BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dakwah merupakan tugas kita bersama untuk menjadikan
manusia melakukan suatu perubahan ke arah yang lebih baik lagi. Namun dalam
perjalanan menyampaikan suatu kebaikan, harus bisa melihat situasi dan kondisi
tempat dan sasaran dakwah dengan tepat. Dalam menyampaikannya tidak sembarang
begitu saja, terdapat beberapa metode bagaimana caranya agar dakwah tersebut
dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Adapun caranya, bisa melalui dengan
bil-hikmah, mauidzoh khasanah, dan mujadalah atau yang biasa kita kenal dengan
berdebat dengan cara yang baik. Dalam
mujadalah ini sangat diperlukan sekali untuk para juru dakwah yang akan
berinteraksi langsung dengan si penerima dakwah. Dalam mujadalah pun di
dalamnya terdapat suatu perdebatan mengenai masalah agama yang masih perlu
diperdebatkan. Dan tentunya harus mempunyai landasan yang tepat agar mujadalah
ini bisa dilakukan dengan baik dan tanpa adanya kekecewaan antar dua belah
pihak.
Oleh karean itu, perlulah disusun makalah mengenai
mujadalah ini agar para juru dakwah dapat memahami dan melaksanakan dakwah
dengan cara mujadalah yang sesuai dengan ajaran yang telah ditentukan.
B. Rumusan Masalah
Dalam penyusan makalah tentang mujadalah ini,
mempunyai rumusan masalah, sebagai berikut :
1.
Bagaimana
dakwah dengan cara mujadalah menurut metodolgi dakwah Islam ?
C. Tujuan
Masalah
Dalam penyusunan makalah ini mempunyai tujuan agar
pembaca bisa memahami dan mengaplikasikan apa itu dakwah melalui mujadalah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Metode dan Dakwah
Al-uslub (metode) adalah kata yang berasal dari fi’il (kata kerja) salaba yang artinya menang atau
membunuh. Sedangkan al-istilab adalah al-ikhtilas atau al-salb yang artinya
adalah berjalan pelan namun cepat. Sedangkan al-uslub adalah cara atau seni.
Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan yaitu meta (melalui) dan hodos (jalan,
cara). Sumber lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa Jerman methodica artinya ajaran tentang metode.
Dalam bahasa Yunani metode berasal dari kata methodos artinya jalan, yang dalam bahasa Arab disebut thariq. Dalam bahasa latin metode
berasal dari kata methodus yang
berarti cara atau jalan. Sedangkan dalam bahasa inggris method dijelaskan dengan methode atau cara[1].
Menurut
al-Bustaniy, perkataan dakwah adalah perkataan Arab yang pada asalnya berarti
seruan, panggilan, jemputan atau undangan. Manakala dari segi istilah pula,
para ulama telah mengemukakan beberapa definisi. Menurut al-Ghalwasy, perkataan
dakwah dua pengertian, yaitu agama Islam dan kegiatan menyebarkan agama Islam.
Sheikh Prof. dr. Abdul Karim Zaidan pula menyatakan bahwa dakah ialah panggilan
atau seruan ke jalan Allah ta’ala. Yaitu agama Islam, agama yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad Saw. Manakala menurut Al-Ansari, usaha membentuk perbuatan
atau percakapan untuk menarik manusia kepada kebaikan dan mendapat petunjuk
Allah Ta’ala dalam kehidupan mereka[2]
Jadi, dari
beberapa pengertian yang telah disebutkan saya mengartikan bahwa dakwah
merupakan usaha seseorang untuk menyampaikan suatu kebaikan agar orang yang
diajak tersebut bisa mengikuti dan menjalankan suatu kebaikan yang telah
disampaikan tersebut.
Kaitannya dengan metode
dakwah, ada beberapa pendapat tentang
definisi
metode dakwah, antara lain:
Ø
Menurut Al-Bayanuni metode dakwah adalah
cara yang ditempuh oleh pendakwah
dalam berdakwah atau cara menerapkan
strategi dakwah.
Ø
Menurut Said bin Ali al-Qahthani, metode
dakwah adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara berkomunikasi secara
langsung dan mengatasi
kendala-kendalanya.
Ø
Menurut ‘Abd al-Karim Zaidan, metode
dakwah (Uslub al-da’wah) adalah
ilmu yang terkait dengan cara melangsungkan penyampaian pesan dakwah dan mengatasi
kendala-kendalanya.
Banyaknya ayat Al-Qur’an
yang mengungkap masalah dakwah. Tetapi dari sekian banyak ayat yang memuat
prinsip-prinsip dakwah itu ada satu ayat yang memuat sandaran dasar dan
fundamen pokok bagi metodologi dakwah. Tentunya metodologi tersebut sebaiknya
tidak dilewatkan oleh para juru dakwah demi kesuksesan dakwahnya. Ayat
al-Qur’an yang dimaksudkan adalah QS. An-Nahl : 125. Begitu pentingnya ayat
tersebut untuk kepentingan metodologi dakwah sehingga kita harus memahaminya
lewat pendekatan tafsir. Dari situlah kita akan dapat mengenal garis besar
metodologi dakwah Islam. Sebagai langkah awal dalam memperbincangkan ayat
tersebut, kita sebaiknya mengetahui kosa kata yang terdapat pada ayat tersebut.
Lewat konteks etimologis dan terminologis. Sehingga dengan metodologi kajian
seperti itu, kita akan mengetahui keistimewaan ayat tersebut, disamping untuk
menghindari kerancuan pemikiran kita, juga untuk menjauhi penyimpangan dari
jalan yang benar dalam memahami makna, maksud dan hikmah yang ada dalam
al-Qur’an.[3]
B. Mujadalah
Al-Mujadalah berasal dari perkataan jadal yang
bermaksud berdebat, berselisih, dan berbalah. Tetapi, mujadalah dalam konteks
dakwah pula bermaksud diskusi atau bertukar pikiran dan pendapat[4].
Dakwah bil
Mujadalah adalah berdakwah dengan mengadakan tukar pikiran yang sebaik-baiknya.
Sayid Qutub menjelaskan dalam Fi zhilal Al-Qur’an tentang cara dialog yang
baik, yaitu bertukar pikiran (dialog yang lembut tidak memberatkan pihak yang
diajak berdialog dan tidak melecehkannya). Tujuan dari mujadalah adalah untuk
menyingkapi kebenaran kepada subyek dan obyek dakwah keduanya sanggup menerima kebenaran
dengan lapang dada, perlu diperhatikan oleh seorang da’I bahwa berdialog bukan
untuk memenangnkan pendapat pribadi dan mengalahkan pihak lain tetapi
mengunggulkan kebenaran islam. Da’I tidak boleh terlalu ambisius tetapi
bersikap tenang sehingga tidak kehilangan control diri. Tugas utama seorang
da’I adalah menjelaskan risalah dengan cara yang terbaik, urusan diterima atau
tidaknya risalah tersebut hanya Allah yang mengetahui orang yang sesat dari
jalannya dan mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. Keutamaan berdebat
(mujadalah) terletak pada kemenangannya dalam mempertahankan banteng islam.
Oleh sebab itu, seorang da’I dalam menggunakan mujadalah ini diharuskan
memiliki persiapan-persiapan sebagai berikut :
a.
Memiliki
kemampuan dan ketrampilan tentang teknik debat yang baik.
b.
Menguasai
betul tentang materi dakwah. Mengetahui kelebihan dan kelemahan musuh dan
sebagainya[5].
Al-Qur’an telah
mempertimbangkan dan membuat perhitungan khusus atas orang-orang kafir dan para
pengikut akidah sesat. Al-Qur’an tahu para juru dakwah pasti akan saling
berbenturan dengan mereka, karena kontradiksi keyakinan mereka dengan dakwah
itu sendiri, baik karena perbedaan pemikiran mereka dengan dakwah maupun karena
arah dakwah yang berlawanan dengan akidah atau keyakinan mereka. Al-Qur’an
telah mengantisipasi itu semua dengan seksama. Bahkan al-Qur’an pun telah
mengetahui akibat yang akan dialami oleh para juru dakwah bersama orang-orang
kafir dan sesat itu bila tabiat mereka dibiarkan begitu saja[6].
Ajakan untuk mengikuti jalan
yang terbaik dalam berdebat, berdiskusi, dan pertentangan pemikiran bukanlah
sesuatu yang baru dalam Al-Qur’an. Ia juga bukan ajakan yang terbatas pada
ruang lingkup dakwah saja. Bahkan, ajakan mengikuti jalan yang terbaik
merupakan ajaran al-Qur’an yang harus dilaksanakan manusia dalam semua
hubungannya dengan sesamanya dalam berbagai medan pertentangan[7].
Itulah ajakan Allah Swt kepada manusia lewat firmannya Qs. Fushilat : 34, yang
artinya :
“Tidaklah [kejahatan itu]
dengan cara yang lebih baik. Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia
ada permusuhan [itu] seolah-olah telah menjadi kawan yang sangat setia”.
Dalam surat Al-Isra’: 53,
yang artinya :
“ Dan katakanlah kepada
hamba-hambaKu, hendaklah mereka mengatakan perkataan yang lebih baik.
Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya
setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia”.
Dan dalam surat Az-Zumar :
55, yang artinya :
“ Dan ikutilah sebaik-baik
apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu”.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dakwah merupakan
usaha seseorang untuk menyampaikan suatu kebaikan agar orang yang diajak
tersebut bisa mengikuti dan menjalankan suatu kebaikan yang telah disampaikan
tersebut.
Kaitannya
dengan metode dakwah, ada beberapa pendapat tentang definisi metode dakwah, antara
lain:
Ø
Menurut Al-Bayanuni metode dakwah adalah
cara yang ditempuh oleh pendakwah
dalam berdakwah atau cara menerapkan
strategi dakwah.
Ø
Menurut Said bin Ali al-Qahthani, metode
dakwah adalah ilmu yang mempelajari bagaimana cara berkomunikasi secara
langsung dan mengatasi
kendala-kendalanya.
Ø
Menurut ‘Abd al-Karim Zaidan, metode
dakwah (Uslub al-da’wah) adalah
ilmu yang terkait dengan cara melangsungkan penyampaian pesan dakwah dan mengatasi kendala-kendalanya.
Seorang da’i dalam
menggunakan mujadalah ini diharuskan memiliki persiapan-persiapan sebagai
berikut :
a.
Memiliki
kemampuan dan ketrampilan tentang teknik debat yang baik.
b.
Menguasai
betul tentang materi dakwah. Mengetahui kelebihan dan kelemahan musuh dan
sebagainya.
B.
Saran
Seorang juru dakwah harus mempunyai pengetahuan agama
yang luas, dan mampu memahamkan orang-orang yang masih ragu dalam menanggapi
kebenaran yang disampaikan oleh para juru dakwah kepada penerima dakwah
tersebut. Dengan mempunyai pengetahuan yang luas, maka ketika ada seseorang
yang ingin mengajaknya untuk bermujadalah bisa diterima dengan baik dan bisa
meluruskan kesalahpahaman yang terjadi tanpa adanya suatu perselisihan.
[2] Muslim Mukmin Muttaqin. Konsep Dakwah Dan Al-Mujadalah (Siri
1).2010.Amirosafwan.blogspot.in/2010/04/konsep-dakwah-dan-al-mujadalah-siri-1.html?m=1.
2 November 2015
[3] Fadhlullah, Muhammad Husain, 1997, Metodologi
Dakwah dalam Islam, Jakarta, Lentera hal 38-39
[4] Muslim Mukmin Muttaqin. Konsep Dakwah Dan Al-Mujadalah (Siri
1).2010.Amirosafwan.blogspot.in/2010/04/konsep-dakwah-dan-al-mujadalah-siri-1.html?m=1.
2 November 2015
[6] Ibid 49-50
[7] Muslim Mukmin Muttaqin. Konsep Dakwah Dan Al-Mujadalah (Siri
1).2010.Amirosafwan.blogspot.in/2010/04/konsep-dakwah-dan-al-mujadalah-siri-1.html?m=1.
2 November 2015