Riview Novel Hilda
Oleh Nur'aeni
Judul : Hilda ( Cinta, Luka dan Perjuangan)
Penulis : Muyassarotul Hafidzoh
Penerbit : Cipta Bersama
Halaman : 508 Halaman
Saya menyukai kehidupan dengan beragam kisah yang ada di dalamnya. Segala proses kehidupan yang harus dilalui oleh setiap orang pun akan berbeda-beda pula cara mengatasinya. Nah, dari sinilah kita perlu banyak mempelajari kisah-kisah yang dialami oleh siapa pun untuk kita temui sisi baik dan buruknya. Tujuannya agar kita tidak menutup mata dan hati bahwa kenyataan orang lain yang belum pernah kita alami adalah benar adanya dan ada kemungkinan akan dialami oleh kita sendiri dengan konteks yang berbeda.
Setelah banyak mendengar kisah nyata tentang kehidupan yang ada, kali ini saya berkenalan dan menyelami satu kisah kehidupan dari seorang tokoh fiksi yang bernama Hilda. Yah, Hilda ini pun dijadikan sebagai judul sampul besar dari novel yang saya temukan di beranda facebook yang selalu diposting terus menerus oleh penulisnya, sehingga saya pun tertarik untuk membeli dan membaca kisah yang dituliskannya.
Melihat latar belakang Hilda sebagai anak yang patuh kepada orang tuanya, anak yang cerdas, berprestasi dan patut untuk dibanggakan bagi siapa pun, ia harus menerima kenyataan pahit yang tidak pernah ia sangka sebelumnya. Hilda mengalami kehamilan tidak diinginkan hingga ia harus dikeluarkan dari sekolah karena kesalahan yang bukan dia kehendaki.
Dijelaskan dalam novel tersebut, Hilda adalah salah seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual yang dialaminya pada saat masih duduk dibangku sekolah kelas XII dan mengalami trauma yang sulit untuk dipulihkan. Tidak mudah bagi Hilda untuk melupakan semua masa lalunya yang sungguh menyakitkan dirinya.
Akan tetapi, dengan segala usaha dan dukungan orang tua dan orang-orang yang turut membantu memulihkan kondisi Hilda, kini Hilda bisa kembali menerima dirinya sendiri dan melanjutkan kehidupannya di lingkungan Pesantren sebagai tempat untuk menuntut ilmu juga menggali potensi yang ada pada dirinya. Hilda pun berhasil membuktikan bahwa dirinya mampu menggapai cita-citanya untuk terus menuntut ilmu hingga perguruan tinggi sampai ia menemukan kembali dirinya dengan segala angan yang ada dibenaknya.
Dalam novel ini ada banyak tokoh perempuan yang berhasil diperankan dengan memiliki relasi keadilan yang luar biasa. Relasi kasih sayangnya tergambar secara utuh dan membuat saya terkagum-kagum untuk menikmati alur kisah Hilda yang penuh luka dan perjuangan itu.
Dari tokoh ibu Zubaidah sebagai orang tua tunggal yang dipenuhi rasa tanggung jawab, kesabaran, keikhlasan dan selalu bersikap bijak terhadap anaknya dalam kondisi apapun. Ibu Rindang sebagai penyuluh kesehatan reproduksi yang mengadvokasi kasus Hilda tanpa pamrih. Ummi sebagai pengasuh pondok pesantren yang sangat mengerti kondisi Hilda dan turut andil besar dalam proses pemulihan Hilda dan menerima Hilda sebagai santrinya tanpa diskriminasi terkait latar belakang Hilda. Andin sebagai teman dekat Hilda selama tinggal di Pesantren yang selalu siap mendengar keluh kesah Hilda. Ibu Yanah, Mba Iffah, dan banyak pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu bahwa kehadiran tokoh-tokoh tersebut sangat berarti bagi kehidupan Hilda dan sangat membantu dalam proses pemulihan Hilda.
Artinya, perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual tidak seharusnya menerima kenyataan pahit lainnya, dianggap sebagai manusia paling berdosa dan pantas menerima segala caci maki dan juga hinaan tanpa memberikan kontribusi apalagi solusi apapun untuk kehidupannya. Dalam hal ini, penting sekali bagi para orang tua, teman, kerabat, dan pihak lembaga yang bersangkutan untuk tidak langsung menghakimi dan mendosakan orang yang sudah menjadi korban untuk menjadi semakin lebih menderita keadaannya. Dari sini betapa pentingnya membangun kesadaran dan cara pandang yang tepat dan juga adil secara relasi dalam menangani suatu masalah sosial yang terjadi, terlebih kasus perempuan dan anak yang sedang marak terjadi dimana-mana.
Dengan begitu, ketika mendapati kasus yang serupa bisa memberikan tahapan-tahapan yang tidak salah kaprah dalam menyelesaikannya. Hal itu semata-mata untuk memperjuangkan hak-hak kemanusiaan dalam memperoleh keadilan baik secara hukum maupun secara pandangan agama dan sosial.
Novel Hilda menyajikan gambaran kisah kehidupan yang tidak jauh dari konteks sosial yang ada. Ia yang mengalami kekerasan seksual, menjadi korban dan merasa hancur sehancur-hancurnya seakan tidak memiliki masa depan. Ia yang dikucilkan oleh masyarakat dan menjadi bahan pembicaraan yang tentunya tidak memberikan banyak solusi selain hanya menambah penderitaan bagi pihak korban dan keluarganya. Ia yang menjadi korban kekerasan seksual tidak mendapatkan keadilan baik secara hukum ataupun secara kemanusiaan. Ia yang menjadi perempuan korban yang lebih banyak disalahkan. Ia yang menjadi perempuan yang tidak menemukan tempat aman bagi dirinya. Ia yang menjadi perempuan yang seakan hilang kemanusiaanya. Sungguh ironis rasanya jika kisah yang persis seperti Hilda ini dialami oleh banyak perempuan dan tidak berhasil mendapat dukungan keadilan untuk kehidupan yang akan dilalui pasca kejadian yang tidak diinginkan tersebut.
Kisah pilu Hilda terjadi pada tanggal 13 februari, kala itu ia merasa ditipu oleh teman-temannya pasca acara malam pentas seni di sekolahnya. Ia meminum minuman yang diberikan oleh teman-temannya. Setelah meminumnya ia tak mengingat sesuatu hal yang terjadi pada dirinya. Ia hanya mengetahui bahwa dirinya sudah tidak mengenakan pakaian dan teman-teman lainnya menertawakan dan juga meninggalkan dirinya ditempat kejadian tersebut. Malam itu merupakan malam terburuk yang menghancurkan mimpi-mimpi besar Hilda.
Saya kira, dalam banyak konteks sosial yang ada, sudah tak asing lagi bahwa kisah-kisah kekerasan seksual yang dialami perempuan sudah banyak kita temukan dimana pun. Kita bisa melihat dan menyaksikannya dari berbagai media. Hal itu bisa juga terjadi pada perempuan-perempuan terdekat yang ada disekitar kita. Perempuan dalam hal ini bisa saja ibu, istri, saudara, adik, pacar dan siapa pun berpotensi untuk menjadi korban. Sekedar mengingatkan. Harapannya tidak ada lagi kisah-kisah serupa seperti halnya Hilda.
Disamping kisah penuh luka yang dialami oleh Hilda. Dalam novel ini pun menyajikan kisah cinta Hilda dan Wafa yang sangat menakjubkan dan membuat semakin jatuh cinta pada tokoh yang ditampilkan. Karena ada banyak khasanah ilmu pengetahuan yang bakal kita temukan di dalamnya. "Kamu, adalah aku yang lain," seru mereka.
Yah beruntungnya Hilda, ia selalu dipertemukan dengan orang-orang baik yang tulus menerima dan menyayangi dirinya dengan segala kekurangan yang ada. Selamat Hilda, kisahmu berakhir happy ending.
Semoga dalam kehidupan nyata, jika ditemukan Hilda-hilda lain yang mengalami kekerasan seksual bisa diakukan pendampingan secara maksimal hingga ia mampu menemukan kembali jati dirinya dan dapat menggapai cita-cita masa depan yang lebih bahagia dan membahagiakan.
Perempuan adalah manusia seutuhnya.
Salam cinta. Salam keadilan.
Cirebon, 16 Februari 2020
@aencomdev