. Karyanya yang terpenting adalah Religion
Within the Boundaries of Pure Reason (1793), Religion Within Limits of Pure
Reason (1794), dan sekumpulan essai yang berjudul Eternal Peace (1795).[7]
Immanuel
Kant memulai filsafatnya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai
sumber pengetahuan manusia. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel
Kant tentang teori pengetahuan, etika, dan estetika. Setelah Kant mengadakan
penyelidikan (Kritik) terhadap pengetahuan akal, setelah itu, manusia terasa
bebas dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi kemajuan /peradaban
manusia.
Immanuel kant mengkritik empirisme, ia berpendapat
bahwa empirisme harus dilandasi dengan teori- teori dari rasionalisme sebelum
dianggap sah melalui proses epistomologi.
1. Kritik atas Rasio Murni (Critique
of Pure Reason)
Kritisisme
Kant dapat dianggap sebagai suatu usaha raksasa untuk mendamaikan rasionalisme
dan empirisme. Rasionalisme mementingkan unsure a priori dalam
pengenalan, berarti unsur-unsur yang terlepas dari segala pengalaman (seperti
misalnya “ide-ide bawaan” ala Descraes). Empirisme menekankan unsur-unsur aposteriori
berarti unsur-unsur yang berasal dari pengalaman (seperti Locke yang menganggap
rasio sebagai “lembaran putih”). Menurut Kant baik rasionalisme maupun
empirisme kedua-duanya berat sebelah. Ia berusaha menjelaskan bahwa pengenalan
manusia merupakan paduan antara unsur-unsur a priori dengan unsur-unsuraposteriori.[8]
Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang ada
sebelum pengalaman, dan aposteriori
adalah pengetahuan yang dihasilkan oleh pengalaman.[9]
Adapun
Inti dari isi buku yang berjudul Kritik atas Rasio
Murni adalah sebagai berikut:
a. Kritik atas akal murni menghasilkan sketisisme yang beralasan.
a. Kritik atas akal murni menghasilkan sketisisme yang beralasan.
b. Tuhan yang
sesungguhnya adalah kemerdekaan dalam pengabdian pada yang di
cita-citakan. Akal praktis adalah berkuasa dan lebih tinggi dari pada akal
teoritis.
c. Agama dalam
ikatan akal terdiri dari moralitas. Kristianitas adalah moralitas yang abadi.
2. Kritik Atas Rasio Praktis (Critique
of Practical Reason)
Rasio murni
yang dimaksudkan oleh Kant adalah Rasio yang dapat menjalankan roda
pengetahuan. Akan tetapi, disamping rasio murni terdapat rasio praktis, yaitu
rasio yang mengatakan apa yang harus
kita lakukan; atau dengan lain kata, rasio yang memberikan perintah kepada kehendak kita. Kant
memperlihatkan bahwa rasio praktis memberikan perintah yang mutlak yang
disebutnya sebagai imperative
kategori. Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang harus disadari
sebaik-baiknya bahwa ketiga hal itu dibuktikan, hanya dituntut. Itulah sebabnya
Kant menyebutnya ketiga postulat dari rasio praktis. Ketiga postulat dimaksud itu ialah[10]:
1.
Kebebasan
kehendak
2.
Inmoralitas
jiwa, dan
3.
Adanya Allah
4. Kritik Atas Pertimbangan (Critique
of Judgment)
Kritik
ketiga dari Kant atas rasionalisme dan empirisme adalah sebagaimana dalam
karyanya Critique of Judgment. Sebagai konsekuensi dari “Kritik
atas Rasio Umum ” dan “Kritik atas Rasio Praktis” ialah munculnya dua lapangan
tersendiri, yaitu lapangan keperluan mutlak, di bidang alam dan lapangan
kebebasan di bidang tingkah laku manusia. Maksud kritik der unteilskraft
ialah mengerti kedua persesuaian kedua lapangan ini. Hal ini terjadi dengan
menggunakan konsep finalitas (tujuan)[11].
Adapun Inti dari Critique of Judgment
(Kritik atas pertimbangan) adalah sebagai berikut:
a.
Kritik atas
pertimbangan menghubungkan diantara kehendak dan pemahaman.
b.
Kehendak
cernderung menuju yang baik, kebenaran adalah objek dari pemahaman.
c.
Pertimbangan
yang terlibat terletak diantara yang benar dan yang baik
d.
Estetika
adalah cirinya tidak teoritis maupun praktis, ini adalah gejala yang ada pada
dasar subjektif.
e.
Teologi
adalah teori tentang fenomena, ini adalah bertujuan: (a) subjektif (menciptakan
kesenangan dan keselarasan) dan (b) objektif (menciptakan yang cocok melalui
akibat-akibat dari pengalaman).
III. Penutup
A. Kesimpulan
Filsafat Immanuel kant yakni kritisisme adalah
penggabungan antara aliran filsafat sebelumnya yakni Rasionalisme yang
dipelopori oleh Rene Descartes dan empirisme yang dipelopori oleh David Hume.
Kant mempunyai tiga karya yang sangat penting yakni kritik atas rasio murni,
kritik atas rasio praktis, kritik atas pertimbangan. Ketiga karyanya inilah
yang sangat mempengaruhi pemikiran filosof sesudahnya, yang mau tak mau
menggunakan pemikiran kant. Karena pemikiran kritisisme mengandung
patokan-patokan berfikir yang rasional dan empiris.
B. Kritik
Kant mengatakan bahwa pengalaman kita berada dalam
bentuk-bentuk yang ditentukan oleh perangkat indrawi kita, maka hanya dalam
bentuk-bentuk itulah kita menggambarkan eksitensi segala hal, kelemahan dari
pendapatnya ini bahwa pengalaman ditentukan oleh perangkat indrawi, dari
pernyataan ini kant mengabaikan pengalaman yang timbul dari luar indarwi, yakni
misalkan metafisika, psykologi, karena pengalaman ini tidak bersifat indrawi,
secara tidak langsung kant menentang pengalaman yang tidak indrawi atau
metafisik. Sehingga seseorang tidak dapat menggambarkan eksistensi sesuatu.
Daftar
Pustaka
Abdul Hakim,
Atang.2008. Filsafat Umum dari Metologi
sampai Teofiologi.Bandung: Pustaka Setia
http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
Baker, Anton.1986.Metode-metode
Filsafat.Jakarta : Ghalia Indonesia
Achmadi, Asoro.2008.Filsafat Umum.Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Zubaedi.2007.Filsafat Barat: DariLogika Baru rene Descrates hingga Revolusi Sains
Ala Thomas Khun.Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group
Siswanto, Joko.1998.Sistem-Sistem Metafisika Barat: Dari
Aristoteles sampai Derrida.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
[1]http://www.doepatu.co.cc/2010/01/kritisisme-immanuel-kant.html
[2]Dr. Anton
Baker, Metode-metode Filsafat,
(Jakarta Ghalia Indonesia,1986), hlm. 88
[3]Drs. Asoro
Achmadi, Filsafat Umum, ( Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 140
[4] Dra. Siti Fatimah, Epistemologi Modern (Cirebon : Nurjati
IAIN Publisher, 2010), hlm. 78
[5]Drs. Asmoro
Achmadi, Filsafat Umum, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 140
[6]Dr. zubaedi, Filsafat Barat: DariLogika Baru rene Descrates hingga Revolusi Sains
Ala Thomas Khun, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2007), hlm. 67.
[7]Joko Siswanto, Sistem-Sistem Metafisika Barat: Dari Aristoteles sampai Derrida
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), hlm. 46.
[8]Drs. Atang
Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung:
Pustaka Setia, 2008), hlm. 284
[9] Dra. Siti Fatimah, Epistemologi Modern (Cirebon : Nurjati
IAIN Publisher, 2010), hlm. 78
[10]Drs. Atang Abdul Hakim, MA.,
Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),
hlm. 287
[11]Drs. Atang Abdul Hakim, MA., Filsafat Umum dari Metologi sampai
Teofiologi, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 287
1 komentar:
ijin kopas sahabat, untuk wacana kesimpulan
Posting Komentar