Start

Jumat, 02 Oktober 2020

Kekerasan Verbal: Latihan kekuatan mental atau perusakan mental?



Apa yang terbayang darimu ketika mendengar kata: Kekerasan?

Bagi sebagian besar masyarakat, kekerasan identik dengan hal-hal berupa menyakiti seseorang melalui sentuhan fisik yang berlebihan. 


Nyatanya, kekerasan adalah segala bentuk tindakan yang dapat menyakiti individu baik berupa fisik maupun non fisik.


Kekerasan fisik sangat mudah diakui keberadaannya karena menimbulkan luka yang terlihat atau setidaknya sakit yang nyata. Sedangkan kekerasan non-fisik seringkali tidak disadari oleh pelakunya, contoh kekerasan non-fisik adalah Verbal. 


Pada orang dewasa saja, kekerasan verbal melalui kata-kata menyakitkan akan menimbulkan perasaan tidak nyaman, ketakutan, luka mendalam di hati bahkan trauma. Butuh waktu lama untuk menyembuhkan itu.


Bayangkan, bila yang menjadi korban kekerasan verbal adalah seorang anak yang masih meraba kehidupan. Apa yang akan terjadi pada dirinya?

Rasa takut? Jelas

Trauma? Pasti

Luka di hati? Ini yang paling menyayat.

Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh kekerasan verbal cenderung mengalami hambatan dalam proses perkembangan kognitif, karena bentakan mampu membuat otak anak bekerja dalam keadaan tidak stabil. Luka yang diterima pada saat anak-anak pun bisa saja terbawa hingga ia dewasa yang menyebabkan dirinya diliputi perasaan takut salah, takut berbeda, takut mencoba dan perasaan takut lainnya. Tentu saja perlu treatment khusus untuk benar-benar menyembuhkan luka batinnya. Sayangnya, tidak semua ormag memiliki akses untuk mengatasi hal tersebut.


Bekerja dalam tekanan untuk terus tumbuh namun didampingi kekerasan verbal bukan tempat ideal sama sekali. 


Jangan harap anak akan maju, mudah menerima informasi, nalarnya oke, jika kita terus berteriak dan berkata kasar padanya. 


Ketahuilah, jiwa anak pada dasarnya lembut, maka rebut hatinya dengan kelembutan. Kau tahu salju kan? Dia dapat masuk lebih dalam karena kelembutannya.



Laelatul Khodria

Ramah Anak Foundation

Sabtu, 26 September 2020

Menyemai Toleransi sejak Dini, Menuai Bangsa Berkeadilan di Kemudian Hari

 

Sumber gambar: https://www.freepik.com/premium-photo/concept-direvsity-word-written-with-chalk-different-colors_4135815.htm#page=2&query=tolerance+kids&position=6

Isu intoleransi di negeri ini bukanlah hal baru. Media sosial yang menjadi salah satu tempat interaksi berbagai macam karakter manusia pun tak luput menjadi ruang toleransi baru yang memberikan kesempatan untuk mengenal keragaman bagi penggunanya. Sayangnya, masih ada saja pengguna sosial media yang tidak memegang nilai toleransi dalam melihat berbagai fenomena di media sosial mereka.

 

Barangkali hal tersebut memang menjadi cerminan diri di dunia nyata yang masih belum mampu menerima keragaman yang ada di dunia khususnya di bumi pertiwi. Islam memandang keragaman yang ada di dunia merupakan rahmat Tuhan yang semestinya dijaga demi kemaslahatan umat.

 

Penanaman toleransi terhadap keragaman yang ada di masyarakat sejatinya dapat dimulai dari usia dini. Anak usia dini adalah anak yang sedang berada dalam masa keemasan atau yang biasa disebut “Golden Age”. Pada masa ini, perkembangan otak anak sedang pesat, sehingga pesan maupun percontohan perilaku yang diterima anak akan terekam dengan kuat hingga dewasa. Sepatutnya, anak mendapat lingkungan yang baik untuk ditanamkan toleransi atas keragaman dan hal tersebut dapat dimulai dari keluarga. 


Keluarga, selain menjadi tempat anak bertumbuh secara jasmaniah juga memiliki tanggung jawab terhadap pendidikan moral dan agama yang mengarah pada pendidikan rohani anak. Selain keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat pun sangat berpengaruh terhadap karakter anak. Perlunya penanaman nilai toleransi pada anak usia dini memiliki pengaruh positif pada perkembangan jiwanya. Anak yang terbiasa dengan lingkungan beragam secara tidak langsung memiliki pondasi untuk menerima keragaman yang ada di lingkungannya.

 

Pembentukan keluarga yang menjunjung nilai toleransi perlu dimulai dari kesadaran orang tua tentang kondisi masyarakat yang memang sejak awal sudah beragam. Tentu, pengajaran yang dilakukan kepada anak tentang toleransi ini dimulai dari lingkup terkecil yaitu  percontohan perilaku yang diberikan oleh orang yang lebih dewasa. Stimulasi konkrit yang diberikan anak akan sangat bermakna dan berpengaruh terhadap pandangan anak.

 

Pengenalan anak terhadap keragaman dapat dimulai dengan menceritakan ataupun mengajak anak berdiskusi terkait keragaman yang ada di masyarakat mulai dari perbedaan minat seseorang terhadap sesuatu (makanan, mainan, dsb), sifat dan perilaku teman-temannya, dan perbedaan lain yang dekat dengan anak. Perlahan namun pasti anak akan lebih peka terhadap diri dan lingkungan sosialnya bahwa bersama tak harus sama dan perbedaan bukan penghalang dirinya untuk tetap bergaul dengan siapa saja tanpa harus membenci perbedaan yang telah ada. Hal ini menjadi bekal anak dalam memahami keragaman Suku, Agama, Ras dan Antar golongan kelak ketika waktunya anak mendengar  cerita ataupun melihat sendiri keragaman tersebut.

 

Maka, sebagai manusia dewasa yang dianggap sudah memiliki kesadaran serta kematangan berpikir, sudahkah kita menjadi contoh manusia yang toleran bagi anak-anak? Atau malah kita menjadi provokator kebencian terhadap keragaman?

Apapun itu, selalu ingat bahwa sebagai masyarakat, kita tak luput dari tugas menjadi contoh yang baik di ranah pendidikan masyarakat.

 


Penulis

Laelatul Khodria

Founder Rumah Anak Foundation


Senin, 14 September 2020

Ibu, Sebagai Anak Perempuanmu, Adakah Yang Ingin Kau Larang Dariku?

Sistem perkuliahan dari rumah memberikan kesempatan untuk lebih banyak menghabiskan waktu bersama orang tua walau hanya sekedar bercerita sambil menonton televisi. Hal tersebut patut disyukuri mengingat segala hal menjadi tidak pasti di masa pandemi saat ini. Mendengarkan ceritanya dengan seksama pun menjadi berkah tersendiri, bagaimana tidak? selama berkuliah di luar kota, inilah momen yang paling dirindukan oleh anak perantauan.

 

    Malam ini, beliau bercerita tentang masa remajanya yang tinggal di lingkungan sosial dengan banyak larangan untuk seorang perempuan. Beliau bercerita bahwa saat Sekolah Dasar, beliau adalah anak yang aktif dalam kegiatan baik akademik maupun non-akademik

 

    Apresiasi atas keaktifannya tersebut diakui oleh Guru di sekolah yang sering memberikan pujian untuk nilainya yang bagus berkat usahanya yang giat. Namun, hal tersebut tidak berlaku saat dirinya tiba dirumah. Orang tua ibuku memberikan akses sekolah secara sembunyi-sembunyi sehingga mereka hanya mengiyakan dan tidak mengapresiasi secara khusus usaha ibuku untuk berprestasi di sekolahnya. Perilaku tersebut dilatarbelakangi oleh anggapan lingkungan sosial dulu yang masih meyakini betul bahwa seorang perempuan lebih baik tidak disekolahkan karena takut menggunakan kepintarannya untuk hal yang tidak-tidak seperti menulis surat cinta untuk lawan jenisnya atau nanti akan melawan terhadap laki-laki, perempuan cukup belajar ngaji saja. Sebuah alasan yang terdengar menyakitkan di telingaku saat ini, -sungguh sangat patriarki sekali- Batinku.

 

    Beruntung, ibuku bukan perempuan yang mudah menyerah. Beliau tetap memilih bersekolah meskipun kadang mendapat amarah orang tua karena membawa teman sekolah ke rumah ataupun memiliki banyak teman laki-laki di sekolahnya.  Beliau menyadari kekhawatiran orang tuanya tentang ‘omongan tetangga’ yang akan didapatkan bila mengetahui anak perempuannya aktif di sekolah. Namun, beliau tidak peduli akan hal tersebut “Ibu tuh tetep milih sekolah, ya karena seneng bisa ketemu banyak temen dan bisa bebas ikutan eskul di sekolah” katanya saat bercerita. Sekolah baginya menjadi sebuah tempat menyenangkan, mengalahkan rasa sakitnya dimarah oleh orang tua hanya karena omongan tetangga.

 

Suatu hari, sekolah mengadakan seleksi siswa-siswi yang akan mengikuti perayaan peringatan hari besar. Saat itu ibuku dipercaya untuk menjadi bagian dari grup drum band sekolah sebagai yang didepan –mungkin maksudnya mayoret- dan ikut dalam parade perayaan tersebut. Singkat cerita, parade sekolah berlangsung dengan berkeliling mengitari desa yang diikuti oleh siswa siswi dengan berbagai atribut. Sayangnya, ini menjadi puncak alasan ibuku tidak melanjutkan sekolah jalur formal. Saat pulang ke rumah, beliau terkena marah karena ikut menjadi bagian dari penampil pada parade tersebut. Sebagai gantinya, beliau dikirim ke pondok pesantren di kota ini untuk nyantri supaya tidak perlu sekolah lagi. Beruntungnya, beliau mendapatkan pengalaman yang baik di pondok pesantrennya.

 

    Kenyataan bahwa Ibuku dilarang sekolah formal hanya karena dia perempuan dan dilarang tampil di depan publik hanya karena dia perempuan. Mungkin terdengar tidak adil. Tapi, tradisi tetap tradisi, ia ada dan tumbuh dalam masyarakat yang tetap sepakat akan suatu konsep serta tidak mudah melepas diri dari hal tersebut.

 

  Ibuku bilang, aku beruntung saat ini akses perempuan sudah lebih maju dibandingkan zaman ibuku dulu yang sungguh sangat terbatas ruang geraknya bahkan hanya untuk sekolah saja harus diam-diam supaya tidak mendapat omongan tetangga yang macam-macam. Puji syukur, di lingkungan tempat tinggal ibuku sekarang juga sudah berkembang, pikiran masyarakat mulai terbuka akan pentingnya pendidikan bagi semua pihak. Kesadaran kolektif tentang pentingnya akses pendidikan yang terbuka seluas-luasnya bagi laki-laki dan perempuan penting dijaga. Hal ini menjadi salah satu upaya untuk sama-sama mewujudkan kehidupan sosial yang adil dan maslahat dalam masyarakat.


   Mengakhiri obrolan, aku pun bertanya padanya: “Sekarang aku anak perempuanmu, adakah yang ingin ibu larang dariku?” ibuku menjawab “Ibu tidak akan melarang apapun yang kamu lakukan, kamu mau kemana , kamu mau bisa apa, mau kerja apa, mau jadi apa, yang penting satu hal: kamu bisa jaga diri dan ibu percaya itu” terharu mendengar pesannya yang membolehkanku melakukan apapun selagi masih dalam koridor kebaikan dan manfaat.

 

    Bila kau tahu, sungguh kepercayaanmu benar menjadi bekal terindah untukku berlayar di tengah dunia luas penuh dengan pilihan ini. Nasihatmu bagaikan mata angin yang memberi petunjuk kemana harus melangkah. Terimakasih Ibu, ceritamu tentang masa lalu menjadi hal yang layak aku refleksikan agar terus belajar kehidupan demi kebaikan di masa depan.


 

  

           

 Picture                     Source: https://www.freepik.com/free-photo/sunny-beach-with-yellow-sand-mom-walks-yellow-dress-her-little-pretty-girl_2611980.htm


Penulis :

Laelatul Khodria

Mahasiswa PGPAUD 

Universitas Pendidikan Indonesia

Sabtu, 04 Juli 2020

Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, Sahkan RUU PKS!


Oleh
Nur'aeni
Anggota Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Kab. Cirebon

Ditengah pandemi ini, media sosial sempat digemparkan oleh pemberitaan terkait keputusan Komisi VIII DPR-RI yang mencabut Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dari Program Legislasi Nasional (Proglenas) prioritas tahun 2020.

Hal ini tentu saja mengundang rasa kekesalan dan kekecewaan bagi para aktivis dan elemen masyarakat penggiat yang concern pada isu  kekerasan seksual yang ada di Indonesia. Ditambah lagi, ada ungkapan dari wakil ketua komisi VIII, Marwan Dasopang yang menyatakan bahwa pembahasan RUU PKS menurutnya agak sulit. Sejak periode sebelumnya pembahasan RUU PKS ini pun masih terbentur soal judul dan definisi kekerasan seksual, sehingga masih menuai perdebatan yang tak kunjung selesai. (Sumber : Kompas.com, 30/06/20)

Merujuk pada draft RUU PKS yang ada, publik perlu mengetahui bahwasanya di dalam RUU PKS tersebut memiliki tujuan-tujuan yang sangat berpihak dan ramah terhadap korban. Diantaranya, untuk mencegah segala bentuk kekerasan seksual, menangani, melindungi dan memulihkan korban, menindak pelaku, menjamin terlaksananya kewajiban negara dan peran serta tanggung jawab keluarga, masyarakat dan korporasi dalam mewujudkan lingkungan yang bebas kekerasan seksual.
Selain itu, di dalam RUU PKS ini terdapat 9 jenis kekerasan seksual yang harus diketahui oleh masyarakat. Diantaranya, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.

Jika dikaji isi yang terkandung di dalamnya, RUU PKS ini benar-benar sangat dibutuhkan  sebagai payung hukum untuk lebih melindungi para perempuan  korban kekerasan seksual dari mulai penanganan hingga pemulihan korban melalui koordinasi yang melibatkan banyak elemen dan lembaga terkait secara sistematis.

DPR sebagai dewan perwakilan rakyat sudah seharusnya tidak lagi menutup mata soal realitas yang terjadi di lapangan bahwasanya sudah banyak korban yang tidak mendapatkan penanganan baik diranah hukum, sehingga banyak kasus yang terhenti begitu saja tanpa ada kepastian hukum bagi pelaku dan justru menambah trauma pada si korban itu sendiri. 

Data jumlah kekerasan seksual menurut catatan tahunan (catahu) 2020 oleh Komnas Perempuan telah meningkat sebanyak 792 % (hampir 800%) dalam kurun waktu 12 tahun dari tahun 2008-2019. Artinya kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia cenderung meningkat hingga 8 kali lipat. 
Adapun dari data tersebut, jika dilihat total jumlah perempuan korban kekerasan seksual pada 3 tahun terakhir, peningkatannya terlihat sangat signifikan. Pada tahun 2017 berjumlah 348.446, lalu ditahun 2018 meningkat diangka 406.178, dan ditahun 2019 meningkat lagi hingga diangka 431.471. 

Hal itu pun masih belum terdata secara keseluruhan, karena kekerasan seksual yang menimpa perempuan itu seperti fenomena gunung es, yang bisa diartikan dalam situasi yang sebenarnya kondisi perempuan Indonesia bisa lebih mengalami kehidupan yang tidak aman bagi dirinya dan lingkungan sekitarnya.

Dengan disajikan data yang sangat mengerikan seperti ini, apakah masih harus dibiarkan terjadi begitu saja sampai membentuk budaya yang tidak memanusiakan kemanusiaan perempuan? Tentu saja harus terus diperjuangkann RUU PKS untuk segera disahkan, bukan malah dibiarkan ditarik dari Proglenas 2020. 

Para penggiat yang concern di isu kekerasan seksual di Indonesia sangat berharap agar negara mampu memberikan komitmen politik yang tepat dan bertanggung jawab atas kondisi negeri yang sudah dinyatakan sebagai darurat kekerasan seksual oleh Komnas Perempuan.

Jika RUU PKS saat ini sudah dialihkan ke Baleg (Badan Legislatif) semoga ada harapan baik yang bisa dihasilkan demi terwujudnya negara yang bebas dari kekerasan seksual.

Sahkan RUU PKS!!!
Jangan ditunda-tunda lagi. 
Perempuan butuh ruang aman yang terbebas dari segala bentuk kekerasan.


#sahkanruupks #tolakpenarikanruup #sahkan #janganditundalagi

cirebon, 4 Juni 2020

Sabtu, 27 Juni 2020

Teman dan ketulusan

Jika pertemanan yang kita jalin atas dasar ketulusan, maka kita tidak hanya menerima lebihnya kita saja. Tapi, kita pun akan menerima kurangnya juga.

Dari situ kita akan menemukan teman lebih dari saudara.

Jika masih saling mengolok satu sama lain, itu pertanda kita baru mengenali sebatas permukaannya saja tanpa mengenali hal yang paling mendasar yang kita miliki.
❤️

@aenicomdev
Cirebon, 27 Juni 2020

Senin, 15 Juni 2020

Indonesiaku

Kalau Indonesia diibaratkan dengan rumah, tentunya tidak akan rela kalau rumah yang kita tinggali dicuri, dirampok dan dihancurkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Oleh karenanya jaga rumah kita dari segala bentuk ancaman yang akan meruntuhkan rumah kita bersama. Indonesia tanah air beta! Indonesia adalah rumah, semakin tua rumah kita, semakin bijak pula bagaimana perlakuan yang harus kita berikan ... Jaga persatuan, kenali keberagaman dan cintai dengan penuh kedamaian hati, jiwa dan pikiran... 


Love Indonesiaku ❤❤❤


@aenicomdev

Pagi siang sore

Pagi ke siang, siang ke sore, sore ke malam. Apa yang sudah dilakukan dalam sisa-sisa waktu yang terus berputar setiap harinya .... ???

Hidup ini sebuah pengulangan kata kerja. Pergi, makan, tidur, belanja, masak, mencuci, membaca, menulis, dan segala kerja-kerja manusia yang biasa dilakukan pada umumnya ...  

Terkadang monoton dan membosankan... 

Jadi, warnai kehidupanmu dengan segala hal yang lebih bermanfaat dan hidup lebih bermakna, lakukan saja sesuai hati nuranimu .. 

Pergilah dan jangan lupa kembali ..


@aenicomdev

Pengetahuan Membuatmu Seperti apa?

Apakah dari sekian proses belajar dan segala bentuk pengetahuan yang sudah kita akses, yang sudah kita telan juga kita refleksikan membuat kita semakin dekat dengan realitas kehidupan masyarakat apa justru malah menjauh dari realitas kehidupan yang ada ?


Siapapun kamu, dari latar belakang sosial yg seperti apapun, semoga kebermanfaatan hidup senantiasa mengiringi setiap langkah dan nafas kita dimana pun kita berada dan bersama siapa pun kita dipertemukan.  

Selamat menghayati kehidupan dengan segala versimu. Jika diri merasa lelah, beristirahatlah dan renungkanlah perjalanan panjangmu dalam menikmati kehidupan yang sedang kau jalani. 

Tujuan akhir yang seperti apa yang harus kita perjuangkan dan kita prioritaskan ... 

Jangan berhenti belajar, nikmati kehidupan selama nafas masih panjang.😊 

Maafkan dari aku yang masih suka berleyeh-leyeh dan masih banyak kekurangan dalam banyak hal.... 🙏


@aenicomdev

Bahagia versiku

Adalah bahagia tatkala hati tenang dalam rasa
Adalah bahagia tatkala kecewa tak lagi singgah dalam jiwa
Adalah bahagia jika senyum merona selalu terpapar dalam wajah manusia
Adalah bahagia jika setiap insan tetap saling bertegur sapa dalam segala problema

Adalah bahagia jika tak lagi ada kekerasan antar sesama manusia
Adalah bahagia jika dunia bersahabat dengan wanita
Adalah bahagia jika tak lagi ada diskriminasi terhadap semua wanita di dunia
Adalah bahagia jika kesetaraan itu terwujud dalam bingkai kehidupan bersama

Adalah bahagia jika mampu mengisi kehidupan dengan penuh makna
Adalah bahagia jika fakta tak lagi direkayasa
Adalah bahagia jika wacana terwujud nyata dalam realita

Adalah bahagia jika tak lagi ada kerusakan alam yang membabi buta
Adalah bahagia jika setiap insan tak lagi bertikai dalam ketidakpastian
Adalah bahagia jika manusia hidup dalam kebijaksanaan penuh keteduhan



Kopayu, 9 Maret 2019

Perempuan Harus Berani

Aku perempuan, dan aku sangat menyukai perjalanan jauh entah sejak kapan. 

Siapa sih yang ga suka trip, backpakeran ke tempat-tempat yang kita inginkan?
Pasti hampir semuanya suka. 

Entah sejak kapan, aku mulai berani untuk bepergian sendirian kemana pun. Semua itu berkat pengalaman demi pengalaman yang tidak instan. 

Kali ini, aku kembali untuk melakukan perjalanan luar kota sendirian. Menurutku, pengalaman perjalanan perempuan adalah suatu hal yang sangat penting untuk melatih diri perempuan agar lebih berani menghadapi banyak tantangan selama di perjalanan. 

Dengan begitu, dalam realitas kehidupan yang ada, kita sudah membiasakan diri untuk tidak bergantung atau mengandalkan sesuatu pada pihak lain yang tidak memiliki tanggung jawab penuh atas hidup kita. Karena, segala problematika kehidupan yang menghantam hidup kita, harus bisa kita selesaikan sendiri, bukan meminta orang lain untuk menuntaskan sepenuhnya.

Dalam banyak hal, ketika perempuan akan melakukan perjalanan jauh sendirian masih ada saja kekhawatiran atau berbagai bentuk asumsi negatif yang akan diterimanya. Hal itu bisa berupa anggapan bahwa perempuan tidak baik kalau suka pergi jauh-jauh apalagi sendirian. Perempuan itu lebih baik berdiam diri di rumah agar fitrahnya sebagai perempuan tetap terjaga. "Buat apa sih pergi kesana kemari kalau ga ada manfaatnya selain buang-buang waktu dan energi saja", kata orang sebelah. 

Biasanya, asumsi-asumsi yang membuat nyali perempuan ciut adalah datang dari orang-orang terdekat kita sendiri seperti keluarga, sahabat, pasangan, dan orang-orang yang tidak mau mengerti apalagi memahami suatu kondisi tiap-tiap individu.

Perempuan juga manusia, manusia berhak atas segala pilihannya. Selagi itu tidak merugikan diri sendiri dan orang lain kenapa tidak?

So, be your self, believe each other ..
Women support women ... .


Keep fighting to all my ladiest .. 
😊

Catatanku, 

Jakarta, 1 Maret 2020 

@aenicomdev

#mytrip #traveller #perempuanberani #suaraperempuan #nyaliperempuan

Kesalingan adalah kunci

Prinsip Mubaadalah yang diajarkan oleh Kyai Faqih untuk sebuah relasi yang bahagia dan membahagiakan patut diimplementasikan dalam keseharian.

Relasi antara kamu dengan pasangan, kamu dengan teman, kamu dengan saudara, kamu dengan orang tua dan relasi apapun itu, jika menerapkan prinsip kesalingan maka kita akan menyadari bahwa setiap dari kita memiliki kekurangan dan kelebihan yang patut kita komunikasikan, negosiasikan, dan kita toleransikan.

Kesalingan itu kunci.

Ga bisa berperan sendiri.


❤️

@aenicomdev


Indramayu, 15 April 2020 20.46

Minggu, 14 Juni 2020

Nilai-Nilai dan Prinsip Kehidupan

Kamu akan hidup sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip yang kamu anut.
Nilai-nilai tersebut tentunya akan mempengaruhimu dalam menentukan suatu pilihan.
Pilihan apapun soal dinamika kehidupan.

Nilai-nilai yang kita miliki pun akan bersifat dinamis sesuai dengan pengalaman spiritual kehidupan yang kamu lewatkan.

Jika tidak dinamis, maka nilai-nilai kolot yang sifatnya negatif akan terus diadopsi tanpa ada kompromi.

Bukankah hidup harus menuju ke arah perubahan yang lebih baik?
Maka teruslah berdialog dengan diri sendiri untuk mempertimbangkan sesuatu.

@aenicomdev


Hidupmu Tanggung Jawabmu

Hidupmu tanggung jawabmu.
Jangan hidup untuk beradu gengsi, mengandalkan emosi, apalagi sampai berselisih.

@aenicomdev

Jangan terbelenggu oleh hal-hal yang tidak rasional

Terlalu banyak menuntut sesuatu yang lebih kepada orang lain itu menandakan ketidakberdayaan kita.

So, kita tidak perlu menuntut banyak diluar kemampuan dari diri kita. Semakin tidak menuntut maka akan semakin dipermudah jalannya.

Jgn sampai mempersulit sesuatu yang sebenarnya mudah.

Yg sulit itu hanya fikiran kita yang terbelenggu oleh hal-hal yang tidak rasional.

Yang Tampak Belum Tentu Meninggalkan Jejak

Kita terlalu terbiasa untuk menilai seseorang dari luarnya saja.
Soal penampilan, soal materi, dan sesuatu yang hanya tampak secara kasat mata. 

Padahal yang tak bisa dilihat secara kasat mata jauh lebih penting dari semuanya. 
Soal kepribadian yg positif, open mind dan banyak hal lainnya. 
Apapun yang kita miliki, rendah hati harus dijadikan prinsip.
😊


Selasa, 03 Maret 2020

Riview Belajar Tentang Tujuh Habbits Menjadi Manusia Efektif

Oleh 
Nur'aeni


Menurut Stephen R. Covey, ada 7 kebiasaan manusia efektif yang harus kita ketahui agar lebih mengenal siapa diri kita dan apa tujuan hidup yang akan kita capai dimasa mendatang, baik jangka pendek atau pun jangka panjang. Semuanya itu harus kita rencanakan dengan baik dan semaksimal mungkin. Hal itu bertujuan agar hidup kita tidak terbuang sia-sia dan tentunya memiliki rencana-rencana jelas yang harus diperjuangkan oleh diri kita sendiri.

Tentunya, sebelum lebih jauh mengenal 7 kebiasaan manusia efektif, masing-masing dari diri kita  harus memegang prinsip-prinsip efektivitas, paradigma dan juga perilaku-perilaku yang akan memberikan hasil efektif.

Lalu apa saja sih, 7 kebiasaan manusia yang dimaksudkan itu?

Mari kita simak riview materi yang sudah disampaikan oleh seorang fasilitator perempuan hebat yang bernama Firda Agustin.

Jika dilihat dari skala proses kematangan, manusia cenderung memiliki 3 tingkatan yang harus dilalui untuk bisa menjadi manusia efektif dalam hidupnya. Tingkatan pertama, manusia masih berada dalam tingkat ketergantungan. Dalam tingkatan ini ada hal-hal yang mesti diperhatikan agar kita tidak lagi terjebak dalam segala bentuk ketergantungan dan mencoba berlari untuk bisa mencapai kemenangan pribadi. Kebiasaan-kebiasaan yang harus kita aplikasikan agar mampu keluar dari jeratan ketergantungan diantaranya :

1. Jadilah Proaktif.
Merujuk pada prinsip efektivitas kita diharuskan untuk bisa bertanggung jawab terhadap sebuah pilihan, memiliki akuntabilitas, inisiatif dan juga keberdayaan. Jika semua itu berhasil digenggam lalu dijalankan maka tidak mustahil akan menjadi manusia yang lebih proaktif. 

Proaktif dalam hal ini, memiliki sebuah paradigma yang sangat efektif, bahwa kita bebas untuk memilih dan bertanggung jawab penuh atas kebahagiaan kita sendiri, bukan orang lain. Artinya perilaku kita adalah hasil dari pilihan sadar kita yang berdasarkan prinsip, bukan merupakan akibat dari keadaan kita yang berdasarkan perasaan. Utamakan prinsip ketimbang perasaan. 

Perilaku-perilaku sangat efektif yang dapat dilakukan ketika kita akan memberikan respon terhadap sesuatu adalah berhenti sejenak, tarik nafas, lalu berikan respon berdasarkan prinsip dan hasil yang diinginkan. Gunakan bahasa proaktif ("saya memilih"). Fokus pada lingkaran pengaruh (faktor-faktor yang masih bisa kontrol). Menjadi tokoh transisi.

Jika kebiasaan proaktif dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka sedikit demi sedikit kita akan mengenali siapa diri kita yang sebenarnya.

Riview bersambung .... 


Minggu, 16 Februari 2020

Weekend bersama Hilda

Riview Novel Hilda
Oleh Nur'aeni

Judul : Hilda ( Cinta, Luka dan Perjuangan)
Penulis : Muyassarotul Hafidzoh
Penerbit : Cipta Bersama
Halaman : 508 Halaman


Saya menyukai kehidupan dengan beragam kisah yang ada di dalamnya. Segala proses kehidupan yang harus dilalui oleh setiap orang pun akan berbeda-beda pula cara mengatasinya. Nah, dari sinilah kita perlu banyak mempelajari kisah-kisah yang dialami oleh siapa pun untuk kita temui sisi baik dan buruknya. Tujuannya agar kita tidak menutup mata dan hati bahwa kenyataan orang lain yang belum pernah kita alami adalah benar adanya dan ada kemungkinan akan dialami oleh kita sendiri dengan konteks yang berbeda. 

Setelah banyak mendengar kisah nyata tentang kehidupan yang ada, kali ini saya berkenalan dan menyelami satu kisah kehidupan dari seorang tokoh fiksi yang bernama Hilda. Yah, Hilda ini pun dijadikan sebagai judul sampul besar dari novel yang saya temukan di beranda facebook yang selalu diposting terus menerus oleh penulisnya, sehingga saya pun tertarik untuk membeli dan membaca kisah yang dituliskannya.

Melihat latar belakang Hilda sebagai anak yang patuh kepada orang tuanya, anak yang cerdas, berprestasi dan patut untuk dibanggakan bagi siapa pun, ia harus menerima kenyataan pahit yang tidak pernah ia sangka sebelumnya. Hilda mengalami kehamilan tidak diinginkan hingga ia harus dikeluarkan dari sekolah karena kesalahan yang bukan dia kehendaki.

Dijelaskan dalam novel tersebut, Hilda adalah salah seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual yang dialaminya pada saat masih duduk dibangku sekolah kelas XII dan mengalami trauma yang sulit untuk dipulihkan. Tidak mudah bagi Hilda untuk melupakan semua masa lalunya yang sungguh menyakitkan dirinya.

Akan tetapi, dengan segala usaha dan dukungan orang tua dan orang-orang yang turut membantu memulihkan kondisi Hilda, kini Hilda bisa kembali menerima dirinya sendiri dan melanjutkan kehidupannya di lingkungan Pesantren sebagai tempat untuk menuntut ilmu juga menggali potensi yang ada pada dirinya. Hilda pun berhasil membuktikan bahwa dirinya mampu menggapai cita-citanya untuk terus menuntut ilmu hingga perguruan tinggi sampai ia menemukan kembali dirinya dengan segala angan yang ada dibenaknya. 

Dalam novel ini ada banyak tokoh perempuan yang berhasil diperankan dengan memiliki relasi keadilan yang luar biasa. Relasi kasih sayangnya tergambar secara utuh dan membuat saya terkagum-kagum untuk menikmati alur kisah Hilda yang penuh luka dan perjuangan itu. 

Dari tokoh ibu Zubaidah sebagai orang tua tunggal yang dipenuhi rasa tanggung jawab, kesabaran, keikhlasan dan selalu bersikap bijak terhadap anaknya dalam kondisi apapun. Ibu Rindang sebagai penyuluh kesehatan reproduksi yang mengadvokasi kasus Hilda tanpa pamrih. Ummi sebagai pengasuh pondok pesantren yang sangat mengerti kondisi Hilda dan turut andil besar dalam proses pemulihan Hilda dan menerima Hilda sebagai santrinya tanpa diskriminasi terkait latar belakang Hilda. Andin sebagai teman dekat Hilda selama tinggal di Pesantren yang selalu siap mendengar keluh kesah Hilda. Ibu Yanah, Mba Iffah, dan banyak pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu bahwa kehadiran tokoh-tokoh tersebut sangat berarti bagi kehidupan Hilda dan sangat membantu dalam proses pemulihan Hilda.

Artinya, perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual tidak seharusnya menerima kenyataan pahit lainnya, dianggap sebagai manusia paling berdosa dan pantas menerima segala caci maki dan juga hinaan tanpa memberikan kontribusi apalagi solusi apapun untuk kehidupannya. Dalam hal ini, penting sekali bagi para orang tua, teman, kerabat, dan pihak  lembaga yang bersangkutan untuk tidak langsung menghakimi dan mendosakan orang yang sudah menjadi korban untuk menjadi semakin lebih menderita keadaannya. Dari sini betapa pentingnya membangun kesadaran dan cara pandang yang tepat dan juga adil secara relasi dalam menangani suatu masalah sosial yang terjadi, terlebih kasus perempuan dan anak yang sedang marak terjadi dimana-mana. 

Dengan begitu, ketika mendapati kasus yang serupa bisa memberikan tahapan-tahapan yang tidak salah kaprah dalam menyelesaikannya. Hal itu semata-mata untuk memperjuangkan hak-hak kemanusiaan dalam memperoleh keadilan baik secara hukum maupun secara pandangan agama dan sosial.

Novel Hilda menyajikan gambaran kisah kehidupan yang tidak jauh dari konteks sosial yang ada. Ia yang mengalami kekerasan seksual, menjadi korban dan merasa hancur sehancur-hancurnya seakan tidak memiliki masa depan. Ia yang dikucilkan oleh masyarakat dan menjadi bahan pembicaraan yang tentunya tidak memberikan banyak solusi selain hanya menambah penderitaan bagi pihak korban dan keluarganya. Ia yang menjadi korban kekerasan seksual tidak mendapatkan keadilan baik secara hukum ataupun secara kemanusiaan. Ia yang menjadi perempuan korban yang lebih banyak disalahkan. Ia yang menjadi perempuan yang tidak menemukan tempat aman bagi dirinya. Ia yang menjadi perempuan yang seakan hilang kemanusiaanya. Sungguh ironis rasanya jika kisah yang persis seperti Hilda ini dialami oleh banyak perempuan dan tidak berhasil mendapat dukungan keadilan untuk kehidupan yang akan dilalui pasca kejadian yang tidak diinginkan tersebut.

Kisah pilu Hilda terjadi pada tanggal 13 februari, kala itu ia merasa ditipu oleh teman-temannya pasca acara malam pentas seni di sekolahnya. Ia meminum minuman yang diberikan oleh teman-temannya. Setelah meminumnya ia tak mengingat sesuatu hal yang terjadi pada dirinya. Ia hanya mengetahui bahwa dirinya sudah tidak mengenakan pakaian dan teman-teman lainnya menertawakan dan juga meninggalkan dirinya ditempat kejadian tersebut. Malam itu merupakan malam terburuk yang menghancurkan mimpi-mimpi besar Hilda.

Saya kira, dalam banyak konteks sosial yang ada, sudah tak asing lagi bahwa kisah-kisah kekerasan seksual yang dialami perempuan sudah banyak kita temukan dimana pun. Kita bisa melihat dan menyaksikannya dari berbagai media. Hal itu bisa juga terjadi pada perempuan-perempuan terdekat yang ada disekitar kita. Perempuan dalam hal ini bisa saja ibu, istri, saudara, adik, pacar dan siapa pun berpotensi untuk menjadi korban. Sekedar mengingatkan. Harapannya tidak ada lagi kisah-kisah serupa seperti halnya Hilda.

Disamping kisah penuh luka yang dialami oleh Hilda. Dalam novel ini pun menyajikan kisah cinta Hilda dan Wafa yang sangat menakjubkan dan membuat semakin jatuh cinta pada tokoh yang ditampilkan. Karena ada banyak khasanah ilmu pengetahuan yang bakal kita temukan di dalamnya. "Kamu, adalah aku yang lain," seru mereka.

Yah beruntungnya Hilda, ia selalu dipertemukan dengan orang-orang baik yang tulus menerima dan menyayangi dirinya dengan segala kekurangan yang ada. Selamat Hilda, kisahmu berakhir happy ending. 

Semoga dalam kehidupan nyata, jika ditemukan Hilda-hilda lain yang mengalami kekerasan seksual bisa diakukan pendampingan secara maksimal hingga ia mampu menemukan kembali jati dirinya dan dapat menggapai cita-cita masa depan yang lebih bahagia dan membahagiakan.
Perempuan adalah manusia seutuhnya.

Salam cinta. Salam keadilan.

Cirebon, 16 Februari 2020
@aencomdev



Sabtu, 15 Februari 2020

Mari nikmati hangatnya mentari dipagi hari

Mari kutemani pagi ini bersama hangatnya sang mentari, sambil ngopi dan lupakan sejenak kepenatan yang ada, dan cobalah untuk menyadari bahwa hidup itu tak perlu beradu gengsi untuk kepuasan yang tak bertepi. Bersedih dan bahagia adalah hal yang manusiawi.. sudah berada dititik manakah kita ini? ... 

Mari bersua .. 
☕🍵

Catatan : Cirebon, 16 Februari 2020


Aku dan alam yang masih berjarak

Jika Tuhan telah menciptakan alam dengan segala kesempurnaanNya. Maka jika ada alam yang tidak terjaga dengan baik adalah bentuk ketidaksempurnaan manusia dalam merawat dan menjaga apa yang Tuhan fasilitaskan untuk manusia di dunia ini. 

Hal itu dikarenakan kurangnya kedekatan kita terhadap alam, sehingga kita pun abai dan tak perduli akan kelestariannya. Semoga  tetap lestari alamku, dan kita sebagai manusia yang katanya mengemban banyak amanah bisa semakin dekat dengan alam dengan penuh kesadaran diri untuk mau menjaga dan merawatnya dimulai dari lingkungan terdekat dan tentunya dari diri sendiri terlebih dahulu. Misal, tidak membuang sampah sembarangan,tidak membiarkan tanaman kehausan alias kekeringan dan banyak hal lainnya. 

Semangat 🤗

Cirebon, 19 Januari 2020

Back to nature

Sesibuk apapun kita, selelah apapun kita, selagi masih ada jedah waktu untuk menghilangkan segala rasa penat yang ada, semua itu akan terbayar  dan tergantikan ketika apresiasi untuk dirimu sendiri telah terpenuhi dengan banyak cara yang kau bisa. 
Karena hidup perlu keseimbangan untuk keberlangsungan hidup kita sebagaimana manusia biasa yang tak banyak kuasa tanpa campur tangan sang Maha.

Malang, 18 Januari 2020


My trip my team

Teman sama tidur, sama rasa, sama makan. 
Mesti diakui, kita tak mampu berjalan sendiri untuk suatu pencapaian. 

Apapun pencapaianmu, tentu ada banyak orang-orang yang selalu ada untuk saling menguatkan satu sama lain disaat yang lain melemah. 

Kita bisa berjalan bersama hingga saat ini bukan karena banyaknya persamaan, melainkan perpaduan dari segala bentuk perbedaan yang selalu kita coba untuk diracik menjadi suatu lingkaran utuh yang menyenangkan dan membahagiakan tentunya. 

Terima kasih untuk liku-liku perjalanan yang mungkin tidak bisa diluapkan dengan kata-kata, tapi dapat menggantikan air mata menjadi canda dan tawa setiap harinya.  

Menangislah, tertawalah, marahlah, dan segala bentuk emosional lainnya dengan secukupnya, lalu jangan lupa kembali untuk menetralisirnya lagi agar tidak berlama-lama merusak suasana yang sudah kita upayakan agar tidak retak apalagi patah. Yeah. ❤ 

Semarang, 17 Januari 2020


Belajar kehidupan

 
Kita bisa banyak belajar bagaimana menjadi orang tua dari pengalaman para orang tua sebelum saatnya menjadi orang tua.

Jika belajar adalah suatu kewajiban. Maka salah satu cara yang mudah kita dapati adalah mempelajari apa yang kita temui disekitar kita.

Melihat realitas, mendengar kenyataan pahit manisnya kehidupan. Baik yang kita alami sendiri maupun pengalaman orang lain yang patut kita tanggapi segala keluh kesah dan rasa sesal yang telah terlewati.

@aenicomdev



Kamu perempuan seutuhnya

Mau kamu perempuan yang bercadar, yang tidak bercadar, yang berkerudung, yang tidak berkerudung, yang berpakaian mini sekali pun aku akan tetap mau berkawan dengan semuanya. 

Aku yakin setiap dari perempuan mempunyai perjalanan spiritual yang berbeda-beda dan kukira akan lebih asyik jika kita bisa saling berinteraksi dan berbagi cerita pengalaman hidup masing-masing yang pernah dialami, dan tantangan apa saja yang sudah terlewatkan. 

Saat ini, sudah saatnya kita tidak lagi mengusik apa yang perempuan kenakan, tapi mulailah menghargai perbedaan dan tidak saling menjatuhkan sesama perempuan, saling memotivasi dan mendukung perempuan untuk mengaktualisasikan dirinya baik diranah publik ataupun domestik. Jika bukan kita sendiri yang membangun kesadaran, siapa lagi? Kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi?  

 😅🙏


Jtb, 13 Sept 2019

Manusia antara benar dan salah

Menjadi manusia itu sulit, benar dan salahnya pun relatif. Apakah kita sudah menjadi manusia yang memanusiakan? Memanusiakan diri sendiri saja masih penuh kebimbangan, apalagi memanusiakan manusia yang lainnya, semuanya butuh perjuangan dan perseteruan atas semuanya. 

Sampai detik  ini pun kita masih berusaha untuk menjadi manusia, manusia seperti apakah yang diharapkan? Coba tanyakan pada diri sendiri .. Jika perlu waktu untuk menertawakan diri sendiri, maka tertawalah dengan apa adanya tanpa harus dibuat-buat...  


#captionala #spam

Jtb, 31 juli 2019
@aenicomdev

Lawan emosi dirimu sendiri dengan penuh ketenangan

Setiap agama tidak akan mungkin mengajarkanmu untuk melakukan suatu keburukan yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Jika hal itu terjadi, bukan agamanya yg mesti disalahkan, melainkan kesalahannya ada pada dirimu sendiri yang belum mampu mengendalikan diri sbg subjek utama kehidupan. 

Manusia dari latar belakang sosial manapun berpotensi untuk melakukan kesalahan. Jika bukan diri sendiri yang dapat mengendalikannya, siapa lagi??? Tak perlu merasa suci hanya karena kamu rajin ibadah, menutup aurat, keturunan darah biru dan lain-lain.  

Belajar sabar, belajar ikhlas, belajar bersyukur, menerima diri sendiri itu tidak semudah dengan apa yang kita ucapkan dalam lisan.

Kita akan selalu dihadapkan  dengan pertarungan  emosional yang ada pada diri kita sendiri .. 

#selflove #beyourself ☺❤😎

Cirebon, 5 oktober 2019

Membaca adalah PR kita bersama

Aku dan buku yang belum menyatu, karena masih saja bersiteru. Jika membaca ibarat asupan wajib bagi tubuh, maka membaca adalah hal yang harus direalisasikan setiap waktu..

So, membaca adalah PR kita bersama. Dengan banyak baca maka kita akan mampu mengubah kata menjadi kalimat dan bahkan menjadi cakrawala bagi dunia. Bukan hanya tubuh secara jasmani saja yg membutuhkan asupan, melainkan pikiran kita pun butuh asupan ide dan gagasan melalui berbagai pengetahuan yg kita baca lalu terefleksikan...

  *Iqro bismirobbikalladzii kholaq!* 😇

Ketenangan itu ...

Ketenangan itu bukan hanya diperoleh dari seberapa megahnya tempat ibadah, tapi seberapa hidmatnya kita saat menghadap dan bersujud dengan penuh keyakinan juga pasrah bahwa kehadiranNya begitu dekat dan mampu kita rasakan. 

Alloh ... 

Aku percaya, kamu punya cara untuk mengatur hidupmu sendiri

Tumbuh dan berkembanglah dengan caramu sendiri bersama jalan yang ingin kau tempuh sampai kau mengenali siapa dirimu dan ingin seperti apa kau memperlakukan dirimu.


Selama jasad masih dikandung badan, tidak ada proses yang harus kau akhiri, melainkan harus terus kau jelajahi sampai waktu yang tak bisa dipungkiri lagi.


Mari berselancar menyelami kehidupan karena nasib baik masih bisa kita upayakan ..  


Uwuwu~~~

Cirebon, 22 Juni 2019
@aenicomdev

Dirimu

Dirimu terdidik oleh banyak nasehat, kebiasaan, pengalaman, cinta dan lingkungan sekitar. Jadilah dirimu yang apa adanya tanpa harus mengadakan yang tidak ada.


Catatan 27 Juli 2019