Musnahkan Ruh Plagiarisme
Oleh
Nur’aeni
Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam Semester 2
Mata
Kuliah
Ilmu
Sosial Dasar
Ruh plagiarisme? Adakah disini? Di kampus IAIN SNJ
Cirebon khususnya. Ruh itu sesuatu yang tak tampak di mata, namun sejatinya
ada. Hanya orang-orang tertentu saja yang tahu dan mampu melihatnya. Apakah
kita sudah mampu melihat kenampakkannya? Entahlah...
Sebenarnya, kebanyakan informan mengetahui bagaimana
seharusnya mengantisipasi agar tidak terjadinya plagiarisme. Sebelumnya kita
harus mengetahui terlebih dahulu, kenapa sih plagiarisme bisa terjadi di dunia
pendidikan, khususnya dikalangan mahasiswa???
Karena, mahasiswa tidak mempunyai minat baca yang tinggi, meskipun tidak
semuanya mahasiswa seperti itu, itu hanya sebagian saja. Seorang mahasiswa yang
masih saja malas untuk membaca, maka harus bisa lebih rajin lagi dalam membaca
banyak buku. Dengan banyak membaca, maka akan muncul rasa cinta akan keilmuan-keilmuan
yang diperoleh dari hasil membaca tersebut, wawasan semakin bertambah, dan dari
mencintai dan menyenangi dunia keilmuan akan muncul inovasi dan kreativitas
yang baru yang lebih baik. Kemudian, usaha-usaha yang mesti dilakukan selain
itu, tambahkan rasa keingin tahuan yang lebih besar akan sesuatu yang akan
membuat kita selalu ingin mencari dan mencari dalam menambah ilmu pengetahuan.
Kita harus selalu merasa kurang dengan ilmu yang kita punya, agar kita tidak
berhenti dalam memperoleh tambahan ilmu yang baru.
Salah
satu cara agar terbebas dari tindakan
plagiarisme adalah ketika kita mengutip hasil karya orang lain, maka kita harus
mencantumkan identitas-identitas yang ada pada rujukan tersebut. Karena kemungkinan
besar seseorang yang akan membuat sebuah karya ilmiah tentunya membutuhkan
bahan-bahan materi untuk dijadikan sebagai rujukannya, siapapun orangnya. Tidak
menutup kemungkinan seorang professor. Professor juga dalam membuat karya
ilmiyahnya harus mengutip dari buku rujukan.
Ketika
seorang mahasiswa ditugaskan oleh dosennya untuk membuat makalah, mahasiswa pun
diperbolehkan untuk mengutip dari internet, asalkan mencantumkan Sumber. Dan jika
dari buku juga harus mencatumkan sumber rujukan yang jelas. Jangan sampai kita
menjiplak makalah yang sudah jadi dari internet. Jadi, kalau mau
mengutip dari buku ataupun dari internet harus mencantumkan sumbernya.
Selain
dengan cara seperti itu, seorang dosen juga harus bisa menegaskan kepada para mahasiswanya
ketika memberikan tugas apapun tidak
boleh asal jiplak-jiplak begitu saja. Baik itu dalam memberikan tugas
terstruktur ataupun tugas mandiri. Untuk memberikan efek jera kepada
mahasiswanya, maka dosen harus memberikan ancaman atau sanksi yang harus
diterima bagi mahasiswa yang mengerjakan tugasnya dari hasil jiplakan internet
tanpa mencantumkan sumber yang jelas itu, maka tugas yang dikerjakannya itu tidak
boleh atau tidak akan diterima hasilnya oleh dosen yang memberikan tugas
tersebut. Dengan hal itu, mahasiswa akan lebih hati-hati lagi dalam
mengerjakannya.
Bagaimana
sih seorang plagiator memplagiasi karya orang lain????
Apakah
semua orang tahu dan menyadari akan plagiasi?
Coba
kita simak jawaban-jawaban dari para informan yang telah di wawancarai oleh
kami. Menurut informan pertama, “Ada yang langsung nyari terus dibikin, bisa
juga dirubah sedikit sekiranya supaya enggak ketahuan”. Informan kedua, Ya
dengan menjiplak secara keseluruhan suatu ide tanpa mencantumkan
identitas-identitas pengarang”. Informan ketiga, “Biasanya pertama, misal
mengambil satu skripsi orang kemudian dia tulis ulang dengan hanya membuang
nama dan mengganti, tetapi isinya sama itu doang simple terus copas karena
sekarang pakainya internet, tapi kalau dulu kan dari berkas kemudian di tulis
ulang kalau sekarang sudah canggih lagi tinggal ke google terus copas selesai”.
Informan keempat, “caranya tuh berbagai cara, bisa lewat langsung kepada
objeknya bisa juga lewat perantara”. Sedangkan menurut informan yang kelima,
“Yang saya ketahui yang pertama : Dengan cara mengambil dari buku tanpa
mengutip nama bukunya dan penulisnya. Yang kedua : Dengan cara mengambil dari
internet tanpa mencantumkan sumbernya,
yang ketiga : dibuatkan oleh orang lain dan mengakui karya orang lain
sebagai karyanya gitu”.
Itulah
data-data yang kami peroleh dari para informan. Secara tidak langsung mereka
mengetahui dan memahami bagaimana seorang plagiator dalam memplagiasi karya
orang lain tersebut. Tetapi, kenapa masih saja ruh plagiarisme gentayangan
dimana-mana, bahkan disetiap sudut kampus pun ada. Siapa yang mesti disalahkan
akan hal ini? Mahasiswanya ataukah dosennya?
Tidak
ada yang mesti disalah-salahkan, ketika dosen ataupun mahasiswa yang belum
menyadari betapa buruknya plagiarisme, maka plagiarisme akan terus
bergentayangan dimana-mana. Untuk menghilangkan itu semua, harus adanya
kesadaran yang tinggi dari pelaku-pelaku yang setia akan plagiarisme tersebut.
Kalau
saja mereka mengetahui betapa beratnya hukuman bagi pelaku plagiarisme, kemungkinan
besar mereka akan benar-benar menanggapi serius dan berusaha menghindari dari
ruh plagiarisme tersebut. Akan tetapi, kebanyakan dari mereka, Mereka tidak
mengetahui betul tentang dasar hukum plagiarisme. Adapun sanksinya mereka
sedikit memahami. Yakni dengan dipenjara ataupun denda. Hanya sedikit sekali
yang mengetahui akan hukum UU plagiarisme, sehingga mereka menyepelekannya.
Menurut
informan pertama,”Hukum sih gak tau tapi sanksinya pernah membaca bahwa ketika
memplagiasikan karya ilmiah itu akan dikenakan denda atau sangsi seperti uang
tunai hampir ratusan juta sih. Bahkan bisa masuk penjara juga, tergantung
undang-undangnya tapi yang saya ketahui seperti itu”.
Menurut
informan kedua, “Sejauh ini yang saya tau bahwa plagiasi bisa menurunkan derajat
contohnya yaitu ada di pasca sarjana misalnya ada yang ketahuan plagiasi maka
langsung di cabutlah gelar dan pangkatnya. Intinya ada di UU nya cuman saya
lupa lagi dan belum baca”.
Menurut
informan ketiga, “Saya pernah mendengar itu dilarang dan di haramkan. ,Sebab kalau dilarangnya saja masih ada orang yang
melanggar, diharamkan saja ada yang melanggar, apalagi kalo cuman dilarang,
makanya disini dilarang dan diharamkan karena itu bukan ciri orang islam banget
hasil karyanya saja hasil plagiat bagaimana membikin masyarakat yang ideal”.
Menurut
informan keempat, “Sanksi dan hukum plagiarisme yang saya tahu itu, karena saya
bukan orang hukum, setau saya itu karya ilmiah akan digagalkan dan akan diberikan
hukuman sesuai dengan Undang-undang yang sedang berlaku. Undang-undang yang
saya ketahui, berhubung saya belum baca jadi kurang tahu, Cuma mungkin adanya
denda, denda pidana dari pihak yang bertugas”.
Menurut
informan kelima, “Ya saya tahu. Menurut yang saya ketahui kalau tidak salah,
sanksi di dunia akademik buat mahasiswa itu misalkan: Skripsi atau karya Ilmiah
biasanya dalam Undang-Undang nya itu 2
tahun penjara, kalau denda itu 200 juta ga tau 500 juta kalau gak salah. Antara
sekitar itu. Kalau dari lembaganya sendiri atau perguruan tingginya sendiri
biasanya yang saya ketahui itu si mahasiswanya
itu apabila dia telah lulus maka Ijasah itu di simpan. Maksudnya engga
dikembaliin sama orangnya. Terus misalkan dia
belum lulus, atau masih menjadi mahasiswa biasanya di cabut hak sebagai
mahasiswanya. Biasanya itu, dia dicoret namanya atau nanti ada sanksi tertulis
biasanya. Eh pertama itu adanya sanksi tertulis sama sanksi teguran biasa dari pihak Akademiknya. Makanya kalau Skripsi
itu kan dilampirkan surat pernyataan
bahwa dia itu tidak melakukan plagiat dan itu harus di ACC.
Jika Dosen yang
melakukan biasanya dicabut gelarnya atau pangkat nya biasanya dicabut. Biasanya
juga ada denda juga buat dosen, tapi saya lupa berapa jumlahnya. Pokoknya itu”.
Hmmm...
apakah plagiarisme itu dilarang? Bagaimana kalau dilihat secara agama? Kalau
menurut saya sendiri, tentulah dilarang, karena banyak pihak yang dirugikan,
apalagi plagiarisme itu sama saja dihukumi mencuri karya orang lain, bukankah
di dalam agama mencuri itu tidak boleh? Oleh karena itu harus adanya pelarangan
plagiarisme, karena jika tidak ada larangan maka plagiarisme itu akan terus
membudaya disemua kalangan. Sehingga generasi penerus bangsa tidak mempunyai
kemampuan berpikir yang baik. Yang ada hanyalah mengerjakan segala sesuatu dengan
instan tanpa melalui proses yang panjang, itukan bisa menghambat pola pikir
kita kan? Hehe :D saya berharap dengan adanya penelitian ini, untuk ke depannya
semoga bisa ada perubahan yang positif, baik untuk saya sendiri maupun
informan-informan yang dijadikan sebagai narasumber dalam memperoleh data
mengenai plagiarisme ini.
Eh..
tapi, pendapat saya aja tidak cukup toh, coba kita simak jawaban para informan
mengenai hal ini.
Informan
pertama berpendapat bahwa “Ya secara hakilat sih, yang namanya mencuri,
mengcopy, menjiplak karya orang lain itu dilarang. Yang namanya mencuri menurut
agama kan dilarang. Jadi ya secara hakikatnya menurut agama mencuri ya dilarang
dan menurut pendidikan juga kan dilarang”.
Informan
kedua berpendapat bahwa “Sama kayaknya dalam agama juga dilarang karena itu
sesuatu hal yang bisa membuat membuat dzholim. Sama seperti halnya mencuri nah
itukan dilarang dalam agama”.
Informan
kedua berpendapat bahwa “Dilarang alasanya karena plagiarisme dari yang segi
buruknya seperti yang saya jelaskan diawal itu yang jelas dilarang karena tidak
ada nilai kebaikan sama sekali”.
Menurut
pendapat ketiga, menyatakan “Plagiarisme itu, kalau hal plagiarisme dilarang”.
Sedangkan
menurut informan kelima berpendapat bahwa “Dilarang sih kayanya. Soalnya kalau
misalkan di pemerintahan aja ya, itu kalau di Undang-Undang itu ada tentang
plagiarisme ya, itu engga boleh menggunakan hak cipta orang. Apalagi di Agama
kayanya itu dilarang, karena sama aja mencuri tuh, mencuri pandangan atau
pikiran dari orang lain gitu tanpa seizin dari pemiliknya”.
Bisa
kita ambil kesimpulan dari jawaban para informan, Mereka tidak mengetahui bahwa
plagiarisme itu melanggar moral, sikap jujur. Dan kebanyakan dari mereka
mengetahui bahwa plagiarisme sama seperti halnya mencuri, dan mencuri itu dilarang oleh agama.
Setidaknya jawaban dari informan sudah cukup jelas ya... ^^
Sekarang
kita coba lanjut ya, bagaimana nih kalau kita melihat teman kita melakukan
tindakan plagiarisme? Apakah hanya diam dan membiarkan begitu saja, menegurnya,
ataukah melaporkannya kepihak yang menangani masalah tentang plagiarisme? Boleh
deh kita tengok lagi jawaban dari para informan, disini saya tidak akan
terlepas dari data para informan, karena mereka merupakan sumber data buat
kami.
Menurut
informan pertama, “Ya namanya juga teman, ya paling cuma bilang dan memberi
tahu dengan cara kita seperti biasa seperti kesehariannya, jangan terlalu
serius, yang pentingkan kita menyampaikan bahwa plagiarisme itu tidak baik
dilakukan, karena bisa mempengaruhi kemamampuannya orang tersebut, kemampuan
individunya. Kalau melakukan plagiasi kan kemampuannya gak bakal berubah”.
Menurut
informan kedua, “Kasih saran, kenapa ko plagiasi udah jelas-jelas dilarang,
alangkah lebih baiknya jangan seperti itu, lebih baik kamu mencontoh atau
mengutip tapi tapi memberikan identitas siapa pembuatnya, jadi jangan seenaknya
saja karya yang cape-cape udah hasil mikir malah diakui sama diri sendiri. Toh
bila itu karya kamu trus diakui sama orang lain kamu mau gak?”. Mungkin maksud
dari informan kedua ini mencoba untuk menasehatinya agar temannya tidak masuk
ke lubang yang salah, uuupstt.
Menurut
informan ketiga, ”Biasanya saya itu kalau kegiatan asli tindakan saya yang
pernah itu menyindirnya tetapi kalau secara adab seharusnya mengingatkan bahwa
itu perbuatan yang tidak baik”.
Menurut
informan keempat, ”Pertama,pastinya menasehati kepada teman, intinya kita hanya
sebagai menegur atau menasehati sesama teman. Kalau masalah mau dan tidaknya
tergantung orang itu sendiri. Karena kita hanya sebagai manusia yang bisa
mengajak tanpa memaksakan”.
Menurut
informan yang kelima, “Ya kalau saya paling memperingati, karena yang
pertama itu merugikan dirinya sendiri.
Karena apa namanya ?? itu juga yang ke dua merugikan orang lain yang punya karyanya,
dan merugikan diri kita sendiri. Jadi dia itu hasil dari belajarnya apa gitu..
kalau misalkan kita hanya ngambil-ngambil punya orang lalu apa gunanya kita
kuliah lama-lama atau sekolah sampai berapa tahun,, apa gunanya gitu”.
Jadi,mereka semua tahu bahwa plagiasi itu
dilarang. Tapi ketika dihadapkan dengan temannya yang melakukan plagiasi mereka
hanya bisa menyindir, menasehati, tidak ditindak secara serius.
Nah, lalu bagaimana ketika kita dihadapkan
dengan tindakan plagiarisme yang serius? Dan kemana kita akan melaporkannya?
Apakah masih diam saja atau ada tindakan lain yang mesti dilakukan? Kita lihat
kembali jawaban dari para informan ya.
Informan
pertama, “Ya gak enak juga sih kalau sama teman dekat terus melakukan plagiasi
terus dilaporkan. Saya sih kalau ada teman melakukan plagiasi sih diam-diam
saja, tidak bilang-bilang ke dosen. Toh dosennya juga kan lebih paham, lebih
ngerti karakteristik-karakteristik seperti apa. Yang penting sudah menyampaikan
bahwa plagiat itu tidak baik dan tidak usah melapor pada pihak-pihak”.
Informan
kedua, “Pertama mengadu ke bagian yang berwenang yaitu lembaga kampus yang
menghususkan menangani masalah identitas-identitas dan plagiasi, tim smacam
resesor. Atau lembaga yang mengataSi masalah plagiasi. Kalau di kampus tidak
ada lembaga seperti ini semua para dosen dan mahasiswa bakalan plagiasi”.
Informan
ketiga, “Karena saya belum pernah melaporkanya, saya juga bingung akan
melaporkan sama siapa cuman mungkin misalkan yang pernah saya ini mengklaim
bahwa itu perkataan dia padahal itu
tulisan dari buku kalau dalam kegiatan dikelas saya laporkan ke dosen dengn
membawa sumber yang menguatkan apa yang saya laporkan itu. Jadi mungkin ke
pihak-pihak aslinya belum pernah kalau resminya harus melapor kepada siapa”.
Informan
keempat, “Pihak akademik dan Dinas Pendidikan setempat”.
Informan
kelima, “Kalau plagiasi kaya gitu, kalau masalah lapor melapor sih, kalau saya
sih lebih ke apa namanya?? Kalau sesama teman itu kan sudah pasti saling
mengingatkan, kalau tindakan saya mah mengingatkan dulu nanti kalau kata dianya
apa-apa biasanya kan merubahnya sendiri atau dia berusaha sendiri. Tapi kalau
dianya tetep yaitu mah merugikan diri sendiri, kecuali nanti juga kan pasti
kalau dosennya yang selektif nanti ketahuan. Apalagi skripsi pasti keliatan,
walaupun kita tidak melapor juga nanti pasti kena”.
Jadi, Kebanyakan
mereka hanya diam saja, cuma sekedar memperingati dan tidak berani melaporkan
ke pihak yang bersangkutan dalam menangani kasus serius plagiarisme ini.
Setelah
semuanya sudah dijelaskan secara panjang lebar, mungkin bisa saya simpulkan
sedikit, sesuai dengan judul yang saya ambil yaitu “Musnahkan Ruh Plagiarisme”.
Kenapa disini saya mengambil judul demikian, karena ketika ruh plagiarisme
masih ada di mana-mana, maka kasus plagiarisme akan terus gentayangan di setiap
sudut manapun. Oleh karena itu, mulai sekarang kita coba memusnahkannya dengan
cara-cara yang baik. Setidaknya ketika kita akan mengambil kutipan orang lain,
jangan lupa cantumkan sumber yang jelas, agar kita tidak termasuk orang yang
suka memplagiasi karya orang lain. Oke guys ...^^
Sekian
dari saya, semoga tulisan dari hasil laporan yang saya buat ini, bisa
bermanfaat untuk pembaca dan untuk diri saya pribadi khususnya.
Terima
Kasih. Mohon maaf jika ada kesalahan kata-kata yang tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan.
Kesempurnaan
hanya milik Allah semata, dan kekurangan datangnya dari saya yang dhoif ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar