Start

Jumat, 02 Oktober 2020

Kekerasan Verbal: Latihan kekuatan mental atau perusakan mental?



Apa yang terbayang darimu ketika mendengar kata: Kekerasan?

Bagi sebagian besar masyarakat, kekerasan identik dengan hal-hal berupa menyakiti seseorang melalui sentuhan fisik yang berlebihan. 


Nyatanya, kekerasan adalah segala bentuk tindakan yang dapat menyakiti individu baik berupa fisik maupun non fisik.


Kekerasan fisik sangat mudah diakui keberadaannya karena menimbulkan luka yang terlihat atau setidaknya sakit yang nyata. Sedangkan kekerasan non-fisik seringkali tidak disadari oleh pelakunya, contoh kekerasan non-fisik adalah Verbal. 


Pada orang dewasa saja, kekerasan verbal melalui kata-kata menyakitkan akan menimbulkan perasaan tidak nyaman, ketakutan, luka mendalam di hati bahkan trauma. Butuh waktu lama untuk menyembuhkan itu.


Bayangkan, bila yang menjadi korban kekerasan verbal adalah seorang anak yang masih meraba kehidupan. Apa yang akan terjadi pada dirinya?

Rasa takut? Jelas

Trauma? Pasti

Luka di hati? Ini yang paling menyayat.

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan verbal cenderung mengalami hambatan dalam proses perkembangan kognitif, karena bentakan mampu membuat otak anak bekerja dalam keadaan tidak stabil. Luka yang diterima pada saat anak-anak pun bisa saja terbawa hingga ia dewasa yang menyebabkan dirinya diliputi perasaan takut salah, takut berbeda, takut mencoba dan perasaan takut lainnya. Tentu saja perlu treatment khusus untuk benar-benar menyembuhkan luka batinnya. Sayangnya, tidak semua ormag memiliki akses untuk mengatasi hal tersebut.


Bekerja dalam tekanan untuk terus tumbuh namun didampingi kekerasan verbal bukan tempat ideal sama sekali. 


Jangan harap anak akan maju, mudah menerima informasi, nalarnya oke, jika kita terus berteriak dan berkata kasar padanya. 


Ketahuilah, jiwa anak pada dasarnya lembut, maka rebut hatinya dengan kelembutan. Kau tahu salju kan? Dia dapat masuk lebih dalam karena kelembutannya.



Laelatul Khodria

Ramah Anak Foundation