Start

Rabu, 07 Juli 2021

Pengalaman Perempuan


Tulisan campur sari disela-sela bedrest

11 hari sudah aku lalui masa-masa nifas pasca melahirkan seorang anak perempuan pertama yang sudah meninggal. Tarik nafas sebentar ... 

Pikiranku random, aku selalu berusaha untuk mengalihkan pikiranku agar tidak berlarut-larut dalam mimpi burukku kemarin.

Hari demi hari aku lalui seperti memulai hidup baru lagi. Aku mulai meraba-raba kehidupan, karena kehidupan setelah menikah yang sudah aku impikan seketika pupus begitu saja. 

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah.

Hari ini aku pengen coret-coret tulisan yang mungkin tak beraturan ... 

Tulisan untuk diri sendiri, jika ada yang berkenan untuk membacanya pun aku persilahkan.

All about me as woman

Perempuan akan melewati proses pengalaman biologisnya dari waktu ke waktu. Yang pertama, ketika ia mulai beranjak remaja akan mengalami Haid/Menstruasi. Selanjutnya ketika ia sudah beranjak dewasa dan sudah menikah akan merasakan kehamilan, melahirkan lalu menyusui. 

Hal itu merupakan pengalaman biologis perempuan yang tidak bisa digantikan perannya. Setiap tahapannya pasti akan dibarengi dengan rasa sakit yang berbeda-beda dan hanya perempuan yang merasakan bagaimana sakitnya saat menstruasi, saat awal-awal kehamilan, lalu sampai pada saat proses melahirkan lalu menyusui.

Tetapi, bagi perempuan rasa sakit itu menjadi hal yang sudah biasa meski berikatan erat dengan darah juga air mata. Dari situlah perempuan terlatih menjadi sosok yang kuat dan bermental baja. Karena dari rahimnya-lah ia dapat melahirkan manusia-manusia pilihan meski nyawa yang bakal ia korbankan. 

Perjuangan melahirkan adalah perjuangan nyawa perempuan yang diambang kematian. Harapan besarnya adalah ibu dan anak bisa terselamatkan, supaya perjuangan antara hidup dan mati seorang ibu dapat terbayarkan dengan mendengarkan suara tangisan bayi di ruang persalinan. Prosesnya baik yang melalui kelahiran normal maupun kelahiran melalui proses sesar. Semua ibu tetap sempurna. 
Selanjutnya, selamat meng(asi)hi dan membahagiakan buah hati tercinta dengan sepenuh hati. 

Jika yang terjadi tidak sesuai harapan, kita harus siap dengan takdir Tuhan yang terberikan. Karena bicara soal takdir, kita sudah tidak bisa berkutik lagi. Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk semua makhluknya. Stay positif ...

Buka aib sebentar, wkwk
Menyesal pernah berada diposisi itu

Aku pernah menjadi bagian dari perempuan yang meremehkan perempuan lainnya. Ketika ada perempuan yang merasakan sakit karena nyeri haid, aku bersikap masa bodoh, tak peduli, cuek, karena aku merasa ketika haid reaksiku tidak begitu berlebihan untuk mengatasi rasa sakitnya. Jadi, seolah-olah perempuan lain yang mengeluh sakit nyeri haid itu manja dan berlebihan. Padahal, setiap kondisi perempuan itu berbeda-beda. Harusnya aku memahami hal itu. Sikap-sikap yang seperti itu tidak layak untuk kita pelihara. Jadi, jangan diteruskan ya sebagai atas nama perempuan.

Selain itu aku pernah berada di posisi perempuan yang meremehkan perempuan yang memberikan asi formula kepada anaknya, menyayangkan proses perempuan yang melahirkan secara sesar dan banyak hal lainnya yang aku anggap bahwa aku pernah berada dititik yang selalu meremehkan antar sesama perempuan. Hal itu mesti diakui karena kekuranganku dalam belajar soal kepekaan dan kepedulian antar sesama perempuan sangatlah minim aku dapatkan. 

Oleh karenanya, selama jasad masih dikandung badan kita harus terus belajar soal perkara kehidupan yang lebih mendalam lagi. Nikmati selalu perjalanan spiritual kita dalam melihat, mendengar, merasa, mengamati situasi dan kondisi yang terjadi disekitar kita. Jangan berhenti melangkah.

Jika masih ada perempuan yang berada dalam posisi yang merendahkan sesama perempuan dalam hal-hal sekecil apapun semoga segera beranjak dan move on untuk belajar lebih peka dan peduli lagi terhadap perasaan orang lain terutama perasaan perempuan yang sangat begitu sensitif jika disentil dengan hal-hal yang berkaitan erat dengan privasinya atau segala bentuk pilihan-pilihan yang berdasarkan kesadarannya. 

Jadi, mulai saat ini sudah harus bisa menghargai apapun yang menjadi pilihan seseorang. 
Kita tak perlu bersusah payah menghakimi atau menghukumi pilihan hidup orang lain terutama menyentil hal-hal yang bersifat sentimentil. 

Semoga kita bisa sama-sama belajar untuk terus mengintropeksi diri apa yang menjadi kekurangan kita, supaya kita tidak selalu sibuk memikirkan kekurangan orang lain saja.

Semakin berumur, harus semakin terukur secara ucapan,pikiran dan tindakan.

Bismillah bisa yuk bisa.

Tangerang Selatan, 7 Juli 2021 22.13

@aenicomdev






Minggu, 04 Juli 2021

Kelahiran Nadira, Anak Pertama

Periksa Kehamilan ke Dokter Obgyn

Hari Sabtu, 26 Juni 2021 Saya dan suami pergi ke Klinik untuk melihat kondisi kandunganku yang sudah memasuki usia 35 minggu melalui  USG 4D oleh Dr. Adil, SPOG.

Sebelum diperiksa melalui USG 4D, dokter memeriksaku dengan USG 3D terlebih dahulu. Dokter langsung memeriksaku dengan didampingi oleh asistennya. Saya pun menginformasikan ke dokter bahwa satu minggu ini kandunganku tidak ada gerakan. Dokter pun menyudahi pemeriksaan usg tersebut dan menyuruhku untuk kembali duduk. Setelah itu, dokter memberitahukan kepada kami, bahwa anak yang ada di dalam kandunganku sudah meninggal. 
Innalillahi wa innailaihi rojiun.

Saya ga percaya dengan perkataan dokter tersebut. Saya hanya bisa diam dan merasa sangat syok untuk menerima kenyataan baru yang sungguh sangat menyakitkan dihati. Suami pun langsung menenangkanku untuk bisa menerima semuanya.
Tapi, hati perempuan mana yang tidak sedih mendengar berita tak terduga dan sangat tidak diharapkan ini. Saya sudah sangat bahagia untuk bisa segera menyambut kelahiran anak saya yang pertama. Semua itu pupus begitu saja. 

Dokter pun memberikan rujukan kepada kami untuk periksa lanjutan ke RS. Kami dirujuk untuk pergi ke RS Pena Bogor. Setelah itu, kami langsung pulang dengan perasaan yang sangat tidak karuan. 

Setelah sampai di rumah, saya menangis seakan ga percaya kalau anak yang saya kandung sudah meninggal. Jadi, saya pun harus segera ke Rumah Sakit untuk diperiksa lebih lanjut dan dilakukan persalinan sebelum waktunya.

Tetanggaku menyarankan untuk segera ditangani di RS terdekat saja, yaitu RS Hermina Serpong, meskipun rujukan dari Dokter bukan di RS tersebut. Kondisi sudah malam, akhirnya kami pun pergi ke RS di pagi harinya saja. Alhamdulillah proses dipermudah meski saya tidak diperbolehkan masuk ke ruang IGD, karena sudah penuh dengan pasien lainnya. Akhirnya saya disarankan untuk istirahat di ruangan praktek dokter anak untuk sementara waktu sambil menunggu proses administrasi beres dan proses screening covid terlebih dahulu.

Sebelum dipindah ke ruangan persalinan, kandungan saya di periksa oleh perawat dengan alat pendeteksi detak jantung, dan benar detak jantung anak saya tidak ditemukan. Akhirnya, dilanjut periksa ulang melalui USG untuk memastikan kembali, dan hasilnya masih sama bahwa memang sudah tidak ada detak jantung. Malang sekali nasib anakku. Allah lebih sayang padanya.

Setelah selesai diperiksa, saya lanjut untuk di screening kesehatan terlebih dahulu dengan beberapa tahapan. Yang pertama Swab Antigen, cek darah, dan ronsen. Alhamdulillah hasilnya negatif semua, tidak terpapar oleh virus Covid-19. 

Kami menunggu cukup lama sampai bisa pindah ke ruang persalinan. Sekitar jam setengah tiga sore saya baru bisa dipindah ke ruang persalinan. Ada beberapa perawat yang menanganiku. Saya pun langsung ditangani dengan diberikan beberapa obat untuk dimulainya proses persalinan dengan cara induksi. Yaitu, memasukkan obat ke dalam vagina, oral agar bisa terjadi kontraksi hebat supaya bisa mengeluarkan bayi yang ada di dalam perutku. 

Sungguh luar biasa rasanya, setelah obat-obat tersebut sudah mulai bereaksi. Saya pun mulai merasakan rasa sakit yang tidak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan oleh tubuh perempuan. 
Semakin lama, kontraksi perut semakin hebat, hingga akhirnya ada pembukaan pada vagina, dimulai dari pembukaan 3 sampai tiba waktunya saya sudah merasakan untuk mengejan dengan sendirinya, ga bisa ditahan lagi. Tapi, perawat menyarankan untuk tidak boleh mengejan. 

Kelahiran Anak Pertama, Nadira Qomaruddin

Akhirnya, pada hari Minggu 27 Juni 2021 pukul 19.30 anak perempuan saya yang pertama bisa dilahirkan dalam kondisi sudah meninggal dunia. Alhamdulillah saya bisa melahirkannya meski tidak bisa memeluk dan menggendongnya, suara tangisannya saja tidak ada. Saya tidak bisa berharap banyak lagi. Hanya bisa menangis dan menangis dan pasrah dengan takdir Tuhan yang luar biasa ini. Allah ....

Bayangan melahirkan yang tidak sesuai ekspektasi ini sungguh menyayat hati. Tapi, saya kembali pada keimanan diri bahwa apa yang terjadi pada hidup ini tidak terlepas dari takdir terbaik Tuhan untuk hidup kami dan anak kami. Saya harus bisa berfikir positif bahwa akan ada hikmah dibalik semua kejadian ini. 
Wallahu a'lam 

Anak pertama saya sudah kembali pada sang penciptanya. Saat ini, tinggal saya yang harus memperjuangkan hidup saya sendiri untuk kembali memulai hidup baru lagi bersama suami. Bismillah saya bisa melewati semuanya dengan baik.

Doa terbaik dari seorang ibu teruntuk anak yang sempat saya kandung selama 8 bulan 3 minggu.

"Anakku, yang kuberi nama Nadira Qomaruddin. Kehadiranmu dalam rahimku, sudah mengukir suatu kebahagiaan ayah dan ibumu di dunia. Kami sudah membayangkan akan menyambutmu dengan penuh rasa bahagia dihari kelahiranmu nanti dan berjanji akan mendidikmu dengan baik hingga kau bisa tumbuh menjadi manusia yang utuh secara lahir dan bathinmu. Tapi, Allah berkehendak lain sayang, katanya kamu adalah salah satu manusia pilihan yang sangat dicintai oleh Allah. Allah lebih mencintaimu, hingga kau pun dipanggil kembali untuk tetap berada disisi terindahNya. Allah akan menjadikanmu bidadari surga yang sangat cantik dan hanya ada kebahagiaan yang akan kau dapatkan disana. Terima kasih sudah hadir dalam rahim ibumu. Baik-baik disana sayang. Selamat jalan".

Kamu adalah kebahagiaan dan namamu akan terukir dalam titik nadirku, selamanya.


Tangerang Selatan, 4 Juli 2021

@aenicomdev










Jumat, 02 Oktober 2020

Kekerasan Verbal: Latihan kekuatan mental atau perusakan mental?



Apa yang terbayang darimu ketika mendengar kata: Kekerasan?

Bagi sebagian besar masyarakat, kekerasan identik dengan hal-hal berupa menyakiti seseorang melalui sentuhan fisik yang berlebihan. 


Nyatanya, kekerasan adalah segala bentuk tindakan yang dapat menyakiti individu baik berupa fisik maupun non fisik.


Kekerasan fisik sangat mudah diakui keberadaannya karena menimbulkan luka yang terlihat atau setidaknya sakit yang nyata. Sedangkan kekerasan non-fisik seringkali tidak disadari oleh pelakunya, contoh kekerasan non-fisik adalah Verbal. 


Pada orang dewasa saja, kekerasan verbal melalui kata-kata menyakitkan akan menimbulkan perasaan tidak nyaman, ketakutan, luka mendalam di hati bahkan trauma. Butuh waktu lama untuk menyembuhkan itu.


Bayangkan, bila yang menjadi korban kekerasan verbal adalah seorang anak yang masih meraba kehidupan. Apa yang akan terjadi pada dirinya?

Rasa takut? Jelas

Trauma? Pasti

Luka di hati? Ini yang paling menyayat.

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan verbal cenderung mengalami hambatan dalam proses perkembangan kognitif, karena bentakan mampu membuat otak anak bekerja dalam keadaan tidak stabil. Luka yang diterima pada saat anak-anak pun bisa saja terbawa hingga ia dewasa yang menyebabkan dirinya diliputi perasaan takut salah, takut berbeda, takut mencoba dan perasaan takut lainnya. Tentu saja perlu treatment khusus untuk benar-benar menyembuhkan luka batinnya. Sayangnya, tidak semua ormag memiliki akses untuk mengatasi hal tersebut.


Bekerja dalam tekanan untuk terus tumbuh namun didampingi kekerasan verbal bukan tempat ideal sama sekali. 


Jangan harap anak akan maju, mudah menerima informasi, nalarnya oke, jika kita terus berteriak dan berkata kasar padanya. 


Ketahuilah, jiwa anak pada dasarnya lembut, maka rebut hatinya dengan kelembutan. Kau tahu salju kan? Dia dapat masuk lebih dalam karena kelembutannya.



Laelatul Khodria

Ramah Anak Foundation

Sabtu, 26 September 2020

Menyemai Toleransi sejak Dini, Menuai Bangsa Berkeadilan di Kemudian Hari

 

Sumber gambar: https://www.freepik.com/premium-photo/concept-direvsity-word-written-with-chalk-different-colors_4135815.htm#page=2&query=tolerance+kids&position=6

Isu intoleransi di negeri ini bukanlah hal baru. Media sosial yang menjadi salah satu tempat interaksi berbagai macam karakter manusia pun tak luput menjadi ruang toleransi baru yang memberikan kesempatan untuk mengenal keragaman bagi penggunanya. Sayangnya, masih ada saja pengguna sosial media yang tidak memegang nilai toleransi dalam melihat berbagai fenomena di media sosial mereka.

 

Barangkali hal tersebut memang menjadi cerminan diri di dunia nyata yang masih belum mampu menerima keragaman yang ada di dunia khususnya di bumi pertiwi. Islam memandang keragaman yang ada di dunia merupakan rahmat Tuhan yang semestinya dijaga demi kemaslahatan umat.

 

Penanaman toleransi terhadap keragaman yang ada di masyarakat sejatinya dapat dimulai dari usia dini. Anak usia dini adalah anak yang sedang berada dalam masa keemasan atau yang biasa disebut “Golden Age”. Pada masa ini, perkembangan otak anak sedang pesat, sehingga pesan maupun percontohan perilaku yang diterima anak akan terekam dengan kuat hingga dewasa. Sepatutnya, anak mendapat lingkungan yang baik untuk ditanamkan toleransi atas keragaman dan hal tersebut dapat dimulai dari keluarga. 


Keluarga, selain menjadi tempat anak bertumbuh secara jasmaniah juga memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan moral dan agama yang mengarah pada pendidikan rohani anak. Selain keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat pun sangat berpengaruh terhadap karakter anak. Perlunya penanaman nilai toleransi pada anak usia dini memiliki pengaruh positif pada perkembangan jiwanya. Anak yang terbiasa dengan lingkungan beragam secara tidak langsung memiliki pondasi untuk menerima keragaman yang ada di lingkungannya.

 

Pembentukan keluarga yang menjunjung nilai toleransi perlu dimulai dari kesadaran orang tua tentang kondisi masyarakat yang memang sejak awal sudah beragam. Tentu, pengajaran yang dilakukan kepada anak tentang toleransi ini dimulai dari lingkup terkecil yaitu  percontohan perilaku yang diberikan oleh orang yang lebih dewasa. Stimulasi konkrit yang diberikan anak akan sangat bermakna dan berpengaruh terhadap pandangan anak.

 

Pengenalan anak terhadap keragaman dapat dimulai dengan menceritakan ataupun mengajak anak berdiskusi terkait keragaman yang ada di masyarakat mulai dari perbedaan minat seseorang terhadap sesuatu (makanan, mainan, dsb), sifat dan perilaku teman-temannya, dan perbedaan lain yang dekat dengan anak. Perlahan namun pasti anak akan lebih peka terhadap diri dan lingkungan sosialnya bahwa bersama tak harus sama dan perbedaan bukan penghalang dirinya untuk tetap bergaul dengan siapa saja tanpa harus membenci perbedaan yang telah ada. Hal ini menjadi bekal anak dalam memahami keragaman Suku, Agama, Ras dan Antar golongan kelak ketika waktunya anak mendengar  cerita ataupun melihat sendiri keragaman tersebut.

 

Maka, sebagai manusia dewasa yang dianggap sudah memiliki kesadaran serta kematangan berpikir, sudahkah kita menjadi contoh manusia yang toleran bagi anak-anak? Atau malah kita menjadi provokator kebencian terhadap keragaman?

Apapun itu, selalu ingat bahwa sebagai masyarakat, kita tak luput dari tugas menjadi contoh yang baik di ranah pendidikan masyarakat.

 


Penulis

Laelatul Khodria

Founder Rumah Anak Foundation


Senin, 14 September 2020

Ibu, Sebagai Anak Perempuanmu, Adakah Yang Ingin Kau Larang Dariku?

Sistem perkuliahan dari rumah memberikan kesempatan untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama orang tua walau hanya sekedar bercerita sambil menonton televisi. Hal tersebut patut disyukuri mengingat segala hal menjadi tidak pasti di masa pandemi saat ini. Mendengarkan ceritanya dengan seksama pun menjadi berkah tersendiri, bagaimana tidak? selama berkuliah di luar kota, inilah momen yang paling dirindukan oleh anak perantauan.

 

    Malam ini, beliau bercerita tentang masa remajanya yang tinggal di lingkungan sosial dengan banyak larangan untuk seorang perempuan. Beliau bercerita bahwa saat Sekolah Dasar, beliau adalah anak yang aktif dalam kegiatan baik akademik maupun non-akademik

 

    Apresiasi atas keaktifannya tersebut diakui oleh Guru di sekolah yang sering memberikan pujian untuk nilainya yang bagus berkat usahanya yang giat. Namun, hal tersebut tidak berlaku saat dirinya tiba dirumah. Orang tua ibuku memberikan akses sekolah secara sembunyi-sembunyi sehingga mereka hanya mengiyakan dan tidak mengapresiasi secara khusus usaha ibuku untuk berprestasi di sekolahnya. Perilaku tersebut dilatarbelakangi oleh anggapan lingkungan sosial dulu yang masih meyakini betul bahwa seorang perempuan lebih baik tidak disekolahkan karena takut menggunakan kepintarannya untuk hal yang tidak-tidak seperti menulis surat cinta untuk lawan jenisnya atau nanti akan melawan terhadap laki-laki, perempuan cukup belajar ngaji saja. Sebuah alasan yang terdengar menyakitkan di telingaku saat ini, -sungguh sangat patriarki sekali- Batinku.

 

    Beruntung, ibuku bukan perempuan yang mudah menyerah. Beliau tetap memilih bersekolah meskipun kadang mendapat amarah orang tua karena membawa teman sekolah ke rumah ataupun memiliki banyak teman laki-laki di sekolahnya.  Beliau menyadari kekhawatiran orang tuanya tentang ‘omongan tetangga’ yang akan didapatkan bila mengetahui anak perempuannya aktif di sekolah. Namun, beliau tidak peduli akan hal tersebut “Ibu tuh tetep milih sekolah, ya karena seneng bisa ketemu banyak temen dan bisa bebas ikutan eskul di sekolah” katanya saat bercerita. Sekolah baginya menjadi sebuah tempat menyenangkan, mengalahkan rasa sakitnya dimarah oleh orang tua hanya karena omongan tetangga.

 

Suatu hari, sekolah mengadakan seleksi siswa-siswi yang akan mengikuti perayaan peringatan hari besar. Saat itu ibuku dipercaya untuk menjadi bagian dari grup drum band sekolah sebagai yang didepan –mungkin maksudnya mayoret- dan ikut dalam parade perayaan tersebut. Singkat cerita, parade sekolah berlangsung dengan berkeliling mengitari desa yang diikuti oleh siswa siswi dengan berbagai atribut. Sayangnya, ini menjadi puncak alasan ibuku tidak melanjutkan sekolah jalur formal. Saat pulang ke rumah, beliau terkena marah karena ikut menjadi bagian dari penampil pada parade tersebut. Sebagai gantinya, beliau dikirim ke pondok pesantren di kota ini untuk nyantri supaya tidak perlu sekolah lagi. Beruntungnya, beliau mendapatkan pengalaman yang baik di pondok pesantrennya.

 

    Kenyataan bahwa Ibuku dilarang sekolah formal hanya karena dia perempuan dan dilarang tampil di depan publik hanya karena dia perempuan. Mungkin terdengar tidak adil. Tapi, tradisi tetap tradisi, ia ada dan tumbuh dalam masyarakat yang tetap sepakat akan suatu konsep serta tidak mudah melepas diri dari hal tersebut.

 

  Ibuku bilang, aku beruntung saat ini akses perempuan sudah lebih maju dibandingkan zaman ibuku dulu yang sungguh sangat terbatas ruang geraknya bahkan hanya untuk sekolah saja harus diam-diam supaya tidak mendapat omongan tetangga yang macam-macam. Puji syukur, di lingkungan tempat tinggal ibuku sekarang juga sudah berkembang, pikiran masyarakat mulai terbuka akan pentingnya pendidikan bagi semua pihak. Kesadaran kolektif tentang pentingnya akses pendidikan yang terbuka seluas-luasnya bagi laki-laki dan perempuan penting dijaga. Hal ini menjadi salah satu upaya untuk sama-sama mewujudkan kehidupan sosial yang adil dan maslahat dalam masyarakat.


   Mengakhiri obrolan, aku pun bertanya padanya: “Sekarang aku anak perempuanmu, adakah yang ingin ibu larang dariku?” ibuku menjawab “Ibu tidak akan melarang apapun yang kamu lakukan, kamu mau kemana , kamu mau bisa apa, mau kerja apa, mau jadi apa, yang penting satu hal: kamu bisa jaga diri dan ibu percaya itu” terharu mendengar pesannya yang membolehkanku melakukan apapun selagi masih dalam koridor kebaikan dan manfaat.

 

    Bila kau tahu, sungguh kepercayaanmu benar menjadi bekal terindah untukku berlayar di tengah dunia luas penuh dengan pilihan ini. Nasihatmu bagaikan mata angin yang memberi petunjuk kemana harus melangkah. Terimakasih Ibu, ceritamu tentang masa lalu menjadi hal yang layak aku refleksikan agar terus belajar kehidupan demi kebaikan di masa depan.


 

  

           

 Picture                     Source: https://www.freepik.com/free-photo/sunny-beach-with-yellow-sand-mom-walks-yellow-dress-her-little-pretty-girl_2611980.htm


Penulis :

Laelatul Khodria

Mahasiswa PGPAUD 

Universitas Pendidikan Indonesia

Sabtu, 04 Juli 2020

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Sahkan RUU PKS!


Oleh
Nur'aeni
Anggota Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Kab. Cirebon

Ditengah pandemi ini, media sosial sempat digemparkan oleh pemberitaan terkait keputusan Komisi VIII DPR-RI yang mencabut Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program Legislasi Nasional (Proglenas) prioritas tahun 2020.

Hal ini tentu saja mengundang rasa kekesalan dan kekecewaan bagi para aktivis dan elemen masyarakat penggiat yang concern pada isu  kekerasan seksual yang ada di Indonesia. Ditambah lagi, ada ungkapan dari wakil ketua komisi VIII, Marwan Dasopang yang menyatakan bahwa pembahasan RUU PKS menurutnya agak sulit. Sejak periode sebelumnya pembahasan RUU PKS ini pun masih terbentur soal judul dan definisi kekerasan seksual, sehingga masih menuai perdebatan yang tak kunjung selesai. (Sumber : Kompas.com, 30/06/20)

Merujuk pada draft RUU PKS yang ada, publik perlu mengetahui bahwasanya di dalam RUU PKS tersebut memiliki tujuan-tujuan yang sangat berpihak dan ramah terhadap korban. Diantaranya, untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi dan memulihkan korban, menindak pelaku, menjamin terlaksananya kewajiban negara dan peran serta tanggung jawab keluarga, masyarakat dan korporasi dalam mewujudkan lingkungan yang bebas kekerasan seksual.
Selain itu, di dalam RUU PKS ini terdapat 9 jenis kekerasan seksual yang harus diketahui oleh masyarakat. Diantaranya, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.

Jika dikaji isi yang terkandung di dalamnya, RUU PKS ini benar-benar sangat dibutuhkan  sebagai payung hukum untuk lebih melindungi para perempuan  korban kekerasan seksual dari mulai penanganan hingga pemulihan korban melalui koordinasi yang melibatkan banyak elemen dan lembaga terkait secara sistematis.

DPR sebagai dewan perwakilan rakyat sudah seharusnya tidak lagi menutup mata soal realitas yang terjadi di lapangan bahwasanya sudah banyak korban yang tidak mendapatkan penanganan baik diranah hukum, sehingga banyak kasus yang terhenti begitu saja tanpa ada kepastian hukum bagi pelaku dan justru menambah trauma pada si korban itu sendiri. 

Data jumlah kekerasan seksual menurut catatan tahunan (catahu) 2020 oleh Komnas Perempuan telah meningkat sebanyak 792 % (hampir 800%) dalam kurun waktu 12 tahun dari tahun 2008-2019. Artinya kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia cenderung meningkat hingga 8 kali lipat. 
Adapun dari data tersebut, jika dilihat total jumlah perempuan korban kekerasan seksual pada 3 tahun terakhir, peningkatannya terlihat sangat signifikan. Pada tahun 2017 berjumlah 348.446, lalu ditahun 2018 meningkat diangka 406.178, dan ditahun 2019 meningkat lagi hingga diangka 431.471. 

Hal itu pun masih belum terdata secara keseluruhan, karena kekerasan seksual yang menimpa perempuan itu seperti fenomena gunung es, yang bisa diartikan dalam situasi yang sebenarnya kondisi perempuan Indonesia bisa lebih mengalami kehidupan yang tidak aman bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Dengan disajikan data yang sangat mengerikan seperti ini, apakah masih harus dibiarkan terjadi begitu saja sampai membentuk budaya yang tidak memanusiakan kemanusiaan perempuan? Tentu saja harus terus diperjuangkann RUU PKS untuk segera disahkan, bukan malah dibiarkan ditarik dari Proglenas 2020. 

Para penggiat yang concern di isu kekerasan seksual di Indonesia sangat berharap agar negara mampu memberikan komitmen politik yang tepat dan bertanggung jawab atas kondisi negeri yang sudah dinyatakan sebagai darurat kekerasan seksual oleh Komnas Perempuan.

Jika RUU PKS saat ini sudah dialihkan ke Baleg (Badan Legislatif) semoga ada harapan baik yang bisa dihasilkan demi terwujudnya negara yang bebas dari kekerasan seksual.

Sahkan RUU PKS!!!
Jangan ditunda-tunda lagi. 
Perempuan butuh ruang aman yang terbebas dari segala bentuk kekerasan.


#sahkanruupks #tolakpenarikanruup #sahkan #janganditundalagi

cirebon, 4 Juni 2020

Sabtu, 27 Juni 2020

Teman dan ketulusan

Jika pertemanan yang kita jalin atas dasar ketulusan, maka kita tidak hanya menerima lebihnya kita saja. Tapi, kita pun akan menerima kurangnya juga.

Dari situ kita akan menemukan teman lebih dari saudara.

Jika masih saling mengolok satu sama lain, itu pertanda kita baru mengenali sebatas permukaannya saja tanpa mengenali hal yang paling mendasar yang kita miliki.
❤️

@aenicomdev
Cirebon, 27 Juni 2020

Senin, 15 Juni 2020

Indonesiaku

Kalau Indonesia diibaratkan dengan rumah, tentunya tidak akan rela kalau rumah yang kita tinggali dicuri, dirampok dan dihancurkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karenanya jaga rumah kita dari segala bentuk ancaman yang akan meruntuhkan rumah kita bersama. Indonesia tanah air beta! Indonesia adalah rumah, semakin tua rumah kita, semakin bijak pula bagaimana perlakuan yang harus kita berikan ... Jaga persatuan, kenali keberagaman dan cintai dengan penuh kedamaian hati, jiwa dan pikiran... 


Love Indonesiaku ❤❤❤


@aenicomdev

Pagi siang sore

Pagi ke siang, siang ke sore, sore ke malam. Apa yang sudah dilakukan dalam sisa-sisa waktu yang terus berputar setiap harinya .... ???

Hidup ini sebuah pengulangan kata kerja. Pergi, makan, tidur, belanja, masak, mencuci, membaca, menulis, dan segala kerja-kerja manusia yang biasa dilakukan pada umumnya ...  

Terkadang monoton dan membosankan... 

Jadi, warnai kehidupanmu dengan segala hal yang lebih bermanfaat dan hidup lebih bermakna, lakukan saja sesuai hati nuranimu .. 

Pergilah dan jangan lupa kembali ..


@aenicomdev

Pengetahuan Membuatmu Seperti apa?

Apakah dari sekian proses belajar dan segala bentuk pengetahuan yang sudah kita akses, yang sudah kita telan juga kita refleksikan membuat kita semakin dekat dengan realitas kehidupan masyarakat apa justru malah menjauh dari realitas kehidupan yang ada ?


Siapapun kamu, dari latar belakang sosial yg seperti apapun, semoga kebermanfaatan hidup senantiasa mengiringi setiap langkah dan nafas kita dimana pun kita berada dan bersama siapa pun kita dipertemukan.  

Selamat menghayati kehidupan dengan segala versimu. Jika diri merasa lelah, beristirahatlah dan renungkanlah perjalanan panjangmu dalam menikmati kehidupan yang sedang kau jalani. 

Tujuan akhir yang seperti apa yang harus kita perjuangkan dan kita prioritaskan ... 

Jangan berhenti belajar, nikmati kehidupan selama nafas masih panjang.😊 

Maafkan dari aku yang masih suka berleyeh-leyeh dan masih banyak kekurangan dalam banyak hal.... 🙏


@aenicomdev

Bahagia versiku

Adalah bahagia tatkala hati tenang dalam rasa
Adalah bahagia tatkala kecewa tak lagi singgah dalam jiwa
Adalah bahagia jika senyum merona selalu terpapar dalam wajah manusia
Adalah bahagia jika setiap insan tetap saling bertegur sapa dalam segala problema

Adalah bahagia jika tak lagi ada kekerasan antar sesama manusia
Adalah bahagia jika dunia bersahabat dengan wanita
Adalah bahagia jika tak lagi ada diskriminasi terhadap semua wanita di dunia
Adalah bahagia jika kesetaraan itu terwujud dalam bingkai kehidupan bersama

Adalah bahagia jika mampu mengisi kehidupan dengan penuh makna
Adalah bahagia jika fakta tak lagi direkayasa
Adalah bahagia jika wacana terwujud nyata dalam realita

Adalah bahagia jika tak lagi ada kerusakan alam yang membabi buta
Adalah bahagia jika setiap insan tak lagi bertikai dalam ketidakpastian
Adalah bahagia jika manusia hidup dalam kebijaksanaan penuh keteduhan



Kopayu, 9 Maret 2019

Perempuan Harus Berani

Aku perempuan, dan aku sangat menyukai perjalanan jauh entah sejak kapan. 

Siapa sih yang ga suka trip, backpakeran ke tempat-tempat yang kita inginkan?
Pasti hampir semuanya suka. 

Entah sejak kapan, aku mulai berani untuk bepergian sendirian kemana pun. Semua itu berkat pengalaman demi pengalaman yang tidak instan. 

Kali ini, aku kembali untuk melakukan perjalanan luar kota sendirian. Menurutku, pengalaman perjalanan perempuan adalah suatu hal yang sangat penting untuk melatih diri perempuan agar lebih berani menghadapi banyak tantangan selama di perjalanan. 

Dengan begitu, dalam realitas kehidupan yang ada, kita sudah membiasakan diri untuk tidak bergantung atau mengandalkan sesuatu pada pihak lain yang tidak memiliki tanggung jawab penuh atas hidup kita. Karena, segala problematika kehidupan yang menghantam hidup kita, harus bisa kita selesaikan sendiri, bukan meminta orang lain untuk menuntaskan sepenuhnya.

Dalam banyak hal, ketika perempuan akan melakukan perjalanan jauh sendirian masih ada saja kekhawatiran atau berbagai bentuk asumsi negatif yang akan diterimanya. Hal itu bisa berupa anggapan bahwa perempuan tidak baik kalau suka pergi jauh-jauh apalagi sendirian. Perempuan itu lebih baik berdiam diri di rumah agar fitrahnya sebagai perempuan tetap terjaga. "Buat apa sih pergi kesana kemari kalau ga ada manfaatnya selain buang-buang waktu dan energi saja", kata orang sebelah. 

Biasanya, asumsi-asumsi yang membuat nyali perempuan ciut adalah datang dari orang-orang terdekat kita sendiri seperti keluarga, sahabat, pasangan, dan orang-orang yang tidak mau mengerti apalagi memahami suatu kondisi tiap-tiap individu.

Perempuan juga manusia, manusia berhak atas segala pilihannya. Selagi itu tidak merugikan diri sendiri dan orang lain kenapa tidak?

So, be your self, believe each other ..
Women support women ... .


Keep fighting to all my ladiest .. 
😊

Catatanku, 

Jakarta, 1 Maret 2020 

@aenicomdev

#mytrip #traveller #perempuanberani #suaraperempuan #nyaliperempuan

Kesalingan adalah kunci

Prinsip Mubaadalah yang diajarkan oleh Kyai Faqih untuk sebuah relasi yang bahagia dan membahagiakan patut diimplementasikan dalam keseharian.

Relasi antara kamu dengan pasangan, kamu dengan teman, kamu dengan saudara, kamu dengan orang tua dan relasi apapun itu, jika menerapkan prinsip kesalingan maka kita akan menyadari bahwa setiap dari kita memiliki kekurangan dan kelebihan yang patut kita komunikasikan, negosiasikan, dan kita toleransikan.

Kesalingan itu kunci.

Ga bisa berperan sendiri.


❤️

@aenicomdev


Indramayu, 15 April 2020 20.46

Minggu, 14 Juni 2020

Nilai-Nilai dan Prinsip Kehidupan

Kamu akan hidup sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip yang kamu anut.
Nilai-nilai tersebut tentunya akan mempengaruhimu dalam menentukan suatu pilihan.
Pilihan apapun soal dinamika kehidupan.

Nilai-nilai yang kita miliki pun akan bersifat dinamis sesuai dengan pengalaman spiritual kehidupan yang kamu lewatkan.

Jika tidak dinamis, maka nilai-nilai kolot yang sifatnya negatif akan terus diadopsi tanpa ada kompromi.

Bukankah hidup harus menuju ke arah perubahan yang lebih baik?
Maka teruslah berdialog dengan diri sendiri untuk mempertimbangkan sesuatu.

@aenicomdev


Hidupmu Tanggung Jawabmu

Hidupmu tanggung jawabmu.
Jangan hidup untuk beradu gengsi, mengandalkan emosi, apalagi sampai berselisih.

@aenicomdev

Jangan terbelenggu oleh hal-hal yang tidak rasional

Terlalu banyak menuntut sesuatu yang lebih kepada orang lain itu menandakan ketidakberdayaan kita.

So, kita tidak perlu menuntut banyak diluar kemampuan dari diri kita. Semakin tidak menuntut maka akan semakin dipermudah jalannya.

Jgn sampai mempersulit sesuatu yang sebenarnya mudah.

Yg sulit itu hanya fikiran kita yang terbelenggu oleh hal-hal yang tidak rasional.

Yang Tampak Belum Tentu Meninggalkan Jejak

Kita terlalu terbiasa untuk menilai seseorang dari luarnya saja.
Soal penampilan, soal materi, dan sesuatu yang hanya tampak secara kasat mata. 

Padahal yang tak bisa dilihat secara kasat mata jauh lebih penting dari semuanya. 
Soal kepribadian yg positif, open mind dan banyak hal lainnya. 
Apapun yang kita miliki, rendah hati harus dijadikan prinsip.
😊


Selasa, 03 Maret 2020

Riview Belajar Tentang Tujuh Habbits Menjadi Manusia Efektif

Oleh 
Nur'aeni


Menurut Stephen R. Covey, ada 7 kebiasaan manusia efektif yang harus kita ketahui agar lebih mengenal siapa diri kita dan apa tujuan hidup yang akan kita capai dimasa mendatang, baik jangka pendek atau pun jangka panjang. Semuanya itu harus kita rencanakan dengan baik dan semaksimal mungkin. Hal itu bertujuan agar hidup kita tidak terbuang sia-sia dan tentunya memiliki rencana-rencana jelas yang harus diperjuangkan oleh diri kita sendiri.

Tentunya, sebelum lebih jauh mengenal 7 kebiasaan manusia efektif, masing-masing dari diri kita  harus memegang prinsip-prinsip efektivitas, paradigma dan juga perilaku-perilaku yang akan memberikan hasil efektif.

Lalu apa saja sih, 7 kebiasaan manusia yang dimaksudkan itu?

Mari kita simak riview materi yang sudah disampaikan oleh seorang fasilitator perempuan hebat yang bernama Firda Agustin.

Jika dilihat dari skala proses kematangan, manusia cenderung memiliki 3 tingkatan yang harus dilalui untuk bisa menjadi manusia efektif dalam hidupnya. Tingkatan pertama, manusia masih berada dalam tingkat ketergantungan. Dalam tingkatan ini ada hal-hal yang mesti diperhatikan agar kita tidak lagi terjebak dalam segala bentuk ketergantungan dan mencoba berlari untuk bisa mencapai kemenangan pribadi. Kebiasaan-kebiasaan yang harus kita aplikasikan agar mampu keluar dari jeratan ketergantungan diantaranya :

1. Jadilah Proaktif.
Merujuk pada prinsip efektivitas kita diharuskan untuk bisa bertanggung jawab terhadap sebuah pilihan, memiliki akuntabilitas, inisiatif dan juga keberdayaan. Jika semua itu berhasil digenggam lalu dijalankan maka tidak mustahil akan menjadi manusia yang lebih proaktif. 

Proaktif dalam hal ini, memiliki sebuah paradigma yang sangat efektif, bahwa kita bebas untuk memilih dan bertanggung jawab penuh atas kebahagiaan kita sendiri, bukan orang lain. Artinya perilaku kita adalah hasil dari pilihan sadar kita yang berdasarkan prinsip, bukan merupakan akibat dari keadaan kita yang berdasarkan perasaan. Utamakan prinsip ketimbang perasaan. 

Perilaku-perilaku sangat efektif yang dapat dilakukan ketika kita akan memberikan respon terhadap sesuatu adalah berhenti sejenak, tarik nafas, lalu berikan respon berdasarkan prinsip dan hasil yang diinginkan. Gunakan bahasa proaktif ("saya memilih"). Fokus pada lingkaran pengaruh (faktor-faktor yang masih bisa kontrol). Menjadi tokoh transisi.

Jika kebiasaan proaktif dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka sedikit demi sedikit kita akan mengenali siapa diri kita yang sebenarnya.

Riview bersambung .... 


Minggu, 16 Februari 2020

Weekend bersama Hilda

Riview Novel Hilda
Oleh Nur'aeni

Judul : Hilda ( Cinta, Luka dan Perjuangan)
Penulis : Muyassarotul Hafidzoh
Penerbit : Cipta Bersama
Halaman : 508 Halaman


Saya menyukai kehidupan dengan beragam kisah yang ada di dalamnya. Segala proses kehidupan yang harus dilalui oleh setiap orang pun akan berbeda-beda pula cara mengatasinya. Nah, dari sinilah kita perlu banyak mempelajari kisah-kisah yang dialami oleh siapa pun untuk kita temui sisi baik dan buruknya. Tujuannya agar kita tidak menutup mata dan hati bahwa kenyataan orang lain yang belum pernah kita alami adalah benar adanya dan ada kemungkinan akan dialami oleh kita sendiri dengan konteks yang berbeda. 

Setelah banyak mendengar kisah nyata tentang kehidupan yang ada, kali ini saya berkenalan dan menyelami satu kisah kehidupan dari seorang tokoh fiksi yang bernama Hilda. Yah, Hilda ini pun dijadikan sebagai judul sampul besar dari novel yang saya temukan di beranda facebook yang selalu diposting terus menerus oleh penulisnya, sehingga saya pun tertarik untuk membeli dan membaca kisah yang dituliskannya.

Melihat latar belakang Hilda sebagai anak yang patuh kepada orang tuanya, anak yang cerdas, berprestasi dan patut untuk dibanggakan bagi siapa pun, ia harus menerima kenyataan pahit yang tidak pernah ia sangka sebelumnya. Hilda mengalami kehamilan tidak diinginkan hingga ia harus dikeluarkan dari sekolah karena kesalahan yang bukan dia kehendaki.

Dijelaskan dalam novel tersebut, Hilda adalah salah seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual yang dialaminya pada saat masih duduk dibangku sekolah kelas XII dan mengalami trauma yang sulit untuk dipulihkan. Tidak mudah bagi Hilda untuk melupakan semua masa lalunya yang sungguh menyakitkan dirinya.

Akan tetapi, dengan segala usaha dan dukungan orang tua dan orang-orang yang turut membantu memulihkan kondisi Hilda, kini Hilda bisa kembali menerima dirinya sendiri dan melanjutkan kehidupannya di lingkungan Pesantren sebagai tempat untuk menuntut ilmu juga menggali potensi yang ada pada dirinya. Hilda pun berhasil membuktikan bahwa dirinya mampu menggapai cita-citanya untuk terus menuntut ilmu hingga perguruan tinggi sampai ia menemukan kembali dirinya dengan segala angan yang ada dibenaknya. 

Dalam novel ini ada banyak tokoh perempuan yang berhasil diperankan dengan memiliki relasi keadilan yang luar biasa. Relasi kasih sayangnya tergambar secara utuh dan membuat saya terkagum-kagum untuk menikmati alur kisah Hilda yang penuh luka dan perjuangan itu. 

Dari tokoh ibu Zubaidah sebagai orang tua tunggal yang dipenuhi rasa tanggung jawab, kesabaran, keikhlasan dan selalu bersikap bijak terhadap anaknya dalam kondisi apapun. Ibu Rindang sebagai penyuluh kesehatan reproduksi yang mengadvokasi kasus Hilda tanpa pamrih. Ummi sebagai pengasuh pondok pesantren yang sangat mengerti kondisi Hilda dan turut andil besar dalam proses pemulihan Hilda dan menerima Hilda sebagai santrinya tanpa diskriminasi terkait latar belakang Hilda. Andin sebagai teman dekat Hilda selama tinggal di Pesantren yang selalu siap mendengar keluh kesah Hilda. Ibu Yanah, Mba Iffah, dan banyak pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu bahwa kehadiran tokoh-tokoh tersebut sangat berarti bagi kehidupan Hilda dan sangat membantu dalam proses pemulihan Hilda.

Artinya, perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual tidak seharusnya menerima kenyataan pahit lainnya, dianggap sebagai manusia paling berdosa dan pantas menerima segala caci maki dan juga hinaan tanpa memberikan kontribusi apalagi solusi apapun untuk kehidupannya. Dalam hal ini, penting sekali bagi para orang tua, teman, kerabat, dan pihak  lembaga yang bersangkutan untuk tidak langsung menghakimi dan mendosakan orang yang sudah menjadi korban untuk menjadi semakin lebih menderita keadaannya. Dari sini betapa pentingnya membangun kesadaran dan cara pandang yang tepat dan juga adil secara relasi dalam menangani suatu masalah sosial yang terjadi, terlebih kasus perempuan dan anak yang sedang marak terjadi dimana-mana. 

Dengan begitu, ketika mendapati kasus yang serupa bisa memberikan tahapan-tahapan yang tidak salah kaprah dalam menyelesaikannya. Hal itu semata-mata untuk memperjuangkan hak-hak kemanusiaan dalam memperoleh keadilan baik secara hukum maupun secara pandangan agama dan sosial.

Novel Hilda menyajikan gambaran kisah kehidupan yang tidak jauh dari konteks sosial yang ada. Ia yang mengalami kekerasan seksual, menjadi korban dan merasa hancur sehancur-hancurnya seakan tidak memiliki masa depan. Ia yang dikucilkan oleh masyarakat dan menjadi bahan pembicaraan yang tentunya tidak memberikan banyak solusi selain hanya menambah penderitaan bagi pihak korban dan keluarganya. Ia yang menjadi korban kekerasan seksual tidak mendapatkan keadilan baik secara hukum ataupun secara kemanusiaan. Ia yang menjadi perempuan korban yang lebih banyak disalahkan. Ia yang menjadi perempuan yang tidak menemukan tempat aman bagi dirinya. Ia yang menjadi perempuan yang seakan hilang kemanusiaanya. Sungguh ironis rasanya jika kisah yang persis seperti Hilda ini dialami oleh banyak perempuan dan tidak berhasil mendapat dukungan keadilan untuk kehidupan yang akan dilalui pasca kejadian yang tidak diinginkan tersebut.

Kisah pilu Hilda terjadi pada tanggal 13 februari, kala itu ia merasa ditipu oleh teman-temannya pasca acara malam pentas seni di sekolahnya. Ia meminum minuman yang diberikan oleh teman-temannya. Setelah meminumnya ia tak mengingat sesuatu hal yang terjadi pada dirinya. Ia hanya mengetahui bahwa dirinya sudah tidak mengenakan pakaian dan teman-teman lainnya menertawakan dan juga meninggalkan dirinya ditempat kejadian tersebut. Malam itu merupakan malam terburuk yang menghancurkan mimpi-mimpi besar Hilda.

Saya kira, dalam banyak konteks sosial yang ada, sudah tak asing lagi bahwa kisah-kisah kekerasan seksual yang dialami perempuan sudah banyak kita temukan dimana pun. Kita bisa melihat dan menyaksikannya dari berbagai media. Hal itu bisa juga terjadi pada perempuan-perempuan terdekat yang ada disekitar kita. Perempuan dalam hal ini bisa saja ibu, istri, saudara, adik, pacar dan siapa pun berpotensi untuk menjadi korban. Sekedar mengingatkan. Harapannya tidak ada lagi kisah-kisah serupa seperti halnya Hilda.

Disamping kisah penuh luka yang dialami oleh Hilda. Dalam novel ini pun menyajikan kisah cinta Hilda dan Wafa yang sangat menakjubkan dan membuat semakin jatuh cinta pada tokoh yang ditampilkan. Karena ada banyak khasanah ilmu pengetahuan yang bakal kita temukan di dalamnya. "Kamu, adalah aku yang lain," seru mereka.

Yah beruntungnya Hilda, ia selalu dipertemukan dengan orang-orang baik yang tulus menerima dan menyayangi dirinya dengan segala kekurangan yang ada. Selamat Hilda, kisahmu berakhir happy ending. 

Semoga dalam kehidupan nyata, jika ditemukan Hilda-hilda lain yang mengalami kekerasan seksual bisa diakukan pendampingan secara maksimal hingga ia mampu menemukan kembali jati dirinya dan dapat menggapai cita-cita masa depan yang lebih bahagia dan membahagiakan.
Perempuan adalah manusia seutuhnya.

Salam cinta. Salam keadilan.

Cirebon, 16 Februari 2020
@aencomdev



Sabtu, 15 Februari 2020

Mari nikmati hangatnya mentari dipagi hari

Mari kutemani pagi ini bersama hangatnya sang mentari, sambil ngopi dan lupakan sejenak kepenatan yang ada, dan cobalah untuk menyadari bahwa hidup itu tak perlu beradu gengsi untuk kepuasan yang tak bertepi. Bersedih dan bahagia adalah hal yang manusiawi.. sudah berada dititik manakah kita ini? ... 

Mari bersua .. 
☕🍵

Catatan : Cirebon, 16 Februari 2020