Start

Senin, 14 September 2020

Ibu, Sebagai Anak Perempuanmu, Adakah Yang Ingin Kau Larang Dariku?

Sistem perkuliahan dari rumah memberikan kesempatan untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama orang tua walau hanya sekedar bercerita sambil menonton televisi. Hal tersebut patut disyukuri mengingat segala hal menjadi tidak pasti di masa pandemi saat ini. Mendengarkan ceritanya dengan seksama pun menjadi berkah tersendiri, bagaimana tidak? selama berkuliah di luar kota, inilah momen yang paling dirindukan oleh anak perantauan.

 

    Malam ini, beliau bercerita tentang masa remajanya yang tinggal di lingkungan sosial dengan banyak larangan untuk seorang perempuan. Beliau bercerita bahwa saat Sekolah Dasar, beliau adalah anak yang aktif dalam kegiatan baik akademik maupun non-akademik

 

    Apresiasi atas keaktifannya tersebut diakui oleh Guru di sekolah yang sering memberikan pujian untuk nilainya yang bagus berkat usahanya yang giat. Namun, hal tersebut tidak berlaku saat dirinya tiba dirumah. Orang tua ibuku memberikan akses sekolah secara sembunyi-sembunyi sehingga mereka hanya mengiyakan dan tidak mengapresiasi secara khusus usaha ibuku untuk berprestasi di sekolahnya. Perilaku tersebut dilatarbelakangi oleh anggapan lingkungan sosial dulu yang masih meyakini betul bahwa seorang perempuan lebih baik tidak disekolahkan karena takut menggunakan kepintarannya untuk hal yang tidak-tidak seperti menulis surat cinta untuk lawan jenisnya atau nanti akan melawan terhadap laki-laki, perempuan cukup belajar ngaji saja. Sebuah alasan yang terdengar menyakitkan di telingaku saat ini, -sungguh sangat patriarki sekali- Batinku.

 

    Beruntung, ibuku bukan perempuan yang mudah menyerah. Beliau tetap memilih bersekolah meskipun kadang mendapat amarah orang tua karena membawa teman sekolah ke rumah ataupun memiliki banyak teman laki-laki di sekolahnya.  Beliau menyadari kekhawatiran orang tuanya tentang ‘omongan tetangga’ yang akan didapatkan bila mengetahui anak perempuannya aktif di sekolah. Namun, beliau tidak peduli akan hal tersebut “Ibu tuh tetep milih sekolah, ya karena seneng bisa ketemu banyak temen dan bisa bebas ikutan eskul di sekolah” katanya saat bercerita. Sekolah baginya menjadi sebuah tempat menyenangkan, mengalahkan rasa sakitnya dimarah oleh orang tua hanya karena omongan tetangga.

 

Suatu hari, sekolah mengadakan seleksi siswa-siswi yang akan mengikuti perayaan peringatan hari besar. Saat itu ibuku dipercaya untuk menjadi bagian dari grup drum band sekolah sebagai yang didepan –mungkin maksudnya mayoret- dan ikut dalam parade perayaan tersebut. Singkat cerita, parade sekolah berlangsung dengan berkeliling mengitari desa yang diikuti oleh siswa siswi dengan berbagai atribut. Sayangnya, ini menjadi puncak alasan ibuku tidak melanjutkan sekolah jalur formal. Saat pulang ke rumah, beliau terkena marah karena ikut menjadi bagian dari penampil pada parade tersebut. Sebagai gantinya, beliau dikirim ke pondok pesantren di kota ini untuk nyantri supaya tidak perlu sekolah lagi. Beruntungnya, beliau mendapatkan pengalaman yang baik di pondok pesantrennya.

 

    Kenyataan bahwa Ibuku dilarang sekolah formal hanya karena dia perempuan dan dilarang tampil di depan publik hanya karena dia perempuan. Mungkin terdengar tidak adil. Tapi, tradisi tetap tradisi, ia ada dan tumbuh dalam masyarakat yang tetap sepakat akan suatu konsep serta tidak mudah melepas diri dari hal tersebut.

 

  Ibuku bilang, aku beruntung saat ini akses perempuan sudah lebih maju dibandingkan zaman ibuku dulu yang sungguh sangat terbatas ruang geraknya bahkan hanya untuk sekolah saja harus diam-diam supaya tidak mendapat omongan tetangga yang macam-macam. Puji syukur, di lingkungan tempat tinggal ibuku sekarang juga sudah berkembang, pikiran masyarakat mulai terbuka akan pentingnya pendidikan bagi semua pihak. Kesadaran kolektif tentang pentingnya akses pendidikan yang terbuka seluas-luasnya bagi laki-laki dan perempuan penting dijaga. Hal ini menjadi salah satu upaya untuk sama-sama mewujudkan kehidupan sosial yang adil dan maslahat dalam masyarakat.


   Mengakhiri obrolan, aku pun bertanya padanya: “Sekarang aku anak perempuanmu, adakah yang ingin ibu larang dariku?” ibuku menjawab “Ibu tidak akan melarang apapun yang kamu lakukan, kamu mau kemana , kamu mau bisa apa, mau kerja apa, mau jadi apa, yang penting satu hal: kamu bisa jaga diri dan ibu percaya itu” terharu mendengar pesannya yang membolehkanku melakukan apapun selagi masih dalam koridor kebaikan dan manfaat.

 

    Bila kau tahu, sungguh kepercayaanmu benar menjadi bekal terindah untukku berlayar di tengah dunia luas penuh dengan pilihan ini. Nasihatmu bagaikan mata angin yang memberi petunjuk kemana harus melangkah. Terimakasih Ibu, ceritamu tentang masa lalu menjadi hal yang layak aku refleksikan agar terus belajar kehidupan demi kebaikan di masa depan.


 

  

           

 Picture                     Source: https://www.freepik.com/free-photo/sunny-beach-with-yellow-sand-mom-walks-yellow-dress-her-little-pretty-girl_2611980.htm


Penulis :

Laelatul Khodria

Mahasiswa PGPAUD 

Universitas Pendidikan Indonesia

Sabtu, 04 Juli 2020

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Sahkan RUU PKS!


Oleh
Nur'aeni
Anggota Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Kab. Cirebon

Ditengah pandemi ini, media sosial sempat digemparkan oleh pemberitaan terkait keputusan Komisi VIII DPR-RI yang mencabut Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program Legislasi Nasional (Proglenas) prioritas tahun 2020.

Hal ini tentu saja mengundang rasa kekesalan dan kekecewaan bagi para aktivis dan elemen masyarakat penggiat yang concern pada isu  kekerasan seksual yang ada di Indonesia. Ditambah lagi, ada ungkapan dari wakil ketua komisi VIII, Marwan Dasopang yang menyatakan bahwa pembahasan RUU PKS menurutnya agak sulit. Sejak periode sebelumnya pembahasan RUU PKS ini pun masih terbentur soal judul dan definisi kekerasan seksual, sehingga masih menuai perdebatan yang tak kunjung selesai. (Sumber : Kompas.com, 30/06/20)

Merujuk pada draft RUU PKS yang ada, publik perlu mengetahui bahwasanya di dalam RUU PKS tersebut memiliki tujuan-tujuan yang sangat berpihak dan ramah terhadap korban. Diantaranya, untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi dan memulihkan korban, menindak pelaku, menjamin terlaksananya kewajiban negara dan peran serta tanggung jawab keluarga, masyarakat dan korporasi dalam mewujudkan lingkungan yang bebas kekerasan seksual.
Selain itu, di dalam RUU PKS ini terdapat 9 jenis kekerasan seksual yang harus diketahui oleh masyarakat. Diantaranya, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.

Jika dikaji isi yang terkandung di dalamnya, RUU PKS ini benar-benar sangat dibutuhkan  sebagai payung hukum untuk lebih melindungi para perempuan  korban kekerasan seksual dari mulai penanganan hingga pemulihan korban melalui koordinasi yang melibatkan banyak elemen dan lembaga terkait secara sistematis.

DPR sebagai dewan perwakilan rakyat sudah seharusnya tidak lagi menutup mata soal realitas yang terjadi di lapangan bahwasanya sudah banyak korban yang tidak mendapatkan penanganan baik diranah hukum, sehingga banyak kasus yang terhenti begitu saja tanpa ada kepastian hukum bagi pelaku dan justru menambah trauma pada si korban itu sendiri. 

Data jumlah kekerasan seksual menurut catatan tahunan (catahu) 2020 oleh Komnas Perempuan telah meningkat sebanyak 792 % (hampir 800%) dalam kurun waktu 12 tahun dari tahun 2008-2019. Artinya kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia cenderung meningkat hingga 8 kali lipat. 
Adapun dari data tersebut, jika dilihat total jumlah perempuan korban kekerasan seksual pada 3 tahun terakhir, peningkatannya terlihat sangat signifikan. Pada tahun 2017 berjumlah 348.446, lalu ditahun 2018 meningkat diangka 406.178, dan ditahun 2019 meningkat lagi hingga diangka 431.471. 

Hal itu pun masih belum terdata secara keseluruhan, karena kekerasan seksual yang menimpa perempuan itu seperti fenomena gunung es, yang bisa diartikan dalam situasi yang sebenarnya kondisi perempuan Indonesia bisa lebih mengalami kehidupan yang tidak aman bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Dengan disajikan data yang sangat mengerikan seperti ini, apakah masih harus dibiarkan terjadi begitu saja sampai membentuk budaya yang tidak memanusiakan kemanusiaan perempuan? Tentu saja harus terus diperjuangkann RUU PKS untuk segera disahkan, bukan malah dibiarkan ditarik dari Proglenas 2020. 

Para penggiat yang concern di isu kekerasan seksual di Indonesia sangat berharap agar negara mampu memberikan komitmen politik yang tepat dan bertanggung jawab atas kondisi negeri yang sudah dinyatakan sebagai darurat kekerasan seksual oleh Komnas Perempuan.

Jika RUU PKS saat ini sudah dialihkan ke Baleg (Badan Legislatif) semoga ada harapan baik yang bisa dihasilkan demi terwujudnya negara yang bebas dari kekerasan seksual.

Sahkan RUU PKS!!!
Jangan ditunda-tunda lagi. 
Perempuan butuh ruang aman yang terbebas dari segala bentuk kekerasan.


#sahkanruupks #tolakpenarikanruup #sahkan #janganditundalagi

cirebon, 4 Juni 2020

Sabtu, 27 Juni 2020

Teman dan ketulusan

Jika pertemanan yang kita jalin atas dasar ketulusan, maka kita tidak hanya menerima lebihnya kita saja. Tapi, kita pun akan menerima kurangnya juga.

Dari situ kita akan menemukan teman lebih dari saudara.

Jika masih saling mengolok satu sama lain, itu pertanda kita baru mengenali sebatas permukaannya saja tanpa mengenali hal yang paling mendasar yang kita miliki.
❤️

@aenicomdev
Cirebon, 27 Juni 2020

Senin, 15 Juni 2020

Indonesiaku

Kalau Indonesia diibaratkan dengan rumah, tentunya tidak akan rela kalau rumah yang kita tinggali dicuri, dirampok dan dihancurkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karenanya jaga rumah kita dari segala bentuk ancaman yang akan meruntuhkan rumah kita bersama. Indonesia tanah air beta! Indonesia adalah rumah, semakin tua rumah kita, semakin bijak pula bagaimana perlakuan yang harus kita berikan ... Jaga persatuan, kenali keberagaman dan cintai dengan penuh kedamaian hati, jiwa dan pikiran... 


Love Indonesiaku ❤❤❤


@aenicomdev

Pagi siang sore

Pagi ke siang, siang ke sore, sore ke malam. Apa yang sudah dilakukan dalam sisa-sisa waktu yang terus berputar setiap harinya .... ???

Hidup ini sebuah pengulangan kata kerja. Pergi, makan, tidur, belanja, masak, mencuci, membaca, menulis, dan segala kerja-kerja manusia yang biasa dilakukan pada umumnya ...  

Terkadang monoton dan membosankan... 

Jadi, warnai kehidupanmu dengan segala hal yang lebih bermanfaat dan hidup lebih bermakna, lakukan saja sesuai hati nuranimu .. 

Pergilah dan jangan lupa kembali ..


@aenicomdev

Pengetahuan Membuatmu Seperti apa?

Apakah dari sekian proses belajar dan segala bentuk pengetahuan yang sudah kita akses, yang sudah kita telan juga kita refleksikan membuat kita semakin dekat dengan realitas kehidupan masyarakat apa justru malah menjauh dari realitas kehidupan yang ada ?


Siapapun kamu, dari latar belakang sosial yg seperti apapun, semoga kebermanfaatan hidup senantiasa mengiringi setiap langkah dan nafas kita dimana pun kita berada dan bersama siapa pun kita dipertemukan.  

Selamat menghayati kehidupan dengan segala versimu. Jika diri merasa lelah, beristirahatlah dan renungkanlah perjalanan panjangmu dalam menikmati kehidupan yang sedang kau jalani. 

Tujuan akhir yang seperti apa yang harus kita perjuangkan dan kita prioritaskan ... 

Jangan berhenti belajar, nikmati kehidupan selama nafas masih panjang.😊 

Maafkan dari aku yang masih suka berleyeh-leyeh dan masih banyak kekurangan dalam banyak hal.... 🙏


@aenicomdev

Bahagia versiku

Adalah bahagia tatkala hati tenang dalam rasa
Adalah bahagia tatkala kecewa tak lagi singgah dalam jiwa
Adalah bahagia jika senyum merona selalu terpapar dalam wajah manusia
Adalah bahagia jika setiap insan tetap saling bertegur sapa dalam segala problema

Adalah bahagia jika tak lagi ada kekerasan antar sesama manusia
Adalah bahagia jika dunia bersahabat dengan wanita
Adalah bahagia jika tak lagi ada diskriminasi terhadap semua wanita di dunia
Adalah bahagia jika kesetaraan itu terwujud dalam bingkai kehidupan bersama

Adalah bahagia jika mampu mengisi kehidupan dengan penuh makna
Adalah bahagia jika fakta tak lagi direkayasa
Adalah bahagia jika wacana terwujud nyata dalam realita

Adalah bahagia jika tak lagi ada kerusakan alam yang membabi buta
Adalah bahagia jika setiap insan tak lagi bertikai dalam ketidakpastian
Adalah bahagia jika manusia hidup dalam kebijaksanaan penuh keteduhan



Kopayu, 9 Maret 2019