Start

Rabu, 07 Juli 2021

Pengalaman Perempuan


Tulisan campur sari disela-sela bedrest

11 hari sudah aku lalui masa-masa nifas pasca melahirkan seorang anak perempuan pertama yang sudah meninggal. Tarik nafas sebentar ... 

Pikiranku random, aku selalu berusaha untuk mengalihkan pikiranku agar tidak berlarut-larut dalam mimpi burukku kemarin.

Hari demi hari aku lalui seperti memulai hidup baru lagi. Aku mulai meraba-raba kehidupan, karena kehidupan setelah menikah yang sudah aku impikan seketika pupus begitu saja. 

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah.

Hari ini aku pengen coret-coret tulisan yang mungkin tak beraturan ... 

Tulisan untuk diri sendiri, jika ada yang berkenan untuk membacanya pun aku persilahkan.

All about me as woman

Perempuan akan melewati proses pengalaman biologisnya dari waktu ke waktu. Yang pertama, ketika ia mulai beranjak remaja akan mengalami Haid/Menstruasi. Selanjutnya ketika ia sudah beranjak dewasa dan sudah menikah akan merasakan kehamilan, melahirkan lalu menyusui. 

Hal itu merupakan pengalaman biologis perempuan yang tidak bisa digantikan perannya. Setiap tahapannya pasti akan dibarengi dengan rasa sakit yang berbeda-beda dan hanya perempuan yang merasakan bagaimana sakitnya saat menstruasi, saat awal-awal kehamilan, lalu sampai pada saat proses melahirkan lalu menyusui.

Tetapi, bagi perempuan rasa sakit itu menjadi hal yang sudah biasa meski berikatan erat dengan darah juga air mata. Dari situlah perempuan terlatih menjadi sosok yang kuat dan bermental baja. Karena dari rahimnya-lah ia dapat melahirkan manusia-manusia pilihan meski nyawa yang bakal ia korbankan. 

Perjuangan melahirkan adalah perjuangan nyawa perempuan yang diambang kematian. Harapan besarnya adalah ibu dan anak bisa terselamatkan, supaya perjuangan antara hidup dan mati seorang ibu dapat terbayarkan dengan mendengarkan suara tangisan bayi di ruang persalinan. Prosesnya baik yang melalui kelahiran normal maupun kelahiran melalui proses sesar. Semua ibu tetap sempurna. 
Selanjutnya, selamat meng(asi)hi dan membahagiakan buah hati tercinta dengan sepenuh hati. 

Jika yang terjadi tidak sesuai harapan, kita harus siap dengan takdir Tuhan yang terberikan. Karena bicara soal takdir, kita sudah tidak bisa berkutik lagi. Tuhan lebih tahu apa yang terbaik untuk semua makhluknya. Stay positif ...

Buka aib sebentar, wkwk
Menyesal pernah berada diposisi itu

Aku pernah menjadi bagian dari perempuan yang meremehkan perempuan lainnya. Ketika ada perempuan yang merasakan sakit karena nyeri haid, aku bersikap masa bodoh, tak peduli, cuek, karena aku merasa ketika haid reaksiku tidak begitu berlebihan untuk mengatasi rasa sakitnya. Jadi, seolah-olah perempuan lain yang mengeluh sakit nyeri haid itu manja dan berlebihan. Padahal, setiap kondisi perempuan itu berbeda-beda. Harusnya aku memahami hal itu. Sikap-sikap yang seperti itu tidak layak untuk kita pelihara. Jadi, jangan diteruskan ya sebagai atas nama perempuan.

Selain itu aku pernah berada di posisi perempuan yang meremehkan perempuan yang memberikan asi formula kepada anaknya, menyayangkan proses perempuan yang melahirkan secara sesar dan banyak hal lainnya yang aku anggap bahwa aku pernah berada dititik yang selalu meremehkan antar sesama perempuan. Hal itu mesti diakui karena kekuranganku dalam belajar soal kepekaan dan kepedulian antar sesama perempuan sangatlah minim aku dapatkan. 

Oleh karenanya, selama jasad masih dikandung badan kita harus terus belajar soal perkara kehidupan yang lebih mendalam lagi. Nikmati selalu perjalanan spiritual kita dalam melihat, mendengar, merasa, mengamati situasi dan kondisi yang terjadi disekitar kita. Jangan berhenti melangkah.

Jika masih ada perempuan yang berada dalam posisi yang merendahkan sesama perempuan dalam hal-hal sekecil apapun semoga segera beranjak dan move on untuk belajar lebih peka dan peduli lagi terhadap perasaan orang lain terutama perasaan perempuan yang sangat begitu sensitif jika disentil dengan hal-hal yang berkaitan erat dengan privasinya atau segala bentuk pilihan-pilihan yang berdasarkan kesadarannya. 

Jadi, mulai saat ini sudah harus bisa menghargai apapun yang menjadi pilihan seseorang. 
Kita tak perlu bersusah payah menghakimi atau menghukumi pilihan hidup orang lain terutama menyentil hal-hal yang bersifat sentimentil. 

Semoga kita bisa sama-sama belajar untuk terus mengintropeksi diri apa yang menjadi kekurangan kita, supaya kita tidak selalu sibuk memikirkan kekurangan orang lain saja.

Semakin berumur, harus semakin terukur secara ucapan,pikiran dan tindakan.

Bismillah bisa yuk bisa.

Tangerang Selatan, 7 Juli 2021 22.13

@aenicomdev






Minggu, 04 Juli 2021

Kelahiran Nadira, Anak Pertama

Periksa Kehamilan ke Dokter Obgyn

Hari Sabtu, 26 Juni 2021 Saya dan suami pergi ke Klinik untuk melihat kondisi kandunganku yang sudah memasuki usia 35 minggu melalui  USG 4D oleh Dr. Adil, SPOG.

Sebelum diperiksa melalui USG 4D, dokter memeriksaku dengan USG 3D terlebih dahulu. Dokter langsung memeriksaku dengan didampingi oleh asistennya. Saya pun menginformasikan ke dokter bahwa satu minggu ini kandunganku tidak ada gerakan. Dokter pun menyudahi pemeriksaan usg tersebut dan menyuruhku untuk kembali duduk. Setelah itu, dokter memberitahukan kepada kami, bahwa anak yang ada di dalam kandunganku sudah meninggal. 
Innalillahi wa innailaihi rojiun.

Saya ga percaya dengan perkataan dokter tersebut. Saya hanya bisa diam dan merasa sangat syok untuk menerima kenyataan baru yang sungguh sangat menyakitkan dihati. Suami pun langsung menenangkanku untuk bisa menerima semuanya.
Tapi, hati perempuan mana yang tidak sedih mendengar berita tak terduga dan sangat tidak diharapkan ini. Saya sudah sangat bahagia untuk bisa segera menyambut kelahiran anak saya yang pertama. Semua itu pupus begitu saja. 

Dokter pun memberikan rujukan kepada kami untuk periksa lanjutan ke RS. Kami dirujuk untuk pergi ke RS Pena Bogor. Setelah itu, kami langsung pulang dengan perasaan yang sangat tidak karuan. 

Setelah sampai di rumah, saya menangis seakan ga percaya kalau anak yang saya kandung sudah meninggal. Jadi, saya pun harus segera ke Rumah Sakit untuk diperiksa lebih lanjut dan dilakukan persalinan sebelum waktunya.

Tetanggaku menyarankan untuk segera ditangani di RS terdekat saja, yaitu RS Hermina Serpong, meskipun rujukan dari Dokter bukan di RS tersebut. Kondisi sudah malam, akhirnya kami pun pergi ke RS di pagi harinya saja. Alhamdulillah proses dipermudah meski saya tidak diperbolehkan masuk ke ruang IGD, karena sudah penuh dengan pasien lainnya. Akhirnya saya disarankan untuk istirahat di ruangan praktek dokter anak untuk sementara waktu sambil menunggu proses administrasi beres dan proses screening covid terlebih dahulu.

Sebelum dipindah ke ruangan persalinan, kandungan saya di periksa oleh perawat dengan alat pendeteksi detak jantung, dan benar detak jantung anak saya tidak ditemukan. Akhirnya, dilanjut periksa ulang melalui USG untuk memastikan kembali, dan hasilnya masih sama bahwa memang sudah tidak ada detak jantung. Malang sekali nasib anakku. Allah lebih sayang padanya.

Setelah selesai diperiksa, saya lanjut untuk di screening kesehatan terlebih dahulu dengan beberapa tahapan. Yang pertama Swab Antigen, cek darah, dan ronsen. Alhamdulillah hasilnya negatif semua, tidak terpapar oleh virus Covid-19. 

Kami menunggu cukup lama sampai bisa pindah ke ruang persalinan. Sekitar jam setengah tiga sore saya baru bisa dipindah ke ruang persalinan. Ada beberapa perawat yang menanganiku. Saya pun langsung ditangani dengan diberikan beberapa obat untuk dimulainya proses persalinan dengan cara induksi. Yaitu, memasukkan obat ke dalam vagina, oral agar bisa terjadi kontraksi hebat supaya bisa mengeluarkan bayi yang ada di dalam perutku. 

Sungguh luar biasa rasanya, setelah obat-obat tersebut sudah mulai bereaksi. Saya pun mulai merasakan rasa sakit yang tidak bisa dijelaskan, hanya bisa dirasakan oleh tubuh perempuan. 
Semakin lama, kontraksi perut semakin hebat, hingga akhirnya ada pembukaan pada vagina, dimulai dari pembukaan 3 sampai tiba waktunya saya sudah merasakan untuk mengejan dengan sendirinya, ga bisa ditahan lagi. Tapi, perawat menyarankan untuk tidak boleh mengejan. 

Kelahiran Anak Pertama, Nadira Qomaruddin

Akhirnya, pada hari Minggu 27 Juni 2021 pukul 19.30 anak perempuan saya yang pertama bisa dilahirkan dalam kondisi sudah meninggal dunia. Alhamdulillah saya bisa melahirkannya meski tidak bisa memeluk dan menggendongnya, suara tangisannya saja tidak ada. Saya tidak bisa berharap banyak lagi. Hanya bisa menangis dan menangis dan pasrah dengan takdir Tuhan yang luar biasa ini. Allah ....

Bayangan melahirkan yang tidak sesuai ekspektasi ini sungguh menyayat hati. Tapi, saya kembali pada keimanan diri bahwa apa yang terjadi pada hidup ini tidak terlepas dari takdir terbaik Tuhan untuk hidup kami dan anak kami. Saya harus bisa berfikir positif bahwa akan ada hikmah dibalik semua kejadian ini. 
Wallahu a'lam 

Anak pertama saya sudah kembali pada sang penciptanya. Saat ini, tinggal saya yang harus memperjuangkan hidup saya sendiri untuk kembali memulai hidup baru lagi bersama suami. Bismillah saya bisa melewati semuanya dengan baik.

Doa terbaik dari seorang ibu teruntuk anak yang sempat saya kandung selama 8 bulan 3 minggu.

"Anakku, yang kuberi nama Nadira Qomaruddin. Kehadiranmu dalam rahimku, sudah mengukir suatu kebahagiaan ayah dan ibumu di dunia. Kami sudah membayangkan akan menyambutmu dengan penuh rasa bahagia dihari kelahiranmu nanti dan berjanji akan mendidikmu dengan baik hingga kau bisa tumbuh menjadi manusia yang utuh secara lahir dan bathinmu. Tapi, Allah berkehendak lain sayang, katanya kamu adalah salah satu manusia pilihan yang sangat dicintai oleh Allah. Allah lebih mencintaimu, hingga kau pun dipanggil kembali untuk tetap berada disisi terindahNya. Allah akan menjadikanmu bidadari surga yang sangat cantik dan hanya ada kebahagiaan yang akan kau dapatkan disana. Terima kasih sudah hadir dalam rahim ibumu. Baik-baik disana sayang. Selamat jalan".

Kamu adalah kebahagiaan dan namamu akan terukir dalam titik nadirku, selamanya.


Tangerang Selatan, 4 Juli 2021

@aenicomdev










Jumat, 02 Oktober 2020

Kekerasan Verbal: Latihan kekuatan mental atau perusakan mental?



Apa yang terbayang darimu ketika mendengar kata: Kekerasan?

Bagi sebagian besar masyarakat, kekerasan identik dengan hal-hal berupa menyakiti seseorang melalui sentuhan fisik yang berlebihan. 


Nyatanya, kekerasan adalah segala bentuk tindakan yang dapat menyakiti individu baik berupa fisik maupun non fisik.


Kekerasan fisik sangat mudah diakui keberadaannya karena menimbulkan luka yang terlihat atau setidaknya sakit yang nyata. Sedangkan kekerasan non-fisik seringkali tidak disadari oleh pelakunya, contoh kekerasan non-fisik adalah Verbal. 


Pada orang dewasa saja, kekerasan verbal melalui kata-kata menyakitkan akan menimbulkan perasaan tidak nyaman, ketakutan, luka mendalam di hati bahkan trauma. Butuh waktu lama untuk menyembuhkan itu.


Bayangkan, bila yang menjadi korban kekerasan verbal adalah seorang anak yang masih meraba kehidupan. Apa yang akan terjadi pada dirinya?

Rasa takut? Jelas

Trauma? Pasti

Luka di hati? Ini yang paling menyayat.

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan verbal cenderung mengalami hambatan dalam proses perkembangan kognitif, karena bentakan mampu membuat otak anak bekerja dalam keadaan tidak stabil. Luka yang diterima pada saat anak-anak pun bisa saja terbawa hingga ia dewasa yang menyebabkan dirinya diliputi perasaan takut salah, takut berbeda, takut mencoba dan perasaan takut lainnya. Tentu saja perlu treatment khusus untuk benar-benar menyembuhkan luka batinnya. Sayangnya, tidak semua ormag memiliki akses untuk mengatasi hal tersebut.


Bekerja dalam tekanan untuk terus tumbuh namun didampingi kekerasan verbal bukan tempat ideal sama sekali. 


Jangan harap anak akan maju, mudah menerima informasi, nalarnya oke, jika kita terus berteriak dan berkata kasar padanya. 


Ketahuilah, jiwa anak pada dasarnya lembut, maka rebut hatinya dengan kelembutan. Kau tahu salju kan? Dia dapat masuk lebih dalam karena kelembutannya.



Laelatul Khodria

Ramah Anak Foundation

Sabtu, 26 September 2020

Menyemai Toleransi sejak Dini, Menuai Bangsa Berkeadilan di Kemudian Hari

 

Sumber gambar: https://www.freepik.com/premium-photo/concept-direvsity-word-written-with-chalk-different-colors_4135815.htm#page=2&query=tolerance+kids&position=6

Isu intoleransi di negeri ini bukanlah hal baru. Media sosial yang menjadi salah satu tempat interaksi berbagai macam karakter manusia pun tak luput menjadi ruang toleransi baru yang memberikan kesempatan untuk mengenal keragaman bagi penggunanya. Sayangnya, masih ada saja pengguna sosial media yang tidak memegang nilai toleransi dalam melihat berbagai fenomena di media sosial mereka.

 

Barangkali hal tersebut memang menjadi cerminan diri di dunia nyata yang masih belum mampu menerima keragaman yang ada di dunia khususnya di bumi pertiwi. Islam memandang keragaman yang ada di dunia merupakan rahmat Tuhan yang semestinya dijaga demi kemaslahatan umat.

 

Penanaman toleransi terhadap keragaman yang ada di masyarakat sejatinya dapat dimulai dari usia dini. Anak usia dini adalah anak yang sedang berada dalam masa keemasan atau yang biasa disebut “Golden Age”. Pada masa ini, perkembangan otak anak sedang pesat, sehingga pesan maupun percontohan perilaku yang diterima anak akan terekam dengan kuat hingga dewasa. Sepatutnya, anak mendapat lingkungan yang baik untuk ditanamkan toleransi atas keragaman dan hal tersebut dapat dimulai dari keluarga. 


Keluarga, selain menjadi tempat anak bertumbuh secara jasmaniah juga memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan moral dan agama yang mengarah pada pendidikan rohani anak. Selain keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat pun sangat berpengaruh terhadap karakter anak. Perlunya penanaman nilai toleransi pada anak usia dini memiliki pengaruh positif pada perkembangan jiwanya. Anak yang terbiasa dengan lingkungan beragam secara tidak langsung memiliki pondasi untuk menerima keragaman yang ada di lingkungannya.

 

Pembentukan keluarga yang menjunjung nilai toleransi perlu dimulai dari kesadaran orang tua tentang kondisi masyarakat yang memang sejak awal sudah beragam. Tentu, pengajaran yang dilakukan kepada anak tentang toleransi ini dimulai dari lingkup terkecil yaitu  percontohan perilaku yang diberikan oleh orang yang lebih dewasa. Stimulasi konkrit yang diberikan anak akan sangat bermakna dan berpengaruh terhadap pandangan anak.

 

Pengenalan anak terhadap keragaman dapat dimulai dengan menceritakan ataupun mengajak anak berdiskusi terkait keragaman yang ada di masyarakat mulai dari perbedaan minat seseorang terhadap sesuatu (makanan, mainan, dsb), sifat dan perilaku teman-temannya, dan perbedaan lain yang dekat dengan anak. Perlahan namun pasti anak akan lebih peka terhadap diri dan lingkungan sosialnya bahwa bersama tak harus sama dan perbedaan bukan penghalang dirinya untuk tetap bergaul dengan siapa saja tanpa harus membenci perbedaan yang telah ada. Hal ini menjadi bekal anak dalam memahami keragaman Suku, Agama, Ras dan Antar golongan kelak ketika waktunya anak mendengar  cerita ataupun melihat sendiri keragaman tersebut.

 

Maka, sebagai manusia dewasa yang dianggap sudah memiliki kesadaran serta kematangan berpikir, sudahkah kita menjadi contoh manusia yang toleran bagi anak-anak? Atau malah kita menjadi provokator kebencian terhadap keragaman?

Apapun itu, selalu ingat bahwa sebagai masyarakat, kita tak luput dari tugas menjadi contoh yang baik di ranah pendidikan masyarakat.

 


Penulis

Laelatul Khodria

Founder Rumah Anak Foundation


Senin, 14 September 2020

Ibu, Sebagai Anak Perempuanmu, Adakah Yang Ingin Kau Larang Dariku?

Sistem perkuliahan dari rumah memberikan kesempatan untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama orang tua walau hanya sekedar bercerita sambil menonton televisi. Hal tersebut patut disyukuri mengingat segala hal menjadi tidak pasti di masa pandemi saat ini. Mendengarkan ceritanya dengan seksama pun menjadi berkah tersendiri, bagaimana tidak? selama berkuliah di luar kota, inilah momen yang paling dirindukan oleh anak perantauan.

 

    Malam ini, beliau bercerita tentang masa remajanya yang tinggal di lingkungan sosial dengan banyak larangan untuk seorang perempuan. Beliau bercerita bahwa saat Sekolah Dasar, beliau adalah anak yang aktif dalam kegiatan baik akademik maupun non-akademik

 

    Apresiasi atas keaktifannya tersebut diakui oleh Guru di sekolah yang sering memberikan pujian untuk nilainya yang bagus berkat usahanya yang giat. Namun, hal tersebut tidak berlaku saat dirinya tiba dirumah. Orang tua ibuku memberikan akses sekolah secara sembunyi-sembunyi sehingga mereka hanya mengiyakan dan tidak mengapresiasi secara khusus usaha ibuku untuk berprestasi di sekolahnya. Perilaku tersebut dilatarbelakangi oleh anggapan lingkungan sosial dulu yang masih meyakini betul bahwa seorang perempuan lebih baik tidak disekolahkan karena takut menggunakan kepintarannya untuk hal yang tidak-tidak seperti menulis surat cinta untuk lawan jenisnya atau nanti akan melawan terhadap laki-laki, perempuan cukup belajar ngaji saja. Sebuah alasan yang terdengar menyakitkan di telingaku saat ini, -sungguh sangat patriarki sekali- Batinku.

 

    Beruntung, ibuku bukan perempuan yang mudah menyerah. Beliau tetap memilih bersekolah meskipun kadang mendapat amarah orang tua karena membawa teman sekolah ke rumah ataupun memiliki banyak teman laki-laki di sekolahnya.  Beliau menyadari kekhawatiran orang tuanya tentang ‘omongan tetangga’ yang akan didapatkan bila mengetahui anak perempuannya aktif di sekolah. Namun, beliau tidak peduli akan hal tersebut “Ibu tuh tetep milih sekolah, ya karena seneng bisa ketemu banyak temen dan bisa bebas ikutan eskul di sekolah” katanya saat bercerita. Sekolah baginya menjadi sebuah tempat menyenangkan, mengalahkan rasa sakitnya dimarah oleh orang tua hanya karena omongan tetangga.

 

Suatu hari, sekolah mengadakan seleksi siswa-siswi yang akan mengikuti perayaan peringatan hari besar. Saat itu ibuku dipercaya untuk menjadi bagian dari grup drum band sekolah sebagai yang didepan –mungkin maksudnya mayoret- dan ikut dalam parade perayaan tersebut. Singkat cerita, parade sekolah berlangsung dengan berkeliling mengitari desa yang diikuti oleh siswa siswi dengan berbagai atribut. Sayangnya, ini menjadi puncak alasan ibuku tidak melanjutkan sekolah jalur formal. Saat pulang ke rumah, beliau terkena marah karena ikut menjadi bagian dari penampil pada parade tersebut. Sebagai gantinya, beliau dikirim ke pondok pesantren di kota ini untuk nyantri supaya tidak perlu sekolah lagi. Beruntungnya, beliau mendapatkan pengalaman yang baik di pondok pesantrennya.

 

    Kenyataan bahwa Ibuku dilarang sekolah formal hanya karena dia perempuan dan dilarang tampil di depan publik hanya karena dia perempuan. Mungkin terdengar tidak adil. Tapi, tradisi tetap tradisi, ia ada dan tumbuh dalam masyarakat yang tetap sepakat akan suatu konsep serta tidak mudah melepas diri dari hal tersebut.

 

  Ibuku bilang, aku beruntung saat ini akses perempuan sudah lebih maju dibandingkan zaman ibuku dulu yang sungguh sangat terbatas ruang geraknya bahkan hanya untuk sekolah saja harus diam-diam supaya tidak mendapat omongan tetangga yang macam-macam. Puji syukur, di lingkungan tempat tinggal ibuku sekarang juga sudah berkembang, pikiran masyarakat mulai terbuka akan pentingnya pendidikan bagi semua pihak. Kesadaran kolektif tentang pentingnya akses pendidikan yang terbuka seluas-luasnya bagi laki-laki dan perempuan penting dijaga. Hal ini menjadi salah satu upaya untuk sama-sama mewujudkan kehidupan sosial yang adil dan maslahat dalam masyarakat.


   Mengakhiri obrolan, aku pun bertanya padanya: “Sekarang aku anak perempuanmu, adakah yang ingin ibu larang dariku?” ibuku menjawab “Ibu tidak akan melarang apapun yang kamu lakukan, kamu mau kemana , kamu mau bisa apa, mau kerja apa, mau jadi apa, yang penting satu hal: kamu bisa jaga diri dan ibu percaya itu” terharu mendengar pesannya yang membolehkanku melakukan apapun selagi masih dalam koridor kebaikan dan manfaat.

 

    Bila kau tahu, sungguh kepercayaanmu benar menjadi bekal terindah untukku berlayar di tengah dunia luas penuh dengan pilihan ini. Nasihatmu bagaikan mata angin yang memberi petunjuk kemana harus melangkah. Terimakasih Ibu, ceritamu tentang masa lalu menjadi hal yang layak aku refleksikan agar terus belajar kehidupan demi kebaikan di masa depan.


 

  

           

 Picture                     Source: https://www.freepik.com/free-photo/sunny-beach-with-yellow-sand-mom-walks-yellow-dress-her-little-pretty-girl_2611980.htm


Penulis :

Laelatul Khodria

Mahasiswa PGPAUD 

Universitas Pendidikan Indonesia

Sabtu, 04 Juli 2020

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Sahkan RUU PKS!


Oleh
Nur'aeni
Anggota Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Kab. Cirebon

Ditengah pandemi ini, media sosial sempat digemparkan oleh pemberitaan terkait keputusan Komisi VIII DPR-RI yang mencabut Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program Legislasi Nasional (Proglenas) prioritas tahun 2020.

Hal ini tentu saja mengundang rasa kekesalan dan kekecewaan bagi para aktivis dan elemen masyarakat penggiat yang concern pada isu  kekerasan seksual yang ada di Indonesia. Ditambah lagi, ada ungkapan dari wakil ketua komisi VIII, Marwan Dasopang yang menyatakan bahwa pembahasan RUU PKS menurutnya agak sulit. Sejak periode sebelumnya pembahasan RUU PKS ini pun masih terbentur soal judul dan definisi kekerasan seksual, sehingga masih menuai perdebatan yang tak kunjung selesai. (Sumber : Kompas.com, 30/06/20)

Merujuk pada draft RUU PKS yang ada, publik perlu mengetahui bahwasanya di dalam RUU PKS tersebut memiliki tujuan-tujuan yang sangat berpihak dan ramah terhadap korban. Diantaranya, untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi dan memulihkan korban, menindak pelaku, menjamin terlaksananya kewajiban negara dan peran serta tanggung jawab keluarga, masyarakat dan korporasi dalam mewujudkan lingkungan yang bebas kekerasan seksual.
Selain itu, di dalam RUU PKS ini terdapat 9 jenis kekerasan seksual yang harus diketahui oleh masyarakat. Diantaranya, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.

Jika dikaji isi yang terkandung di dalamnya, RUU PKS ini benar-benar sangat dibutuhkan  sebagai payung hukum untuk lebih melindungi para perempuan  korban kekerasan seksual dari mulai penanganan hingga pemulihan korban melalui koordinasi yang melibatkan banyak elemen dan lembaga terkait secara sistematis.

DPR sebagai dewan perwakilan rakyat sudah seharusnya tidak lagi menutup mata soal realitas yang terjadi di lapangan bahwasanya sudah banyak korban yang tidak mendapatkan penanganan baik diranah hukum, sehingga banyak kasus yang terhenti begitu saja tanpa ada kepastian hukum bagi pelaku dan justru menambah trauma pada si korban itu sendiri. 

Data jumlah kekerasan seksual menurut catatan tahunan (catahu) 2020 oleh Komnas Perempuan telah meningkat sebanyak 792 % (hampir 800%) dalam kurun waktu 12 tahun dari tahun 2008-2019. Artinya kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia cenderung meningkat hingga 8 kali lipat. 
Adapun dari data tersebut, jika dilihat total jumlah perempuan korban kekerasan seksual pada 3 tahun terakhir, peningkatannya terlihat sangat signifikan. Pada tahun 2017 berjumlah 348.446, lalu ditahun 2018 meningkat diangka 406.178, dan ditahun 2019 meningkat lagi hingga diangka 431.471. 

Hal itu pun masih belum terdata secara keseluruhan, karena kekerasan seksual yang menimpa perempuan itu seperti fenomena gunung es, yang bisa diartikan dalam situasi yang sebenarnya kondisi perempuan Indonesia bisa lebih mengalami kehidupan yang tidak aman bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Dengan disajikan data yang sangat mengerikan seperti ini, apakah masih harus dibiarkan terjadi begitu saja sampai membentuk budaya yang tidak memanusiakan kemanusiaan perempuan? Tentu saja harus terus diperjuangkann RUU PKS untuk segera disahkan, bukan malah dibiarkan ditarik dari Proglenas 2020. 

Para penggiat yang concern di isu kekerasan seksual di Indonesia sangat berharap agar negara mampu memberikan komitmen politik yang tepat dan bertanggung jawab atas kondisi negeri yang sudah dinyatakan sebagai darurat kekerasan seksual oleh Komnas Perempuan.

Jika RUU PKS saat ini sudah dialihkan ke Baleg (Badan Legislatif) semoga ada harapan baik yang bisa dihasilkan demi terwujudnya negara yang bebas dari kekerasan seksual.

Sahkan RUU PKS!!!
Jangan ditunda-tunda lagi. 
Perempuan butuh ruang aman yang terbebas dari segala bentuk kekerasan.


#sahkanruupks #tolakpenarikanruup #sahkan #janganditundalagi

cirebon, 4 Juni 2020

Sabtu, 27 Juni 2020

Teman dan ketulusan

Jika pertemanan yang kita jalin atas dasar ketulusan, maka kita tidak hanya menerima lebihnya kita saja. Tapi, kita pun akan menerima kurangnya juga.

Dari situ kita akan menemukan teman lebih dari saudara.

Jika masih saling mengolok satu sama lain, itu pertanda kita baru mengenali sebatas permukaannya saja tanpa mengenali hal yang paling mendasar yang kita miliki.
❤️

@aenicomdev
Cirebon, 27 Juni 2020